Usai AS Gunakan Veto, Serangan Israel Makin Membabi-buta
Seolah mendapat restu, Israel semakin membabi-buta dengan menggencarkan serangan brutal di seluruh wilayah Jalur Gaza dengan serangan udara dan artileri pada Sabtu (9/12/2023). Tindakan barbar rezim kolonial Israel itu terjadi sehari setelah Amerika Serikat (AS) memveto resolusi PBB yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan di Gaza.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk pertama kalinya menggunakan Pasal 99 Piagam PBB, yang memungkinkan seorang Sekjen PBB menyampaikan ancaman yang dilihatnya terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Dia memperingatkan akan adanya "bencana kemanusiaan" di Gaza.
Namun, Wakil Duta Besar AS Robert Wood berdalih bahwa menghentikan aksi militer akan memungkinkan Hamas terus menguasai Gaza dan "hanya menanam benih untuk perang berikutnya." Sementara, serangan barbar rezim kolonial Israel sejak tanggal 7 Oktober lalu telah menewaskan belasan ribu warga Palestina di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Sebelumnya, Israel juga telah menangkap dan membunuh ribuan warga Palestina di wilayah pendudukan, serta menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa berulang kali.
Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan jumlah korban tewas di wilayah tersebut telah melampaui 17.400 orang selama dua bulan terakhir, dan lebih dari 46.000 orang terluka. Kementerian mengatakan 70% dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Pesawat-pesawat tempur Israel menyerang Jalur Gaza dalam pemboman tanpa henti dan membabi-buta pada Sabtu. "Serangan dari udara, darat dan laut sangat intens, terus menerus dan meluas," papar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kepada dewan sebelum pemungutan suara. "Penduduk Gaza diperintahkan untuk bergerak seperti pinball manusia, memantul di bagian selatan yang semakin kecil, tanpa kebutuhan dasar untuk bertahan hidup," ungkap Guterres.
Dia menyatakan, "Gaza berada pada titik puncaknya dengan sistem dukungan kemanusiaan yang berisiko runtuh. Guterres mengatakan dia khawatir konsekuensinya dapat menghancurkan keamanan seluruh wilayah. Di Gaza, warga melaporkan serangan udara dan penembakan di utara dan selatan, termasuk kota Rafah dekat perbatasan Mesir.
Di ruang kelas yang penuh gambar dan warna di sana, meja anak-anak setinggi lutut dipenuhi puing-puing akibat serangan brutal rezim kolonial Israel. "Kami sekarang tinggal di Jalur Gaza dan diatur oleh hukum rimba Amerika. Amerika telah membunuh hak asasi manusia," tegas Abu Yasser al-Khatib, warga Rafah.
"Rakyat Palestina tidak akan pergi dan tidak ingin pergi." Lebih dari 2.200 warga Palestina telah dibunuh Israel sejak terhentinya jeda kemanusiaan setelah berjalan seminggu pada 1 Desember. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sekitar dua pertiga dari para korban adalah wanita dan anak-anak.