Ketika Azan Gunakan Pengeras Suara Dianggap Mengganggu
Ketika Azan Gunakan Pengeras Suara Dianggap Mengganggu
SM Said
Kamis, 24 Februari 2022, 17:28 WIB

Azan adalah bagian dari ibadah bagi seorang muslim. Hanya saja, jika hal itu dilakukan menggunakan pengeras suara (toa) dengan volume tinggi bisa jadi masalah.

Kisah Orang-orang yang Jadi Mualaf setelah Mendengar Azan

Kisah Orang-orang yang Jadi Mualaf setelah Mendengar Azan
Sungguh tidak elok jika suara Azan dibandingkan dengan suara binatang. Sebab azan adalah panggilan mulia dan termasuk bagian dari syiar agama. Di tengah ramainya polemik terkait pengeras suara masjid, ternyata suara Azan memberi Hidayah dan hikmah bagi banyak orang.

Dalam perspektif Islam, Azan panggilan (an-Nida') atau pemberitahuan (al-i'lam) perihal masuknya waktu sholat.

Bahkan dalam satu Hadis Nabi disebutkan: "Barang siapa pada saat mendengar Adzan kemudian dia mengucapkan (doa selepas adzan), maka masuklah syafaatku untuknya pada hari kiamat." (HR Al-Bukhari).

Dalam riwayat lain dikatakan, "Apabila panggilan sholat (Adzan) dikumandangkan maka setan akan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan... (hingga akhir hadis)." (Muttafaqun 'alaih)

Keajaiban Azan dapat kita lihat dari berbagai kisah Mualaf. Lafal Azan yang berisi kalimat Tauhid tidak hanya sebagai pengingat waktu sholat, tetapi dapat menyentuh dan menggugah hati orang yang mendengarnya.

Ada beberapa kisah orang-orang memeluk Islam setelah mendengar Azan. Seperti dialami seorang pria paruh baya asal Skotlandia memeluk Islam setelah mendengar Azan.

Laki-laki yang tinggal di dataran tinggi Skotlandia, Inverness ini mendengar suara Adzan saat liburan di sebuah pantai di Turki. Lantunan Azan yang didengarnya menyentuh hatinya untuk mempelajari Islam dan akhirnya memutuskan menjadi muallaf.

Lain lagi yang dialami seorang ibu yang tinggal di Jakarta Timur juga mendapat hidayah karena anaknya yang berkebutuhan khusus selalu tersenyum setiap kali mendengar Azan.

Diceritakannya, anaknya biasanya sulit merespons apapun, namun ketika suara Azan berkumandang, anaknya selalu tersenyum. Dan ini terjadi bertahun-tahun.

Sang ibu pun heran dan mulai bertanya-tanya tentang Islam kepada teman-temannya. Allah pun membuka hatinya untuk menerima Islam.

Kemudian kisah seorang pendeta perempuan asal Maluku Tenggara bernama Chintya D Fretes (26 tahun) mengucapkan Syahadat setelah mendengar Azan.

Dalam video yang diunggah akun Twitter @yaniarsim, pendeta itu bersyahadat di sebuah masjid di Desa Fattolo pada Jumat 13 Oktober 2021 lalu.

Dia mengatakan, ketika mendengar suara Azan merasa mendapat Hidayah dan muncul keinginan dalam hati untuk menjadi seorang muslimah.

Kisah berikutnya yaitu Bon Kim Kiong, warga Mempawah, Kalimantan Barat menjadi muallaf karena tersentuh dengan suara Azan. Dia sering menangis ketika mendengar Azan dan memutuskan mempelajari Islam hingga akhirnya bersyahadat pada 22 April 2021.

Dia menceritakan niatnya memeluk Islam kepada rekan kerjanya di Desa Bakau Kecil Mempawah, Kalimantan Barat. Kisah serupa dialami Paula Carnelian Tobing, warga Pekanbaru yang memeluk Islam karena tersentuh mendengar Azan.

Dia mengaku suara Adzan dan lantunan ayat Al-Qur'an membuat hatinya damai. Perempuan berusia 17 tahun ini memeluk Islam di Masjid Agung Annur Pekanbaru Jumat 9 April 2021.

Ada juga kisah seorang bule laki-laki memeluk Islam di Masjid depan Pelabuhan Labuan Bajo. Laki-laki dari negara asing itu masuk Islam setelah mendengar Azan.

Kisah ini sempat ramai di media sosial dan diunggah akun FB bernama Abu Zahwa 2017 lalu. Bule tersebut mengaku memeluk Islam setelah mendengar Azan dan melihat orang-orang sholat di masjid.

Usai sholat Ashar, Bule itu dibimbing bersyahadat dan mengganti namanya dengan Muhammad Better Muslim.

Selain kisah di atas, masih banyak lagi cerita orang-orang memeluk Islam setelah mendengar lantunan Azan. Hal yang patut disyukuri ketika Allah masih memberi kita karunia sehingga bisa mendengar suara Azan. Jadi sekali lagi tak elok membandingkannya dengan suara gonggongan anjing.

Kiat Negeri Islam Redam Bisingnya Pengeras Suara Masjid

Kiat Negeri Islam Redam Bisingnya Pengeras Suara Masjid
Sejumlah negara Islam, termasuk Indonesia, mengeluarkan aturan agar ibadah yang baik itu tidak menjadi problem di tengah masyarakat. Salah satunya adalah mengenai penggunaan pengeras suara dengan volume yang tinggi saat azan.

Di Indonesia, aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No. SE 05 tahun 2022 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Surat edaran diteken Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Aturan ini penting karena menyangkut 741.991 buah masjid dan musala yang juga bersentuhan dengan 231 juta umat Islam di Indonesia.

Jumlah tempat ibadah umat Islam ini berdasar data PIC SIMAS (Sistem Informasi Masjid) Kemenag RI. Data ini merupakan data yang tercatat manual yang diperoleh secara berjenjang mulai dari Kantor Urusan Agama di tiap daerah.

Isi aturan dalam SE Menag itu antara lain, volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB. Tata cara penggunaan pengeras suara luar juga diatur.

Waktu subuh, misalnya, sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit.

Sedangkan pada saat pelaksanaan sholat subuh, zikir, doa, dan kuliah subuh hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam. Pada saat waktu zuhur, ashar, magrib, dan isya hanya boleh menggunakan pengeras suara luar maksimal 5 menit saja.

Hanya saja pada saat sholat Jumat, diberi waktu 10 menit untuk menggunakan pengeras suara. Setelah itu hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam.

Sedangkan penggunaan pengeras suara luar pada kegiatan syiar Ramadhan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam dibatasi sampai pukul 22.00 waktu setempat.

Di Arab Saudi aturan pengeras suara ini juga diberlakukan dengan menetapkan kebijakan untuk membatasi penggunaan pengeras suara di masjid-masjid.

Kebijakan tersebut diambil berdasarkan sejumlah problem yang dirasakan masyarakat di Arab Saudi .

Pembatasan penggunaan pengeras suara tersebut tercantum dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Urusan Islam Arab Saudi, Anullarif bin Abdulaziz Al-Sheikh pada Senin (24/5/2021) lalu.

Gulf News memberitakan Al-Sheikh merilis edaran tersebut dengan merujuk pada Syariah Nabi Muhammad SAW, yaitu bahwa pertama, semua umat hanya berdoa kepada Allah, sehingga seharusnya tak ada orang yang dirugikan.

Kedua, Al-Sheikh juga mengatakan bahwa suara imam seharusnya hanya didengar jelas oleh orang-orang di dalam masjid. Sehingga suara imam tidak perlu terdengar sampai ke rumah-rumah yang ada di sekitar masjid. '

Ketiga, Al-Sheikh juga menganggap ada risiko penghinaan Al-Qur’an ketika ayat-ayatnya dibacakan, sementara orang lain tak mendengarkan.

Dua alasan lain juga dikemukakan Al-Sheikh. Media lokal Saudi, Saudi Gazette melaporkan bahwa Al-Sheikh menetapkan aturan ini setelah kementeriannya memantau penggunaan pengeras suara di berbagai masjid yang sering dipakai untuk mengumandangkan doa.

Keempat, menurut Kementerian Urusan Islam Arab Saudi, suara dari pengeras suara itu mengganggu orang tua, pasien, dan anak-anak yang tinggal di rumah-rumah sekitar masjid.

Kelima, kerap terjadi pula interupsi di tengah pembacaan doa sehingga menimbulkan kebingungan di tengah orang yang mendengarkan.

Al-Sheikh mengatakan pihaknya sudah menyiapkan sanksi keras bagi siapa pun yang melanggar aturan ini. Kebijakan tersebut juga membatasi volume hanya boleh sebatas sepertiga dari kemampuan penuh alat pengeras suara.

Selain itu, pembatasan serupa juga sudah dikeluarkan oleh Dewan Ulama Senior Arab Saudi. Laporan yang dihasilkan oleh Otoritas Umum untuk Statistik (GaStat) menyebut jumlah total masjid di Kerajaan Saudi pada tahun 2017 adalah 98.800 unit.

Jumlah ini 18.073 masjid ada di Riyadh, 17.263 masjid di Makkah, 6.681 masjid di Madinah, dan 7.341 masjid di Qassim. Jauh aturan baru ini terbit, Arab Saudi sejatinya sudah membuat aturan lumayan ketat terkait pengeras suara di masjid.

Aturan itu sudah berlaku sejak 2015. Dalam aturan lawas itu, Arab Saudi telah memerintahkan masjid-masjid untuk mematikan pengeras suara atau toa eksternal -- yang ada di luar masjid -- dan hanya menggunakan speaker internal.

Speaker eksternal di masjid hanya boleh digunakan saat panggilan azan untuk salat lima waktu, azan salat Jumat, saat Idul Fitri dan Idul Adha juga saat doa meminta hujan.

Para imam masjid di Saudi juga dilarang memasang alat echo dan alat transmutation cutting setelah muncul banyak keluhan dari masjid-masjid sekitar soal suara yang terlalu keras dari speaker eksternal sejumlah masjid.

Suara yang terlalu keras dari berbagai masjid berbeda pada saat bersamaan, dianggap memicu gangguan.

Otoritas Bahrain, misalnya, juga memberlakukan aturan khusus terhadap speaker yang terlalu keras di berbagai masjid setempat.

Disebutkan dalam artikel Gulf News tahun 2009, speaker eksternal masjid hanya boleh dipakai untuk menyampaikan azan. Imam-imam masjid diperbolehkan menyampaikan azan via speaker yang terpasang luar masjid, namun hanya menggunakan speaker internal saat ibadah salat dilakukan.

Saat aturan ini diumumkan, marak penggunaan speaker eksternal untuk menyiarkan ceramah, dialog keagamaan dan pembacaan ayat Al-Quran dengan alasan membantu jamaah yang tidak datang ke masjid.

Namun Kementerian Kehakiman dan Urusan Agama Islam Bahrain menegaskan penggunaan speaker eksternal untuk menyiarkan ceramah bisa terdengar dari jauh dan mengganggu panggilan azan masjid-masjid lainnya.

Tak jauh berbeda dengan Bahrain, otoritas Uni Emirat Arab (UEA) juga meminta warga untuk melapor jika ada speaker masjid yang dianggap terlalu keras.

Departemen Urusan Agama Islam UEA menyatakan ada batasan untuk volume speaker masjid saat digunakan menyampaikan azan.

Panggilan sholat via speaker eksternal masjid tidak boleh melebihi 85 desibel di area permukiman.

Alasannya, suara di atas 85 desibel dianggap bisa memicu kehilangan pendengaran.

Sejak Ramadhan 2018, Pemerintah Mesir juga memberlakukan aturan khusus untuk pengeras suara masjid.

Otoritas Negeri Pidamida itu melarang penggunaan speaker eksternal masjid saat ibadah salat dilakukan.

"AlQuran menyebutkan 'Mereka yang menjalankan ibadah dengan khusyuk dan ketaatan penuh', ibadah seharusnya dilakukan dengan penuh kekhusyukan bukan dengan pengeras suara yang mengganggu para pasien dan warga lanjut usia," ujar anggota Akademi Penelitian Islam Al-Azhar, Mohamed El Shahat El-Gendy, mendukung kebijakan itu.

Di Malaysia, aturan pengeras suara masjid berbeda-beda tergantung wilayahnya. Larangan penggunaan speaker eksternal masjid untuk menyampaikan ceramah dan khutbah berlaku di Selangor.

Penggunaan speaker eksternal hanya sebatas untuk azan dan pembacaan ayat Al-Quran. "Ini untuk menjaga citra Islam, yang penting bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan," demikian pernyataan Dewan Kesultanan Selangor seperti dikutip New Straits Times.

Ketika Negara Non Muslim Izinkan Semua Masjid Kumandangkan Azan

Ketika Negara Non Muslim Izinkan Semua Masjid Kumandangkan Azan

Sejumlah negara non muslim mengizinkan azan berkumandang melalui melalui pengeras suara. Seperti yang terjadi di Kota Cologne, Jerman dan Ottawa di Kanada.

Masjid terbesar di Cologne Jerman diizinkan untuk mengumandangkan azan melalui pengeras suara pada setiap hari Jumat sore.

Hal ini bisa terwujud setelah terjadinya kesepakatan antara Kota Cologne dan komunitas Muslim untuk melonggarkan pembatasan, sebut pernyataan yang dikeluarkan otoritas Kota Cologne, Senin (11/11).

“Mengizinkan panggilan muazin bagi saya adalah tanda hormat,” tulis Walikota Cologne Henriette Reker di Twitter.

Otoritas kota itu juga mengatakan, masjid-masjid yang ingin menyiarkan panggilan pada hari Jumat sore harus mematuhi batasan volume pengeras suara mereka, dan memberi tahu tetangga di wilayah sekitar Masjid.

Panggilan untuk salat akan bergabung dengan lonceng katedral Cologne - gereja Gotik terbesar di Eropa utara - ketika suara terdengar oleh mereka yang tiba di stasiun kereta api utama kota, katanya.

“Ini menunjukkan bahwa keragaman dihargai dan hidup di Cologne,” lanjut Reker.

Seperti dilaporkan Aljazeera, saat ini seluruh 35 masjid di Cologne akan diizinkan untuk mengumandangkan azan hingga lima menit pada hari Jumat, antara siang dan pukul 3 sore. Izin ini juga berlaku untuk Masjid Pusat Cologne.

Sementara Masjid-masjid di seluruh Ottawa, Kanada juga diizinkan untuk mengumandangkan azan lima menit setiap matahari terbenam atau Magrib.

Izin ini berlaku sampai 23 Mei sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan suci Ramadhan.

Kota Ottawa, Ibu Kota Kanada, sejatinya mengadopsi hukum yang melarang kebisingan.

Namun, otoritas kota tersebut memberikan pengecualian bagi seluruh masjid untuk menyiarkan azan Magrib dengan pengeras suara selama bulan suci.

Meski izin menyiarkan azan diberikan, namun otoritas kota masih memberlakukan larangan pengumpulan massa lebih dari lima orang, termasuk di tempat ibadah, sebagai pedoman dalam mencegah penyebaran virus corona baru; COVID-19.

"Saya berharap ini akan membantu teman-teman Muslim kami dalam menjalankan pengabdian dan refleksi spiritual bulan suci ini. Ramadhan Mubarak!," kata Wali Kota Ottawa, Jim Watson, dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di Twitter.

Pemerintah dan otoritas Kesehatan Masyarakat Kota Ottawa mengingatkan penduduk untuk terus mengikuti rekomendasi tindakan pencegahan penyakit selama pandemi COVID-19, termasuk menjaga jarak secara fisik dan mencuci tangan secara menyeluruh dan sering.

"Atas permintaan Masjid Ottawa, untuk membantu warga Muslim kami merayakan Ramadhan dengan tidak adanya pertemuan keagamaan, kota ini memberikan pengecualianAnggaran Rumah Tangga Kebisingan untuk Masjid guna menyiarkan panggilan malam untuk salat, yang akan berlangsung sekitar 5 menit saat matahari terbenam," lanjut Watson, seperti dikutip CTV News, Jumat (1/5/2020).
(sms)