Link Copied
Indikasi Agenda Genosida Israel di Palestina Makin Nyata

Indikasi Agenda Genosida Israel di Palestina Makin Nyata

By Mohammad Faizal
Berdalih membela diri, pasukan Israel terus membantai rakyat Palestina. Lebih dari 9.500 orang, termasuk 3.900 anak-anak Palestina telah kehilangan nyawa.

Bengis, 100 Dokter Israel Serukan RS Terbesar Gaza Dibom

Bengis, 100 Dokter Israel Serukan RS Terbesar Gaza Dibom

Foto/Ilustrasi/Reuters

Profesi dokter identik dengan semangat mempertahankan nyawa manusia dengan segala upaya. Namun sikap bertolak belakang justru ditunjukkan oleh sekitar 100 dokter Israel melalui surat terbuka kepada militer negaranya.

Sebanyak 100 dokter Israel telah menandatangani surat terbuka yang menyerukan militer untuk mengebom Rumah Sakit (RS) Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza, Palestina. Dalam surat terbuka berbahasa Ibrani tersebut, para dokter Israel mengatakan bahwa RS Al-Shifa merupakan infrastruktur yang digunakan oleh Hamas.

"Organisasi teroris menggunakan rumah sakit sebagai markas mereka, selama bertahun-tahun warga Israel menderita akibat teror yang mematikan," bunyi surat tersebut.

"Penduduk Gaza menganggap perlu untuk mengubah rumah sakit menjadi sarang teroris untuk mengambil keuntungan dari moralitas Barat, merekalah yang membawa kehancuran pada diri mereka sendiri; terorisme harus dihilangkan di mana-mana. Menyerang markas teroris adalah hak dan kewajiban tentara Israel," lanjut surat tersebut.

Surat itu juga menyatakan bahwa merupakan kewajiban bagi tentara Israel untuk menargetkan rumah sakit yang diduga digunakan untuk melindungi Hamas. "Mereka yang menyamakan rumah sakit dengan terorisme harus memahami bahwa rumah sakit bukanlah tempat yang aman bagi mereka," tulis para dokter Israel tersebut.

Tak pelak, surat terbuka itu mendapat kecaman luas di dunia maya. Ghassan Abu Sitta, seorang ahli bedah Inggris-Palestina yang saat ini berada di Gaza, menggunakan platform media sosial X untuk mengkritik surat tersebut.

"100 dokter Israel menandatangani petisi yang menyerukan penghancuran semua rumah sakit di Gaza. Orang-orang baik dengan sikap perguruan tinggi yang baik. Mereka pasti mengambil sumpah Hipokrates yang sama seperti Harold Shipman," tulisnya, merujuk pada seorang dokter Inggris dan pembunuh berantai yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada tahun 2000.

Sejak dimulainya perang pada 7 Oktober, Israel telah berulang kali mengebom rumah sakit. Menanggapi serangan 7 Oktober oleh Hamas terhadap kota-kota Israel selatan, militer Zionis telah melancarkan kampanye pengeboman paling agresif di Gaza, menghancurkan seluruh lingkungan dan berulang kali mengebom rumah sakit dan infrastruktur sipil.

Pada pertengahan Oktober, tentara Israel mengebom Rumah Sakit Baptis al-Ahli, menewaskan sedikitnya 471 orang. Namun militer Zionis menyangkal, menuduh balik roket Jihad Islam Palestina sebagai senjata yang menghantam rumah sakit tersebut.

Rumah Sakit Al-Quds juga telah berulang kali dibom selama lebih dari seminggu, menyebabkan pasien yang terluka semakin menderita. Pengeboman di dekat rumah sakit tersebut, tempat 14.000 warga Palestina berlindung, telah menyebabkan kerusakan pada rumah sakit dan membuat orang-orang panik.

Pada 3 November, jet tempur Israel juga mengebom pintu masuk rumah sakit terbesar di Gaza, Al-Shifa, menyebabkan sedikitnya 15 orang tewas dan 60 lainnya luka-luka, menurut Bulan Sabit Merah Palestina. Bom juga dijatuhkan di halaman Rumah Sakit Indonesia.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku prihatin terhadap laporan serangan di Gaza tersebut. "Gambar mayat yang berserakan di jalan di luar rumah sakit sungguh mengerikan. Selama hampir satu bulan, warga sipil di Gaza, termasuk anak-anak dan perempuan, telah dikepung, tidak diberi bantuan, dibunuh, dan rumah mereka dibom. Ini harus dihentikan," ungkap Guterres.

Menurut sumber medis dan keamanan yang berbicara kepada Reuters, Senin (6/11/2023), warga Palestina yang terluka dan pemegang paspor asing yang berusaha meninggalkan Gaza melalui penyeberangan Rafah pun terpaksa dihentikan sejak Sabtu (4/11), akibat pengeboman Israel. Sumber tadi mengatakan, evakuasi dihentikan setelah serangan Israel pada hari Jumat (3/11) terhadap ambulans yang mengangkut orang-orang terluka di Gaza.

Menteri Israel Singgung Opsi Jatuhkan Bom Nuklir di Gaza

Menteri Israel Singgung Opsi Jatuhkan Bom Nuklir di Gaza

Foto/Ilustrasi/Reuters

Meski terus menyangkal, ucapan dan tindakan para petinggi Zionis mengindikasikan kuatnya agenda genosida terhadap rakyat Palestina. Salah satunya, tampak dari komentar seorang menteri dari partai ekstremis Otzma Yehudit, Amichai Eliyahu.

Dia mengatakan bahwa salah satu pilihan Israel dalam perang melawan Hamas adalah menjatuhkan bom nuklir di Jalur Gaza. Ketika ditanya dalam sebuah wawancara dengan Radio Kol Berama apakah bom nuklir harus dijatuhkan di Gaza, Menteri Warisan Budaya Amichai Eliyahu menjawab, "Ini adalah salah satu kemungkinannya."

Meski tidak pernah secara resmi mengakui atau pun menyangkal memiliki senjata nuklir, Israel diyakini mempunyai senjata pemusnah massal tersebut. Melansir Center for Arms Control and Non-Proliferation, Israel dipercayai memiliki 90 hulu ledak nuklir berbasis plutonium. Israel tidak ikut menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan belum menerima perlindungan IAEA pada beberapa prinsip kegiatan nuklirnya.

Eliyahu, dari partai sayap kanan Itamar Ben Gvir, bukan bagian dari kabinet keamanan yang terlibat dalam pengambilan keputusan di masa perang, juga tidak memegang kendali atas kabinet perang yang mengarahkan perang melawan pejuang Hamas. Eliyahu juga menyuarakan keberatannya selama wawancara atas izin bantuan kemanusiaan apa pun ke Gaza, dengan mengatakan "Kami tidak akan menyerahkan bantuan kemanusiaan kepada Nazi."

Dia juga menuduh bahwa tidak ada warga sipil yang tidak terlibat di Gaza. Dia mendukung perebutan kembali wilayah Jalur Gaza dan memulihkan permukiman di sana. "Mereka bisa pergi ke Irlandia atau ke gurun pasir, monster di Gaza harus menemukan solusinya sendiri," kata Eliyahu, dilansir Times of Israel.

Dia mengatakan Jalur utara tidak punya hak untuk hidup, dan menambahkan bahwa siapa pun yang mengibarkan bendera Palestina atau Hamas "tidak boleh terus hidup di muka bumi."

Sementara itu, PM Israel Benjamin Netanyahu dan pemimpin oposisi Lapid mengecam Amichai atas komentarnya. "Perkataan Amichai Eliyahu tidak sesuai dengan kenyataan," kata Netanyahu, dilansri Al Jazeera. "Israel dan IDF bertindak sesuai dengan standar tertinggi hukum internasional untuk mencegah kerugian bagi orang-orang yang tidak terlibat, dan kami akan terus melakukan hal tersebut hingga mencapai kemenangan."

Pernyataan tersebut muncul ketika tekanan terhadap Israel untuk mengurangi korban sipil di Gaza semakin meningkat. Sejauh ini, lebih dari 9.400 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, di wilayah yang terkepung sejak 7 Oktober.

Tak Ada Pengecualian bagi Israel, Sekolah dan RS pun Dibom

Tak Ada Pengecualian bagi Israel, Sekolah dan RS pun Dibom

Foto/Reuters

Serangan Israel di Gaza semakin menggila tanpa pandang bulu. Sehari setelah menyerang konvoi ambulans yang mengangkut pasien yang terluka parah dari Rumah Sakit al-Shifa ke perbatasan Rafah, tentara Zionis meningkatkan pengeboman di Jalur Gaza, menghantam sekolah, masjid, dan rumah sakit.

Pada Sabtu (4/11/2023) pagi, sebuah rudal Israel menghantam sekolah al-Fakhoora yang dikelola oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di kamp pengungsi Jabalia. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, serangan di sekolah tersebut menewaskan sedikitnya 15 orang dan melukai 54 lainnya. "Jumlah (kematian) diperkirakan akan meningkat," kata Direktur Rumah Sakit Al-Shifa Muhammad Abu Silmeyeh.

Ribuan orang yang mengungsi akibat pengeboman Israel di Jalur Gaza berlindung di sekolah al-Fakhoora. Seorang saksi penyerangan yang kehilangan anggota keluarga dalam pengeboman tersebut mengatakan kepada Al Jazeera bahwa empat orang di keluarganya tewas atau pun terluka. "Kami tidak ada hubungannya dengan apapun dengan gerakan Hamas. Ruang ini hanya ada anak-anak dan perempuan," kata saksi tersebut.

Serangan terhadap sekolah tersebut merupakan serangan besar ketiga terhadap Kamp Jabalia. Serangan ini terjadi beberapa jam setelah serangan mematikan di Sekolah Osama bin Zaid yang menampung keluarga-keluarga pengungsi di daerah Al-Saftawi di utara Kota Gaza, yang menewaskan sedikitnya 20 orang.

Pada Sabtu pagi, pintu masuk RS Anak Al-Nasser di bagian barat Kota Gaza juga diserang, dan beberapa media lokal melaporkan adanya korban sipil. Kementerian Kesehatan setempat mengatakan sekitar 2.200 orang, termasuk 1.250 anak-anak, terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang hancur di Gaza.

Pasukan Israel juga menyerang generator listrik dan panel surya di Rumah Sakit Al-Wafa di Kota Gaza. Seorang koresponden kantor berita Anadolu melaporkan bahwa pengeboman tersebut mengakibatkan kebakaran besar di halaman rumah sakit. Serangan rumah sakit itu terjadi sehari setelah tentara Israel menyerang pintu masuk Rumah Sakit Al-Shifa dan area sekitar Rumah Sakit Al-Quds dan Rumah Sakit Indonesia.

Menurut jurnalis Hani Mahmoud di Khan Younis di selatan Gaza, serangan udara Israel juga menghantam rumah-rumah penduduk yang memiliki panel surya. “Sepertinya ini adalah paku terakhir di peti mati,” katanya kepada Al Jazeera. "Apa yang tentara Israel ingin agar orang-orang lakukan adalah pergi. Sumber terakhir yang menahan mereka di Gaza adalah sedikit listrik yang mereka peroleh dari panel surya," cetusnya.

Sementara itu, tangki air di Rafah bagian timur juga hancur. “Tampaknya ini merupakan cara lain untuk memberitahu masyarakat, ‘Kami akan mengebom segala sesuatu yang Anda andalkan untuk kelangsungan hidup Anda’," tambahnya.

Stasiun televisi Al-Aqsa yang berbasis di Gaza melaporkan bahwa tangki air umum digunakan untuk memasok beberapa lingkungan. Secara terpisah, seorang koresponden Anadolu melaporkan bahwa tentara Israel mengebom dua masjid - Masjid Ali bin Abi Thalib dan Masjid Al Istijabah - di lingkungan Al Sabra, di selatan Gaza.

Tamer Qarmout, asisten profesor kebijakan publik di Doha Institute for Graduate Studies, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ini adalah bagian dari strategi perang Israel. "Ada diskusi di media Israel bahwa tentara Israel akan memasuki tahap kedua operasinya di Gaza mulai minggu depan. Ini berarti operasi darat taktis di dalam Gaza. Jadi apa yang Israel ingin lakukan sebelum itu adalah mengusir seluruh warga sipil ke selatan," paparnya.

"Jadi apa yang mereka lakukan adalah merampas mata pencaharian warga sipil yang terjebak di Gaza utara. Jadi mereka menyerang tangki air, menyerang fasilitas sipil, rumah sakit dan bahkan sekolah UNRWA tempat orang-orang mengungsi. Sebentar lagi, masyarakat tidak punya pilihan selain pergi ke selatan," kata Qarmout.

Dia mencatat bahwa meskipun tentara Israel telah memerintahkan warga sipil di Gaza untuk sementara waktu pindah ke selatan sejak awal operasinya di Jalur Gaza yang terkepung, banyak orang yang tetap tinggal karena masalah keamanan di tengah pengeboman terus-menerus yang dilakukan tentara Israel terhadap seluruh wilayah kantong tersebut.

"Orang-orang mencoba melarikan diri ke selatan tetapi jalan tersebut telah dibom. Bagaimana mereka bisa merasa aman jika tidak ada koridor kemanusiaan menuju ke selatan?" kata Qarmout. Qarmout menambahkan, Israel juga memiliki sejarah mengingkari panjang janji dalam peperangan.

"Apa jaminan bahwa Israel tetap tidak akan melakukan pengeboman saat melarikan diri ke selatan? Tidak ada penjamin internasional seperti PBB yang memantau dan memastikan bahwa orang-orang tidak akan diserang," tandasnya.

Israel Tak Peduli Banyak Warga Sipil Palestina Terbunuh di Gaza

Israel Tak Peduli Banyak Warga Sipil Palestina Terbunuh di Gaza

Foto/Reuters

Pemerintah Israel tak peduli meski serangannya membunuh banyak warga sipil Palestina demi mengalahkan Hamas di Gaza. Israel telah menyampaikan hal ini kepada mitranya di Amerika Serikat (AS) dalam “percakapan pribadi”, menurut laporan New York Times (NYT).

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden terus mendukung Israel tetapi menjadi "lebih kritis" terhadap tanggapan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap Hamas, karena "krisis kemanusiaan di Gaza," menurut analisis berita yang diterbitkan NYT pada Senin (30/10/2023).

"Menjadi jelas bagi para pejabat AS bahwa para pemimpin Israel percaya bahwa jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar adalah harga yang dapat diterima dalam kampanye militer," klaim New York Times. NTY menambahkan, para pejabat Israel menyamakan aksinya dengan pemboman yang menghancurkan, termasuk penggunaan senjata atom terhadap Hiroshima dan Nagasaki, yang digunakan AS untuk melawan Jerman dan Jepang selama Perang Dunia II.

The New York Times memuat cerita tersebut dalam edisi cetak hari Selasa, yang menarik perhatian pengacara dan aktivis Steven Donziger. "Ini mungkin bisa membantu menjelaskan skala besar kematian warga sipil dan anak-anak yang saat ini terjadi di Gaza," ujar Donziger di Instagram.

Dia menambahkan, "Mentalitas ini mungkin juga menjelaskan mengapa Israel baru saja menjatuhkan bom besar di kamp pengungsi Jabalia yang padat penduduk di Gaza dan mengapa mereka tampaknya menargetkan warga sipil." Pembawa acara MSNBC Mehdi Hassan juga menandai artikel tersebut pada Rabu, menggambarkan paragraf tersebut sebagai "hampir terkubur" di tengah-tengah artikel.

Berfokus pada Washington, artikel NYT mengungkapkan bagaimana pemerintahan Biden pada awalnya percaya mereka dapat memperoleh dukungan untuk Israel seperti yang mereka dapatkan untuk Ukraina, mengingat serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023, namun segera menyadari bahwa hal ini tidak mungkin.

"Yang ada, negara-negara di seluruh dunia, terutama negara-negara berkembang, justru mengambil tindakan sebaliknya seiring bertambahnya jumlah korban jiwa di Palestina. Bahkan sekutu Amerika Serikat di Eropa terpecah dalam perang Israel," ungkap NYT.

Para pejabat AS juga percaya Netanyahu "tidak memiliki rencana mengenai apa yang harus dilakukan terhadap Gaza" setelah pasukan darat Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menguasai sebagian atau seluruhnya. Rabu lalu, Pentagon dilaporkan meminta Israel menunda serangan darat, untuk memberi AS lebih banyak waktu mengerahkan pertahanan udara di Irak dan Suriah serta mengulur waktu untuk negosiasi membebaskan sekitar 200 sandera yang ditahan Hamas.

Invasi darat Israel dimulai Jumat lalu dengan pemadaman komunikasi total di daerah kantong Palestina. Pada Rabu, IDF mengatakan 15 tentaranya telah tewas sejauh ini dalam operasi yang sedang berlangsung. Jumlah tentara Israel yang tewas diperkirakan terus bertambah seiring invasi Zionis di Gaza.
(fjo)