Seteru Prancis-Rusia di Ukraina, Bibit Perang Dunia III?
Seteru Prancis-Rusia di Ukraina, Bibit Perang Dunia III?
Mohammad Faizal
Jumat, 22 Maret 2024, 14:37 WIB

Sikap Prancis yang membuka opsi untuk mengirimkan pasukan ke Ukraina dikhawatirkan akan menyeret NATO perang terbuka dengan Rusia dan memicu Perang Dunia III.   

Dukung Kiev, Macron Tegaskan Prancis Adalah Musuh Rusia

Dukung Kiev, Macron Tegaskan Prancis Adalah Musuh Rusia

Presiden Prancis Emmanuel Macron seolah memprovokasi Rusia dengan pernyataannya bahwa Ukraina harus mendapatkan kembali kendali atas seluruh wilayah yang pernah dikuasainya, termasuk Semenanjung Crimea. Dia mengeklaim, jika tidak, maka tidak akan mungkin ada perdamaian abadi,

Macron menyampaikan pernyataan tersebut dalam wawancara dengan lembaga penyiaran TF2 dan France 2, dan secara blak-blakan menggambarkan Rusia sebagai musuh Prancis. Namun, pada saat yang sama, dia menegaskan Paris tidak melakukan perang terhadap Rusia namun hanya mendukung Kiev dalam konflik tersebut.

"Tentu saja, saat ini Rusia adalah musuh. Rezim Kremlin adalah musuh," tegas Macron. Dia menjelaskan, "Kami melakukan segalanya agar hal ini dapat mengendalikan Rusia karena, secara sederhana, tidak akan ada perdamaian abadi jika tidak ada kedaulatan, kembalinya perbatasan Ukraina yang diakui secara internasional, termasuk Crimea."

Sementara itu, Rusia menanggapi pernyataan terbaru Presiden Prancis tersebut dengan dingin. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menilai bahwa Macron tampaknya tidak keberatan meningkatkan keterlibatan negaranya dalam permusuhan Rusia-Ukraina.

"Ya, jelas bahwa Rusia adalah musuh Prancis karena Prancis sudah terlibat dalam perang di Ukraina; mereka secara tidak langsung mengambil bagian dalam perang ini," tegas Peskov kepada wartawan.

Presiden Prancis telah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang semakin agresif akhir-akhir ini, sejalan dengan pernyataan yang dibuatnya pada akhir bulan Februari, bahwa potensi pengerahan pasukan NATO ke Ukraina tidak dapat dikecualikan.

Namun, pernyataan Macron itu justru ditolak oleh sesama anggota blok militer pimpinan AS tersebut. Dalam wawancara terbaru ini, Macron menolak menjelaskan lebih lanjut mengenai masalah ini, dan mengklaim dia ingin mempertahankan "ambiguitas strategis" dan dia memiliki "alasan untuk tidak menjelaskan secara tepat."

Abaikan Peringatan Rusia, Prancis Tegaskan Siap Perang

Abaikan Peringatan Rusia, Prancis Tegaskan Siap Perang

Jenderal top Prancis Pierre Schill menyatakan bahwa mliter negara itu siap berperang melawan musuh, tanpa menyebut Rusia. Schill yang merupakan Kepala Staf Angkatan Darat Prancis mengabaikan peringatan Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa bentrokan langsung antara Moskow dan NATO akan memicu Perang Dunia III.

Jenderal Schill menegaskan bahwa Prancis siap menghadapi perkembangan apa pun yang terjadi secara internasional dan bersiap menghadapi pertempuran terberat untuk melindungi dirinya sendiri. Dalam beberapa pekan terakhir, Presiden Prancis Emmanuel Macron berulang kali menolak mengesampingkan kemungkinan pengiriman pasukan Barat ke Ukraina untuk membantu Kyiv dalam perjuangannya melawan Moskow, yang dia gambarkan sebagai musuh Paris.

"Pasukan Prancis siap,” kata Jenderal Schill kepada Le Monde. "Apa pun perkembangan situasi internasional, Prancis dapat diyakinkan: tentara mereka akan merespons," tegas dia, yang dikutip Russia Today, Rabu (20/3/2024).

Schill mengatakan Perancis mempunyai tanggung jawab internasional dan terikat oleh perjanjian pertahanan dengan negara-negara yang terkena ancaman besar, dan oleh karena itu pasukannya harus dilatih dan dapat dioperasikan dengan tentara sekutu. "Pencegahan nuklir bukanlah jaminan universal karena tidak melindungi terhadap konflik yang akan tetap di bawah ambang batas kepentingan vital," paparnya.

Jenderal Schill mengatakan bahwa Angkatan Darat harus menunjukkan dirinya sebagai kekuatan yang kredibel melalui daya tanggap dalam hal proyeksi kekuatan dan kemampuan untuk melakukan operasi dengan cakupan yang lebih besar. Jenderal tersebut mengatakan bahwa Prancis saat ini memiliki kapasitas untuk melakukan divisi sekitar 20.000 personel dalam waktu 30 hari dan memiliki kemampuan untuk memimpin korps tentara hingga 60.000 personel yang mencakup divisi sekutu.

Presiden Macron mengatakan bahwa Prancis tidak mengobarkan perang terhadap Rusia dengan mendukung Kyiv, namun menyebut Rusia sebagai musuh dan tetap berpegang pada pernyataannya bahwa kemungkinan pengerahan pasukan NATO ke Ukraina tidak dapat dikesampingkan.

Pernyataan tersebut memicu gelombang penyangkalan dari sebagian besar negara anggota dan pejabat NATO, termasuk Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg, tentang niat mereka untuk mengerahkan pasukan ke Ukraina.
Pada saat yang sama, surat kabar El Pais di Spanyol melaporkan pada hari Senin bahwa blok militer pimpinan Amerika Serikat telah terlibat dalam setiap aspek konflik dan bahwa personel militer aktif dan mantan dari negara-negara NATO telah beroperasi di Ukraina untuk mengawasi penggunaan senjata yang dipasok Barat.

Moskow telah berulang kali menggambarkan konflik tersebut sebagai perang proksi yang dipimpin AS melawan Rusia. Sementara itu, Presiden Putin telah memperingatkan NATO agar tidak melakukan eskalasi dan mengatakan: "Bentrokan langsung antara NATO dan Rusia akan selangkah lagi menuju Perang Dunia III skala penuh."

Pakar Geopolitik: Prancis Tak Siap Perang Lawan Rusia

Pakar Geopolitik: Prancis Tak Siap Perang Lawan Rusia

Pakar keamanan dan geopolitik yang berbasis di Moskow Mark Sleboda mencibir sesumbar Prancis yang mengeluarkan opsi mengirimkan tentara ke Ukraina untuk membantu Kyiv melawan pasukan Rusia. Pengerahan tentara Prancis ke Odesa, Ukraina, jika benar-benar dilakukan, menurutnya akan sia-sia.

Untuk diketahui, Kepala Intelijen Luar Negeri Rusia Sergey Naryshkin mengatakan pada hari Selasa bahwa sekitar 2.000 tentara Prancis sedang dipersiapkan untuk ditempatkan di wilayah Odessa.

Menurut Sleboda, tingkah Presiden Emmanuel Macron itu dipicu keyakinan bahwa jika tentara Prancis terbunuh oleh pasukan Rusia di Odessa, maka hal itu akan menciptakan lebih banyak dukungan di dalam negeri dan membantu memobilisasi secara politik negara-negara Eropa lainnya untuk ikut berperang di Ukraina.

"Saya pikir jika Macron mengirim pasukannya ke Odessa, jelas bukan kekuatan yang mampu melawan Rusia dalam pertarungan sengit di medan perang, tetapi sebagai semacam kekuatan manusia. Ini sama saja dengan NATO, seperti seekor anjing, yang kencing di Odessa, menandainya sebagai wilayah NATO," kata Sleboda kepada program The Critical Hour dari Sputnik, yang dilansir Kamis (21/3/2024).

Jika tentara Prancis yang merupakan anggota NATO terbunuh di Ukraina, kata dia, maka hal itu akan membawa konflik ke tingkat yang lebih tinggi. Sleboda meramalkan bahwa akan ada "permainan perang informasi" yang sangat besar, yang sasarannya adalah rakyat Prancis dan negara-negara anggota NATO lainnya.

Dia mencatat, Finlandia, Republik Ceko, negara-negara Baltik dan Kanada semuanya telah menyatakan bahwa mereka akan melakukan hal yang sama, yakni bergabung dengan Prancis. Pada hari Selasa, Kepala Staf Angkatan Darat Prancis Jenderal Pierre Schill mengatakan dalam sebuah opini di Le Monde bahwa pasukannya siap untuk menanggapi pertempuran terberat dan menegaskan bahwa negaranya dapat melibatkan divisi 20.000 tentara dalam waktu 30 hari.

Namun, Sleboda menilai sebaliknya. "Dia salah. Tentara Prancis pastinya tidak siap menghadapi hal ini," kata Sleboda, mengomentari pernyataan sang jenderal. "Jika mereka terlibat dalam konflik berintensitas tinggi seperti yang dilakukan rezim Kyiv, yang menembakkan lebih sedikit peluru artileri dibandingkan Rusia, maka Prancis akan memiliki cukup peluru artileri untuk empat hari konflik dengan Rusia. Hanya empat hari," terang Sleboda.

Sebagai perbandingan, Rusia memiliki lebih dari 600.000 tentara yang dikerahkan di zona perang Ukraina, menurut analisis Rusia dan Barat. "Ada kemungkinan Prancis percaya bahwa Rusia tidak akan menembaki pasukan Prancis ini, (karena) mereka mengenakan seragam, karena takut menyerang anggota NATO, meskipun tentu saja Pasal Lima NATO tidak berlaku," papar Sleboda.

Pasal Lima NATO adalah klausul yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota NATO akan berarti serangan terhadap seluruh anggota aliansi, sehingga akan memicu respons kolektif. Sementara, Moskow telah menyatakan bahwa jika pasukan Prancis berperang di Ukraina, mereka adalah target sah untuk dihancurkan.

Ancaman Rusia: Habisi Tentara Prancis hingga Nuklir Paris

Ancaman Rusia: Habisi Tentara Prancis hingga Nuklir Paris

Rusia mengeluarkan ancaman yang tidak main-main bagi pasukan Prancis jika benar-benar diterjunkan ke medan laga Ukraina. Pasukan Rusia akan menghabisi seluruh tentara Prancis yang dikerahkan untuk berperang di Ukraina.

Ancaman itu disampaikan Wakil Ketua Parlemen Rusia Pyotr Tolstoy dalam sebuah wawancara dengan jaringan televisi Prancis; BFM TV. "Kami akan membunuh seluruh tentara Prancis yang akan datang ke tanah Ukraina karena saat ini, selama konflik di Ukraina, terdapat 13.000 tentara bayaran, termasuk 360 tentara Prancis," kata Tolstoy.

"Seratus empat puluh tujuh orang telah terbunuh, jadi 147 warga Prancis terbunuh di Ukraina," ujarnya, yang dilansir Newsweek, Jumat (22/3/2024).

Ancaman keras itu muncul setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron pekan lalu kembali menyuarakan kemungkinan pengiriman pasukan darat ke Ukraina. Macron mengatakan "tidak ada batasan" dalam dukungan Paris terhadap Kiev. "Kita tidak dapat mengesampingkan opsi karena keamanan Eropa dan keamanan rakyat Prancis dipertaruhkan di sini," ujarnya.

Tak hanya mengancam akan menghabisi seluruh tentara Prancis yang masuk Ukraina, Tolstoy juga menggemakan ancaman perang nuklir yang sebelumnya dilontarkan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Kepada BFM TV, Tolstoy mengatakan bahwa Rusia sedang mempertimbangkan kemungkinan serangan nuklir terhadap Paris, dan bahwa Rusia "siap" untuk perang nuklir". "Yang penting secara historis bagi Rusia adalah menjamin keamanan negaranya," kata Tolstoy.

Tolstoy yang dikenal sebagai sekutu dekat Presiden Vladimir Putin, kepada BFM TV mengeklaim bahwa hulu ledak nuklir yang ditembakkan dari Rusia dapat mencapai Ibu Kota Prancis, Paris, dalam hitungan menit saja. "Kurang lebih dua menit," ujarnya.

Beberapa hari sebelumnya, pada 14 Maret, Macron mengatakan dalam sebuah wawancara di televisi nasional Prancis; TF1 dan France 2, bahwa meskipun pasukan Barat tidak diperlukan di Ukraina saat ini, dia tidak menutup kemungkinan akan mengirimkan pasukan darat ke negara yang dilanda perang tersebut di masa depan.

"Kita tidak berada dalam situasi seperti itu saat ini," kata Macron, seraya menambahkan bahwa semua opsi ini mungkin dilakukan. "Saat ini, untuk mencapai perdamaian di Ukraina, kita tidak boleh lemah," katanya.

Macron mengatakan, jika perang menyebar ke Eropa, maka itu akan menjadi pilihan dan tanggung jawab Rusia. Dia menambahkan bahwa jika Rusia memenangkan perang ini, kredibilitas Eropa akan jatuh ke titik nol.

Putin bulan lalu memperingatkan bahwa Rusia tidak akan membiarkan siapa pun ikut campur dalam urusannya."Kekuatan nuklir strategis negara berada dalam kondisi kesiapan penuh," kata Putin.
(fjo)