Akhir Perjalanan Jiwasraya, Asuransi Jiwa Tertua Indonesia
Mohammad Faizal
Rabu, 28 Agustus 2024, 10:40 WIB
Setelah melalui proses panjang restrukturisasi, sejarah panjang PT Asuransi Jiwasraya sebagai asuransi jiwa tertua di Indonesia berakhir dengan likuidasi.
Nestapa Jiwasraya, Asuransi Jiwa Tertua di Indonesia
Foto: wikipedia
Menilik sejarahnya, PT Asuransi Jiwasraya patut menyandang sebutan sebagai perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia. Berawal dari perusahaan asuransi besutan Belanda yang kemudian dinasionaliasi pemerintah Indonesia, Jiwasraya mengantongi sejarah perjalanan lebih dari seabad.
Adalah Nederlandsch-Indiesche Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij atau biasa disingkat menjadi NILLMIJ yang didirikan Belanda pada pada tanggal 31 Desember 1859 yang menjadi cikal bakal Jiwasraya. Perusahaan asuransi jiwa pertama di Hindia Belanda itu kemudian resmi dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960.
Selanjutnya, pada tahun 1961, NILLMIJ digabung dengan delapan perusahaan asuransi jiwa lain yang juga dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia untuk membentuk PN Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera. Pada tahun 1965, PN Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera dilebur kembali ke dalam PN Asuransi Djiwasraja.
Baca Juga: SINDOscope-Reshuffle di Penghujung Kekuasaan PT Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional yang dikuasai oleh pemerintah Indonesia kemudian juga diintegrasikan ke dalam perusahaan ini. Kemudian, pada tanggal 23 Maret 1973, status perusahaan ini resmi diubah menjadi persero.
Kinerja asuransi jiwa terbesar milik pemerintah ini awalnya baik-baik saja. Namun, akibat pengelolaan yang tak transparan, penempatan investasi yang buruk, keuangan perusahaan pun keropos. Sampai kemudian perusahaan tersandung kasus gagal bayar atas klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan pada Oktober 2018.
Buntut dari gagalnya membayar klaim polis tersebut, Jiwasraya kemudian mengalami tekanan likuiditas yang menggerus asetnya. Keuangan perusahaan terus memburuk. Ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019 dan terus memburuk. Pada 2020 rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) pun berada pada posisi minus.
Penyelidikan pun dibuka, dan tindakan hukum diambil setelah pemegang saham melaporkan dugaan penyelewengan ini ke Kejaksaan Agung. Seiring dengan itu, upaya penyelamatan pun dilakukan melalui program restrukturisasi dan membentuk perusahaan baru, IFG Life.
Setelah mengucurkan penyertaan modal hingga puluhan triliun ke IFG, proses restrukturisasi kini mendekati akhir dengan lebih dari 99% pemegang polis telah dialihkan ke IFG dan menyetujui skema yang ditawarkan. Setelah semuanya rampung, berakhir pula perjalanan Jiwasraya dengan rencana likuidasi yang telah disiapkan.
Segera Dibubarkan, Bagaimana Nasib Nasabah Jiwasraya?
Seiring hampir rampungnya proses restrukturisasi, nasib PT Asuransi Jiwasraya pun mendekati akhirnya. Kementerian BUMN berencana melikuidasi asuransi jiwa pelat merah ini bulan September mendatang.
Berdasarkan informasi dari manajemen Jiwasraya, saat ini hampir seluruh pemegang polis atau sebanyak 99,6% telah menyetujui skema restrukturisasi polis dan sudah dialihkan polisnya kepada PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life). IFG Life selanjutnya akan meneruskan pertanggungan pemegang polis eks-Jiwasraya dengan produk yang lebih sehat sesuai dengan ketentuan polis sehingga hak-hak pemegang polis dapat lebih terjamin di IFG Life.
Namun, masih terdapat sekitar 0,4% pemegang polis Jiwasraya yang belum menyetujui skema restrukturisasi. Lalu, bagaimana nasib mereka?
Terkait dengan itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa pihaknya terus mendorong Jiwasraya untuk menyelesaikan penanganan penyelamatan pemegang polis secara komprehensif.
"OJK telah meminta manajemen Jiwasraya sejak 2020 untuk mengatasi ketidakmampuan Jiwasraya memenuhi kewajiban kepada pemegang polis karena besarnya defisit keuangan saat itu," kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa dalam keterangan resminya.
Untuk menangani defisit keuangan tersebut, lanjut Aman, OJK telah meminta Jiwasraya menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang telah mendapatkan persetujuan pemegang saham dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait.
"RPK dimaksud telah disesuaikan terakhir melalui Rencana Tindak yang disampaikan kepada OJK pada 2023 dengan pertimbangan pada aspek pelindungan konsumen, dalam hal ini kepentingan seluruh pemegang polis," jelas Aman.
RPK dimaksud, kata Aman, pada pokoknya memuat skema restrukturisasi polis yang memberikan pilihan secara sukarela kepada seluruh pemegang polis Jiwasraya, untuk dilakukan penyesuaian liabilitas di masa yang akan datang dengan struktur produk yang lebih sehat dan relevan dengan kondisi terkini.
Dalam hal pemegang polis Jiwasraya menyetujui skema dimaksud, polis tersebut akan dialihkan ke IFG Life. Dalam hal ini, untuk mendukung kemampuan IFG Life membayarkan kewajibannya kepada pemegang polis eks-Jiwasraya yang telah menyetujui restrukturisasi tersebut, IFG Life telah mendapatkan tambahan modal yang cukup dari pemegang sahamnya.
Karena itu, kata dia, sebanyak 68% pemegang polis yang semula menolak telah menyetujui skema restrukturisasi tersebut. Terkait 0,3% pemegang polis Jiwasraya yang tidak menyetujui skema restrukturisasi, menurut Aman, Jiwasraya akan tetap mengimbau kepada para pemegang polis ini untuk mengikuti skema restrukturisasi.
Namun demikian, bagi pemegang polis yang tidak menyetujui skema restrukturisasi dan kemudian menempuh proses hukum dengan menggugat Jiwasraya, lanjut dia, maka OJK pun menghormati seluruh proses hukum yang berjalan. Karena itu, OJK juga mengimbau para pihak termasuk Jiwasraya untuk menghormati proses hukum yang berjalan dan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Di bagian lain, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga sebelumnya mengatakan bahwa proses restrukturisasi Jiwasraya berjalan baik. Menurutnya, likuidasi BUMN di bidang asuransi jiwa ini sesuai dengan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dan Peraturan OJK (POJK).
"Total nasabahnya itu untuk korporasi itu kemarin ada 5.686 korporasi. Kita berhasil melakukan restrukturisasi sebesar 99,6%. Bisa dikatakan 0,4% sisanya. Jadi berhasil banget ya, targetnya 85%, ternyata bisa," ucap dia.
Jiwasraya Dilikuidasi Nasib Karyawan dan Pensiunan Kini Tak Pasti
Sejarah panjang perusahaan asuransi pelat merah PT Asuransi Jiwasraya berakhir dengan keputusan pemerintah untuk melakukan likuidasi. Seiring dengan itu, ketidakpastian pun membayangi nasib karyawan hingga pensiunan asuransi jiwa tertua di Indonesia tersebut.
Menurut Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Jiwasraya R Mahelan Prabantarikso, akan ada pengurangan jumlah karyawan, meski tidak semuanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Setelah likuidasi, sebagian pegawai akan di-PHK dan sebagian lainnya dialihkan ke PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life).
"Kami memang akan melakukan rasionalisasi. Selain itu, kami juga memberikan kesempatan bagi pegawai untuk direkrut oleh BUMN lain, khususnya di IFG Life," ujar Mahelan, saat ditemui di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Mahelan memaparkan, sebelum sampai ke tahap likuidasi, perusahaan melewati beberapa tahapan terlebih dahulu, di antaranya pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, proses likuidasi hingga pelaporan likuidasi. "Mungkin pertama diawali dengan pembatasan kegiatan usaha. Setelah itu ada proses pencabutan izin usaha, dan proses likuidasi sampai pelaporan likuidasi, kita mengikuti ketentuan yang berlaku saja, intinya begitu," ujarnya.
Di bagian lain, sebanyak 2.300 pensiunan Jiwasraya pun menuntut kepastian pembayaran Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) senilai Rp371 miliar. Ribuan pensiunan yang tergabung dalam aliansi Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya Nasional (PPJ) Pusat itu meminta penjelasan ihwal kelanjutan pembayaran uang pensiun bulanan, jika likuidasi jadi dilakukan bulan depan.
Ketua Umum PPJ Pusat De Yong Adrian mengatakan, sampai saat ini para pensiunan Jiwasraya yang berjumlah lebih kurang 2.300 orang peserta belum mendapatkan gambaran yang pasti, baik dari pemerintah maupun manajemen Jiwasraya.
"Belum ada gambaran yang pasti tentang bagaimana kelanjutan pembayaran uang pensiun bulanannya jika sampai terjadi DPPK Jiwasraya juga dibubarkan,” ujar De Yong Adrian melalui keterangan pers, Senin (26/8/2024).
Menurut dia, kondisi DPPK Jiwasraya saat ini defisit pendanaan (insolven). Defisit DPPK Jiwasraya berdasarkan laporan aktuaris untuk valuasi aktuaria per 31 Desember 2023 sebesar Rp371 miliar. Defisit pendanaan dalam dana pensiun terjadi ketika kewajiban aktuaria atau manfaat pensiun sekarang dan yang akan datang melebihi kekayaan dana pensiun.
"Sesuai ketentuannya pemberi kerja wajib memberikan iuran tambahan untuk memenuhi pendanaan, apabila hingga akhir 2024 Jiwasraya selaku pendiri DPPK tidak memberikan iuran tambahan untuk memenuhi defisit pendanaan pada DPPK Jiwasraya, dipastikan defisit pendanaan 2024 bisa terjadi perubahan yang signifikan yang diperkirakan akan lebih besar dari 2023," paparnya.
Apabila defisit pendanaan DPPK jiwasraya tidak dibayar sampai akhir 2024 ini, maka kemampuan likuiditas DPPK Jiwasraya untuk membayar uang pensiun bulanan kepada para pensiunan diperkirakan hanya sampai Mei 2025. Dengan demikian, pada Juni 2025, sebanyak 2.300 pensiunan Jiwasraya tidak lagi mendapatkan uang pensiun.
"Sungguh sangat menyedihkan dan memprihatinkan bagaimana nasibnya di kemudian hari, dan sejumlah +/- 7.000 orang pensiunan Jiwasraya beserta keluarganya akan menjadi korban dan menderita, sehingga akan menambah jumlah kemiskinan di negara kita," ujarnya.
Fraud Nyaris Rp50 Triliun, Pelajaran Berharga dari Jiwasraya
Kasus salah urus di perusahaan milik negara sejatinya menjadi pelajaran mahal yang amat berharga. Sebab, alih-alih memberikan sumbangsih bagi bangsa, BUMN salah kelola justrumenjadi beban negara.
Dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya, Kementerian BUMN membeberkan bahwa praktik penyelewengan alias fraud di dalam perusahaan asuransi pelat merah itu nilainya hampir menyentuh angka Rp50 triliun. Tak heran jika Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengakui bahwa perkara Jiwasraya merupakan salah satu kasus hukum besar di Indonesia. Tak salah pula jika pelakunya dipastikan dihukum seumur hidup.
"Pak Erick masuk temukan itu kasus Jiwasraya yang ternyata fraud-nya besar banget, hampir Rp50 triliun," ujar Arya saat ditemui di Kementerian BUMN, Kamis (22/8/2024). "Dan teman-teman juga sudah tahu bahwa yang melakukan fraud itu sudah dihukum oleh Pengadilan seumur hidup. Artinya memang ini kasus hukum yang besar, yang kita proses secara hukum," tandasnya.
BUMN asuransi jiwa ini dinilai telah salah klola sejak bertahun-tahun lalu. Praktik-praktik penipuan marak terjadi di internal perusahaan, di antaranya seperti menawarkan bunga yang tidak lazim, atau timbal balik yang tak layak.
"Jadi kita kembali lagi flashback ke belakang, bahwa karena asuransi ini ditangani dengan tidak benar, menawarkan bunga-bunga yang tidak layak, enggak lazim, timbal balik yang enggak lazim, makanya terjadi fraud seperti ini," ujarnya.
Adapun, kerugian negara dalam kasus Jiwasraya mencapai Rp16,81 triliun, angka ini dirilis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2020 lalu. BPK menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan pihak terkait atas proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan investasi saham dan reksa dana di Jiwasraya selama 2008-2018.
Setelah melalui proses restrukturisasi yang panjang sejak 2019, Kementerian BUMN selaku pemegang saham akhirnya berencana membubarkan Jiwasraya. Likuidasi BUMN bidang asuransi jiwa ini sesuai dengan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). "Jadi setelah berhasil hampir semua direstrukturisasi, ini akan dibubarkan. Perkiraan bulan September (2024)," tandasnya.