APBN Dihemat, Ekonomi Semakin Berat

APBN Dihemat, Ekonomi Semakin Berat

Mohammad Faizal
Sabtu, 08 Februari 2025, 15:03 WIB

Melalui Inpres No 1/2025 tentang efisiensi TA 2025, Presiden Prabowo Subianto memutuskan memangkas belanja pemerintah pusat dan daerah senilai Rp306,69 triliun.

Belanja Disunat Rp306 Triliun, K/L Serabutan Lakukan Penghematan

Belanja Disunat Rp306 Triliun, K/L Serabutan Lakukan Penghematan

Quotes: "Saya minta kebesaran hati. Ada prioritas kita, mungkin kementerian/lembaga sebagian tidak akan mendapatkan anggaran yang dicita-citakan saat ini" (Presiden Prabowo Subianto)

"Efisiensi atas Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp306.695.177.420.000,00 (tiga ratus enam triliun enam ratus sembilan puluh lima miliar seratus tujuh puluh tujuh juta empat ratus dua puluh ribu rupiah)," demikian tertulis dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2025 yang diteken Presiden Prabowo Subianto tanggal 22 Januari 2025.

Inpres No 1/2025 ini ditujukan bagi para menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian, para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, para Gubernur, dan para Bupati atau Wali Kota.

Dalam diktum pertama Inpres itu disebutkan, para penerima instruksi tersebut diharuskan Prabowo untuk melakukan kajian sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing, dalam rangka efisiensi atas anggaran belanja kementerian atau lembaga (K/L) dalam APBN 2025, APBD 2025, dan Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2025 dengan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara, diktum kedua efisiensi tersebut terdiri dari Anggaran belanja K/L Tahun Anggaran 2025 sebagaimana dimaksud dalam Diktum kesatu angka 1 sebesar Rp256.100.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh enam triliun seratus miliar rupiah). Transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Diktum kedua angka 3 sebesar Rp50.595.177.420.000,00 (lima puluh triliun lima ratus sembilan puluh lima miliar seratus tujuh puluh tujuh juta empat ratus dua puluh ribu rupiah).

Baca Juga: Rapor 100 Hari Kabinet Prabowo-Gibran

Kemudian, diktum ketiga Inpres itu menginstruksikan seluruh menteri dan pimpinan lembaga untuk melakukan identifikasi rencana efisiensi belanja K/L sesuai besaran yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

Identifikasi rencana efisiensi itu meliputi belanja operasional dan non operasional sekurang-kurangnya terdiri atas belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin. Namun, identifikasi rencana efisiensi ini tidak termasuk untuk belanja pegawai dan belanja bantuan sosial.

Setelah identifikasi selesai dilakukan, para menteri dan pimpinan lembaga diharuskan menyampaikan hasil identifikasi rencana efisiensi anggaran kepada mitra komisi masing-masing di DPR untuk mendapat persetujuan. Lalu, menyampaikan usulan revisi anggaran berupa blokir anggaran sesuai besaran efisiensi anggaran masing-masing K/L yang telah mendapat persetujuan kepada Menteri Keuangan paling lambat 14 Februari 2025.

Selanjutnya, untuk para gubernur dan bupati atau walikota, Prabowo haruskan untuk membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar atau FGD. Kemudian, mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50%.

Belanja Disunat Rp306 Triliun, K/L Serabutan Lakukan Penghematan

Prabowo juga mengharuskan kepala daerah untuk membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada peraturan presiden mengenai standar harga satuan regional. Selanjutnya mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.

Mereka juga diharuskan untuk memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antara perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya.

Merespons instruksi penghematan tersebut, kementerian dan lembaga (K/L) pun langsung melakukan evaluasi penggunaan anggarannya. Target penghematan tiap kementerian dan lembaga berbeda-beda, disesuaikan dengan anggaran yang diterima. Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) misalnya, diminta menghemat anggaran hingga 73 persen. Artinya, kementerian yang dipimpin Dody Hanggodo ini harus melakukan efisiensi anggaran hingga Rp81 triliun.

Sementara, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman disinyalir diminta memangkas anggaran sebesar Rp3,66 triliun atau 69,4% dari pagu sebesar Rp5,27 triliun di APBN 2025. Lalu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) diminta memangkas anggaran hingga 35,72%. Kementerian yang dipimpin Nusron Wahid ini akan melakukan efisiensi hingga Rp2,3 triliun dari anggaran Rp6,4 triliun yang ditetapkan sebelumnya.

Baca Juga: Tetap Tumbuh di Tengah Tantangan Ketidakpastian

Kabar pengiritan anggaran juga muncul dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora). Dari total anggaran yang ditetapkan sebesar Rp2,3 triliun, Kemenpora harus memangkas anggaran hingga Rp1,4 triliun. Penghematan juga dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang diminta berhemat Rp2,7 triliun dari total anggaran sebesar Rp4,8 triliun yang diterima pada 2025.

Kemudian, efisiensi anggaran di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk Tahun Anggaran 2025 nilainya mencapai 57,46%. Dipotong lebih dari separuh, Kemendagri hanya memperoleh anggaran Rp2,7 triliun dari total pagu sebesar Rp4,7 triliun tahun ini. Bahkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun tak luput dari penghematan besar-besaran. Dari total anggaran yang ditetapkan untuk 2025 sebesar Rp53,1 triliun, Kemenkeu diminta melakukan efisiensi sekitar Rp12 triliun.

Selain kementerian, sejumlah badan dan lembaga pun terkena dampak instruksi tersebut. Badan Pangan Nasional (Bapanas) misalnya, dikenai pemotongan lebih dari separuh anggarannya, yakni sekitar Rp198,4 miliar dari anggaran semula Rp329,9 miliar. Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) juga tak luput dari penghematan. Badan yang mengurusi proyek kebanggaan mantan Presiden Joko Widodo ini sejatinya memiliki anggaran cukup besar, mencapai Rp6,39 triliun di 2025. Kini, badan itu harus merelakan dua pertiga anggarannya dipangkas, atau mencapai Rp4,81 triliun.

Mengenai pemangkasan anggaran besar-besaran itu, Presiden Prabowo pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Kantor Bappenas, Jakarta, akhir Desember lalu meminta pengertian semua pihak. Prabowo menegaskan, penghematan anggaran ini bukan tanpa sebab, tetapi karena pemerintah memiliki prioritas. Dia meminta kementerian dan lembaga, juga para kepala daerah untuk bersama-sama bekerja dan memprioritaskan kepentingan rakyat.

"Saya minta kebesaran hati. Ada prioritas kita, mungkin kementerian/lembaga sebagian tidak akan mendapatkan anggaran yang dicita-citakan saat ini," tuturnya.

Pemerintah Berhemat, Ekonomi Berpotensi Tersendat

Pemerintah Berhemat, Ekonomi Berpotensi Tersendat

Pemerintah memutuskan untuk melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun pada 2025. Penghematan anggaran tersebut berasal dari anggaran kementerian/lembaga (K/L) dan transfer ke daerah (TKD).

Anggaran tersebut nantinya untuk direlokasi ke kebutuhan program prioritas, seperti yang ada dalam Asta Cita dan quick win. Termasuk di dalamnya program ketahanan pangan dan makan bergizi gratis (MBG).

Namun, bagaimana dampak pemangkasan anggaran ini terhadap pertumbuhan ekonomi? Mengingat, belanja negara dipastikan ikut tersendat dengan penghematan anggaran besar-besaran.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menilai, alih-alih bisa mendorong pertumbuhan ekonomi 5%, keputusan pemerintah untuk memangkas anggaran jelas akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Menurut Esther, target pertumbuhan ekonomi 5% akan sulit dicapai apabila anggaran belanja pemerintah susut. Sebab, dia mengatakan, belanja pemerintah menjadi salah satu komponen utama yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Saya rasa akan berat tercapai jika ada pemangkasan anggaran karena menurut teori salah satu komponen pendorong pertumbuhan ekonomi adalah belanja pemerintah," ungkap Esther.

Hal ini menurutnya akan semakin diperburuk dengan adanya pelemahan daya beli masyarakat. Faktor pemberat lainnya yang juga turut berperan dalam tersendatnya pertumbuhan ekonomi adalah karena kenaikan tarif pajak yang belum lama ini diputuskan oleh pemerintah.

Esther menilai, langkah yang perlu diambil pemerintah untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 5% adalah dengan meningkatkan investasi serta ekspor komoditas dalam negeri. Dengan dua hal tersebut, menurut Esther, masih realistis bagi Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang ditargetkan.

"Investasi dan ekspor menjadi tumpuan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi sustain. Tapi saya rasa ekspor hanya akan naik jika ada comodity boom price. Sebaiknya volume ekspor dinaikkan dan produk ekspor harus punya nilai tambah artinya diolah dulu," tandasnya.

Sementara itu, Ekonom yang juga Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai aksi penghematan anggaran di era Presiden Prabowo Subianto ini menunjukkan bahwa pemerintah masih belum menerapkan skema money follow program dalam anggaran.

Menurut Huda, masih banyak program yang sebenarnya tidak perlu anggaran besar, tapi mendapatkan anggaran jumbo. Perencanaan anggaran seperti ini menghasilkan anggaran yang tidak efisien.

"Banyak anggaran yang tidak terserap dengan baik. Atau ada program yang membutuhkan anggaran besar tapi tidak disetujui oleh pimpinan dan akhirnya anggarannya sangat minim," ungkap Huda.

Dia menilai ada ketidaksinkronan antara program dengan anggaran yang didapatkan. Kejadian tersebut menurutnya juga tetap berulang setiap tahunnya.

"Kenapa anggaran ATK (sekarang bisa) dilakukan efisiensi hingga 90%? Artinya dengan 10% saja sudah cukup sebenarnya. Kenapa baru sekarang diminta efisien hingga 90%?," tanya Huda.

Maka, Huda mengatakan, pemerintah harus menyisir terlebih dahulu program-program yang memang tidak sesuai dengan anggarannya, untuk kemudian dievaluasi dampak yang terjadi jika dilakukan efisiensi.

"Dampak ini bisa dari dampak makro, ataupun dampak terhadap pelayanan publik. Jika terasa dampak negatifnya terlampau besar ya ada adjustment untuk menolak efisiensi anggaran. Karena jika terkait dengan pelayanan publik, publik juga yang akan terkena dampak negatifnya," tegasnya.

Sementara, lanjut Huda, efisiensi anggaran untuk program yang kurang berdampak seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan sejumlah proyek strategis nasional (PSN) harus dilakukan.

"Kita dukung efisiensi anggaran untuk program yang memang tidak berdampak seperti IKN dan program infrastruktur PSN. Tapi untuk pelayanan publik dan keperluan masyarakat luas saya harus bilang jangan dikurangi," tandasnya.

Huda mengingatkan, jika pelayanan publik dan keperluan masyarakat luas dikurangi, maka yang terjadi adalah dampak negatif ke perekonomian. "Pertumbuhan ekonomi sulit mencapai 5% jika pemangkasan anggaran dilakukan tidak secara cermat. Harus diukur dampak dan multiplier effect-nya ke ekonomi," pungkasnya.

Ekonom BCA David Sumual sedikit lebih positif dalam menanggapi langkah penghematan pemerintah tersebut. Dia mengakui bahwa aksi mengirit anggaran tersebut bisa memberikan dampak negatif bagi sejumlah sektor. Salah satunya, kegiatan yang melibatkan pertemuan, perjalanan, konferensi, dan pameran dalam industri pariwisata serta perhotelan.

"Penghematan ini berpotensi memberikan dampak negatif pada sektor-sektor yang bergantung pada belanja pemerintah, seperti industri MICE dan perhotelan," kata David saat dihubungi SINDOnews, Selasa (4/2/2025).

Namun, di sisi lain menurutnya penghematan ini memberikan sentimen positif bagi pengelolaan fiskal dan memungkinkan penggunaan anggaran yang lebih efisien untuk mendukung program prioritas, seperti Makan Bergizi Gratis, serta keberlanjutan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Langkah ini menjadi semakin penting mengingat pemerintah sebelumnya telah membatalkan rencana penerapan PPN 12% yang seharusnya dapat menambah anggaran sebesar Rp75 triliun," tuturnya.

Meski ada kebijakan penghematan, David menilai target pertumbuhan ekonomi 5% tahun ini masih realistis, terutama jika ada pengalihan anggaran dari pos yang kurang produktif ke program prioritas yang dapat mendorong aktivitas ekonomi.

"Program prioritas yang mendapat alokasi lebih besar berpotensi menjadi salah satu faktor utama dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke depan," pungkas David. (Anggie Ariesta/Tangguh Yudha)

Nasib Pembangunan Infrastruktur Saat Anggaran Kena Gempur

Nasib Pembangunan Infrastruktur Saat Anggaran Kena Gempur

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menjadi salah satu kementerian yang anggarannya dipangkas demi efisiensi besar-besaran. Kementerian PU harus merelakan anggarannya dipotong Rp81,38 triliun dari pagu yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp110,95 triliun.

Dengan efisiensi tersebut, total anggaran yang diterima Kementerian PU hanya Rp29 triliun untuk tahun 2025. Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti mengakui, pemangkasan anggaran ini akan berdampak pada pembangunan sejumlah infrastruktur yang tertunda pada tahun 2025, terutama untuk jalan, bendungan, hingga pembangunan irigasi baru untuk persawahan.

"Tentunya terganggu (pemangkasan anggaran). Pembangunan jalan terganggu, bendungan terganggu, irigasi terganggu, bangunan juga terganggu semuanya. Kita harus berbagi yang mana yang kita pilih untuk di prioritaskan," kata Diana di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (31/1/2025).

Diana mengungkapkan, sisa anggaran sebesar Rp29 triliun itu sebesar 50% digunakan untuk operasional. Sedangkan belanja infrastruktur hanya mendapatkan porsi 24%, dan sisanya untuk pembayaran Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) dan SBSN, dan Hibah Luar Negeri (HLN).

"Kan kita harus berbagi yang mana yang kita pilih untuk diprioritaskan, karena yang harus dijalankan untuk yang HLN karena sudah committed, kemudian SBSN juga sudah commited juga. Nah kalau yang itu tidak bisa diganggu gugat," jelasnya.

Di samping pengeluaran tadi, belanja pegawai juga tidak dapat diganggu sebagai pos efisiensi penggunaan anggaran. Karena itu, salah satu program yang akan diefisienkan adalah pembangunan infrastruktur.

Wakil Ketua Komisi V DPR Syaiful Huda menilai, pemangkasan anggaran besar-besaran di Kementerian PU bakal berbuntut panjang. Sejumlah pembangunan infrastruktur strategis dipastikan bakal tersendat.

"Pengurangan anggaran itu pasti berdampak pada keberlanjutan pembangunan infrastruktur strategis seperti jalan, bendungan, hingga irigasi. Kami tentu menunggu strategi baru pembangunan infrastruktur dari Pemerintah karena tidak mungkin pembangunan tanpa dukungan infrastruktur memadai," ujarnya.

Pemangkasan anggaran di Kemen PU, lanjut Huda menandai terjadinya pergeseran strategi pembangunan di era Presiden Prabowo Subianto. Jika sebelumnya Presiden Joko Widodo berfokus pada pembangunan infrastruktur, saat ini hal itu tampaknya tak lagi jadi prioritas.

"Tentu ini menarik untuk ditunggu bagaimana strategi pembangunan infrastruktur di era Presiden Prabowo dengan adanya pemangkasan besar-besar anggaran di Kementerian PU," katanya.

Namun demikian, pemangkasan anggaran infrastruktur oleh pemerintah tak melulu dinilai negatif. Bahkan, hal itu dinilai sebagai peluang baru bagi pelaku usaha konstruksi , khususnya UMKM daerah. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Andi Rukman Karumpa.

"Saya tetap optimistis pembangunan infrastruktur akan tetap berjalan. Tentu Presiden Prabowo ingin fokus dalam menjalankan Asta Cita, yang tentu juga memerlukan dukungan infrastruktur," ujar Andi.

Andi menambahkan, Presiden Prabowo juga telah berjanji untuk memberikan ruang lebih besar bagi swasta untuk terlibat dalam proyek infrastruktur. Menurutnya, ini adalah momentum yang tepat bagi UMKM konstruksi daerah untuk ikut ambil bagian.

"Kalau kita lihat banyak akses jalan desa hingga kecamatan yang seharusnya menjadi peluang bagi UMKM konstruksi daerah. Belum lagi program pembangunan 3 juta rumah, mana UMKM konstruksi daerah juga bisa ikut ambil bagian," ujarnya.

Andi menambahkan, proyek pembangunan perumahan di perkotaan cenderung melibatkan investor besar, termasuk dari luar negeri. Namun, pembangunan rumah di perdesaan seharusnya dapat menjadi lahan bagi UMKM konstruksi daerah agar memberikan efek berganda yang positif bagi perekonomian lokal.
"Tidak hanya itu, UMKM konstruksi daerah juga bisa berkontribusi terhadap program lain seperti perbaikan sarana sekolah, pembangunan ruang kelas baru, perbaikan puskesmas, dan pembangunan jembatan di desa-desa," tuturnya.

Karena itu, dia berharap Prabowo dapat memberikan ruang lebih luas bagi UMKM konstruksi daerah untuk berkontribusi dalam berbagai proyek infrastruktur di bawah Asta Cita. "Kami berharap sekali kepada Bapak Presiden agar melibatkan UMKM konstruksi daerah sehingga roda perekonomian daerah bisa kembali menggeliat," kata Andi.

Sektor MICE Ketar-ketir, Pengusaha Minta Pemerintah Kaji Ulang

Sektor MICE Ketar-ketir, Pengusaha Minta Pemerintah Kaji Ulang

Penghematan yang dilakukan pemerintah dalam belanja negara Tahun Anggaran 2025 membuat pengusaha ikut ketar-ketir. Salah satu yang paling khawatir adalah mereka yang bergerak di industri meeting, incentive, convention and exhibitin (MICE).

Kekhawatiran itu antara lain disuarakan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)terkait kebijakan pemerintah yang mulai memangkas anggaran perjalanan dinas. Diungkap Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, kebijakan itu dipastikan bakal memberikan dampak yang signifikan pada industri ini.

Maulana menyampaikan, pengetatan anggaran perjalanan dinas akan membuat industri hotel dan restoran babak-belur. Bukan tanpa alasan, mengingat kontribusi revenue perjalanan dinas pemerintah di hotel cukup besar, sekitar 10-60%, bahkan di beberapa daerah angkanya sampai 70-80%.

"Kalau kita perhatikan, (tamu) pemerintah itu yang mendominasi. Dia menginap atau (menyelenggarakan) pertemuan. Nah dengan adanya pengetatan keanggaran tentu segmen market dari pemerintah itu lah yang akan hilang. Jauh sangat berkurang. Dampaknya itu cukup dalam," katanya saat dihubungi, Kamis (6/2/2025).

Terlebih untuk aktivitas pertemuan, menurut Maulana, dari sisi makanan dan minuman (F&B) dampaknya sangat besar terhadap pendapatan. Di samping itu juga industri lainnya seperti event organizer juga turut terkena getahnya, mengingat acara pertemuan mayoritas menggunakan jasa event organizer dalam pelaksanaannya.

"Dampak itu bukan hanya dirasakan hotel karena hotel itu memiliki ekosistem dari binis yang biasanya mereka Ikut memenuhi kebutuhan dari hotel itu sendiri. Bisnis makanan, kebutuhan kamar, kebutuhan kamar mandinya, linennya, hotel secara umum yang pada akhirnya juga pasti yang terdampak adalah karyawan," sebutnya.

Maulana mengungkap, karyawan akan menjadi korban jika kebijakan pengetatan anggaran perjalanan dinas terus diberlakukan. Dengan bisnis yang terseok-seok, dapat dipastikan industri hotel bakal melakukan efisiensi atau pemutusan hubungan kerja karena marketnya memang sudah hilang.

"Dengan adanya kebijakan pengetatan anggaran perjalanan dinas itu kan berarti hotel akan melakukan efisiensi besar-besaran. Jadi kami berharap disini Pemerintah dapat me-review kembali kebijakan tersebut karena dampaknya bisa cukup luas kepada masyarakat. Apalagi kita harus ingat Indonesia itu beragam ada lebih dari 500 kabupaten kota, 38 provinsi," pungkasnya.

Kekhawatiran para pelaku usaha di sektor itu dimaklumi oleh Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Dia mengatakan, efisiensi anggaran dapat berdampak negatif ke sektor MICE, di mana sebagian besar pelaku usahanya mengandalkan pendapatan dari acara atau kegiatan yang digelar pemerintah.

"Bahkan, setelah pandemi kondisi pendapatan dari sektor MICE belum sepenuhnya pulih. Khawatir ada risiko PHK di sektor jasa akomodasi dan makan minum imbas efisiensi belanja pemerintah ini," ujarnya kepada media.

Bhhima berhitung, dampak ekonomi dari berkurangnya pendapatan sektor MICE di antaranya potensi kehilangan lapangan kerja mencapai 104.000 orang. Kemudian, dari sisi PDB potensi MICE terancam hingga Rp103,9 triliun.

Dia mengatakan, sulit jika industri ini berharap hanya dari wisatawan mancanegara, khususnya di tengah gejolak geopolitik dan ekonomi global saat ini. Belanja pemerintah, tegas dia, memang diharapkan jadi motor pemulihan sektor MICE.

Terkait risiko yang muncul bagi sektor usaha ini, Bhima menyampaikan perlu paket kebijakan khusus sebagai kompensasi potensi kehilangan pendapatan akibat kebijakan penghematan tersebut. Paket kebijakan khusus itu, ujar dia, semisal pemangkasan PPh 21 bagi karyawan, diskon tarif listrik, hingga fasilitasi promosi event internasional. (Tangguh Yudha)
Author
Mohammad Faizal