Perajin Tahu-Tempe Menangis, Harus Produksi Meski Laba Terkikis
Para perajin tahu-tempe di sejumlah daerah harus menelan pil pahit akibat melejitnya harga kedelai. Diimpit kenaikan ongkos produksi, mereka harus sabar ketika laba yang diperolehnya semakin tipis.
Para perajin tahu-tempe di Kramat Jati, Jakarta Timur misalnya, mengaku pasrah dan mencoba terus bertahan dalam situasi ini. Harapan mereka hanya satu, agar pemerintah segera menormalkan kembali harga bahan baku sumber kehidupan mereka tersebut.
"Naik sangat pesat, kita sebagai produsen itu hanya bisa bertahan," kata salah seorang pedagang, Maizun, saat ditemui MNC Portal Indonesia, Sabtu (19/2/2022).
Menurut Maizun, untuk belanja kedelai dirinya kini harus merogoh kocek sebesar Rp1.180.000 per kuintal. Padahal sebelumnya cukup bermodalkan Rp750-850 ribu per kuintal. "Keuntungan menipis. Kan belum (menghitung) biaya gasnya, plastiknya, belum ngitung makan," kata pria yang akrab disapa Ambon itu pasrah.
Di tengah kebutuhan hidup yang makin meningkat, Maizun berharap pemerintah untuk dapat segera menstabilkan harga kedelai. "Pemerintah harus memperhatikan rakyat kecil. Tolonglah untuk menstabilkan harga kedelai, ya kami pedagang kecil ini menjerit," ratapnya.
Produsen tempe lainnya asal Jakarta Timur Munasyifa membenarkan bahwa naiknya harga kedelai membuat keuntungan mereka makin menyusut. Bahkan, meski ia berhasil menjual seluruh dagangannya, Munasyifa mengaku keuntungan yang didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari."Pas saja, itu pun kalau habis ya, kalau sisa ya nombokin," cetusnya.
Munasyifa mengatakan, para pedagang dalam kondisi terimpit karena tak bisa menaikkan harga jual produknya. Mereka khawatir, ketika harga naik para pembeli menyingkir. Dia mengatakan, saat ini saja pasar makin sepi akibat sejumlah produsen menaikkan harga jualnya.
"Harapannya harga itu stabil, karena ini kan bahan pokok ya, kalau naikkan (harga) kasihan masyarakat juga. Biar sama-sama enaklah antara produsen dan konsumen," tandasnya.