Balas AS, Moskow Pertimbangkan Kirim Senjata Nuklir ke Kuba
Rencana Amerika Serikat (AS) menempatkan senjata nuklir di Inggris menuai reaksi keras dari Rusia. Parlemen negara itu mendesak pemerintah mengerahkan senjata nuklirnya di negara-negara sahabat di dekat AS, seperti Kuba.
Desakan tersebut disampaikan anggota Parlemen Aleksey Zhuravlev sebagai pembalasan atas rencana Washington untuk memindahkan nuklir taktisnya ke Eropa. Pengerahan senjata nuklir ke Eropa itu bertujuan untuk melawan peningkatan ancaman dari Rusia.
Dalam sebuah postingan di Telegram, Zhuravlev - Wakil Ketua Pertama Komite Pertahanan Parlemen Rusia dan pemimpin Partai Rodina - mengatakan bahwa Inggris memiliki senjata nuklir sendiri, dan AS telah mengerahkan sebagian dari persenjataan nuklirnya ke beberapa negara Eropa yang dekat dengan Rusia. "Oleh karena itu, kecil kemungkinannya bahwa pengerahan tambahan (senjata nuklir ke Inggris) akan berdampak pada lanskap militer-politik," kata Zhuravlev, seperti dikutip dari RT, Selasa (30/1/2024).
Namun demikian, sebagai balasan, politisi tersebut mendesak agar Moskow mempertimbangkan untuk mengerahkan senjata nuklirnya lebih dekat ke AS. "Mengirimkannya ke negara-negara sahabat seperti Kuba, Venezuela, dan Nikaragua," ujarnya.
Zhuravlev mengakui, bagaimanapun, bahwa sistem persenjataan telah membuat lompatan besar dalam beberapa tahun sejak Krisis Rudal Kuba pada tahun 1962. "Rudal hipersonik Rusia yang diluncurkan dari wilayah kami akan mencapai AS lebih cepat daripada rudal subsonik yang diluncurkan dari wilayah Amerika," ujarnya.
Dia juga menunjukkan bahwa Rusia memiliki penerbangan strategis serta persenjataan kapal selam yang luas yang ditempatkan di lokasi yang tidak diketahui di seluruh lautan dunia. "Kami mempunyai cara untuk menanggapi setiap gangguan yang dilakukan AS dan NATO, yang mereka kendalikan," tegas Zhuravlev.
Kementerian Luar Negeri Rusia sebelumnya telah memperingatkan bahwa Moskow akan terpaksa melakukan tindakan balasan jika hulu ledak nuklir Amerika kembali ke Inggris. Rusia juga berulang kali menuduh Barat memicu ketegangan di Eropa.
Sementara itu, sejumlah pejabat Barat - termasuk dari Inggris, Jerman, Estonia, dan bahkan ketua Komite Militer NATO, semakin memanaskan suasana dengan membuat pernyataan mengenai dugaan serangan Rusia terhadap Eropa dalam beberapa tahun mendatang. Para pejabat tersebut meminta pemerintah dan warga negara Barat untuk mempersiapkan diri menghadapi konflik besar dengan Moskow.
Namun Rusia dengan keras membantah adanya rencana untuk menyerang negara-negara tetangganya di Eropa. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut klaim tersebut sebagai tipuan. Presiden Rusia Vladimir Putin juga menepis klaim tersebut. "Moskow tidak tertarik secara geopolitik, ekonomi atau militer untuk melancarkan perang melawan NATO," tegasnya. Sebaliknya, kata Putin, Rusia lebih memilih untuk meningkatkan hubungan dengan blok yang dipimpin AS.