Saat Ormas Agama Tergoda Konsesi Tambang Batu Bara
Saat Ormas Agama Tergoda Konsesi Tambang Batu Bara
Mohammad Faizal
Selasa, 30 Juli 2024, 13:03 WIB

Satu demi satu ormas keagamaan tergiur, dan beberapa bahkan resmi menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang yang secara khusus dijatahkan bagi mereka.

Pro-Kontra Jatah Konsesi Tambang untuk Ormas Agama

Pro-Kontra Jatah Konsesi Tambang untuk Ormas Agama

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memberikan prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Berdalih demi pemerataan, pemerintah menegaskan tak ada paksaan bagi ormas untuk menerima tawaran tersebut.

Izin pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan pemberian IUPK kepada ormas keagamaan itu diatur dalam Pasal 83 A. Aturan tersebut baru itu disisipkan di antara Pasal 83 dan Pasal 84.

"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," bunyi pada pasal tersebut.

Untuk ormas-ormas keagamaan tersebut, pemerintah menyiapkan 6 lahan tambang eks-Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Keenam lahan tambang eks-PKP2B itu adalah lahan yang sebelumnya dikuasai PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, dan PT Kideco Jaya Agung.

Mengutip Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, alasan pemerintah memberikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan adalah untuk pemerataan. Bahlil mengatakan, gagasan itu muncul setelah Presiden Jokowi berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia.

Dari kunjungan itu, kata dia, Kepala Negara memperoleh aspirasi bahwa tambang seharusnya tidak hanya dikelola oleh investor atau perusahaan saja, ormas pun dinilai berhak mendapatkan kesempatan untuk memiliki konsesi tambang.

"Presiden menyampaikan bahwa IUP ini hanya dikuasai oleh perusahaan besar, oleh investor besar, karena dalam berbagai perjalanan dinas, Presiden menerima aspirasi bahwa ormas ini diperankan," papar Bahlil.

Di balik itu, kata Bahlil, pemberian konsesi tambang bagi ormas keagamaan juga memiliki aspek historis. Ormas keagamaan, kata dia, selalu sigap membantu persoalan negara. "Indonesia merdeka dan mempertahankan kemerdekaannya hampir semua elemen masyarakat terlibat, khususnya ormas baik dari NU, Muhammadiyah, induk gereja, Budha, Hindu, dan lain sebagainya," tuturnya.

Ormas keagamaan menurutnya juga kerap berkontribusi dalam beragam aktivitas sosial membantu pemerintah dan masyarakat, termasuk saat terjadi bencana alam. Atas dasar itulah, kata Bahlil, negara menilai patut jika ormas keagamaan diberikan semacam penghargaan, antara lain berupa hak pengelolaan atas pemanfaatan sumber daya alam Indonesia.

Namun, suara menentang kebijakan ini pun tak sedikit, baik dari kalangan ormas sendiri, hingga para profesional dan politikus. Secara umum, tentangan bagi ormas mengelola tambang dikaitkan dengan karakteristik bisnis tambang yang kompleks.

Pengelolaan tambang tak semata butuh modal besar dan kemampuan teknik. Pengelolaan tambang pun terkait erat dengan persoalan lingkungan hidup dan sosial masyarakat di lingkup operasinya. Dari sisi ini, ormas keagamaan juga diragukan kompetensi, kapabilitas dan kemampuannya.

Karena itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah M Amien Rais tegas meminta ormas keagamaan itu tidak ikut-ikutan mengelola tambang. Menurut Amien, pertambangan adalah wilayah yang rawan masalah dan cenderung abu-abu.

"Jadi kalau kita kecemplung di situ, nanti kita mungkin terpaksa melakukan hal-hal yang tidak pernah kita perkirakan karena di situ ada banyak bohir, ada makelar, segala macam, ada sogok menyogok, dan lain-lain. Jadi jangan pernah sampai Muhammadiyah kita masuk," tandasnya.

Sementara, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai pembagian konsesi tambang merupakan cara pandang kolonialisme. Menurut dia, konsesi izin tambang haruslah diberikan kepada rakyat secara keseluruhan. Tujuannya untuk mengentaskan kemiskinan. Dengan demikian, hal ini sejalan dengan falsafah Pancasila. "Jadi tambang diberikan sebesar-besarnya untuk rakyat. Ini seharusnya kita konsisten," tegasnya.

NU dan Muhammadiyah Resmi Menerima, Siapa Selanjutnya?

NU dan Muhammadiyah Resmi Menerima, Siapa Selanjutnya?

Nahdlatul Ulama (NU) menjadi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan pertama yang menerima tawaran konsesi tambang dari pemerintah, disusul oleh PP Muhammadiyah. Muhammadiyah memang tak serta merta menerima, beda dengan NU yang sejak awal bersikap terbuka pada tawaran tersebut.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) diketahui telah mengajukan izin usaha pertambangan (IUP) dan membentuk perseroan terbatas (PT). PBNU juga menunjuk Plt Bendahara Umum PBNU Gudfan Arif Ghofur sebagai penanggung jawab tambang.
"Kita (PBNU) sudah bikin PT-nya, kita sudah punya PT dan penanggung jawab utamanya adalah bendahara umum dan juga pengusaha tambang," kata Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) baru-baru ini.

Di kesempatan berbeda, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, IUP diberikan kepada NU melalui pembentukan badan usaha yang akan mengelola tambang yang ditawarkan secara profesional. "Kalau tidak salah minggu besok selesai urusannya, habis itu bisa kita kasih," ujar Bahlil belum lama ini.

Bahlil mengungkapkan, ormas keagamaan memang tidak memiliki pengalaman dalam mengurus konsesi tambang. Namun, dalam kepengurusan tambang tersebut pemerintah akan membantu mencarikan kontraktor dalam pengoperasiannya. Pasalnya, konsesi tambang yang sudah diberikan pemerintah kepada ormas keagamaan tidak boleh dipindahtangankan.

"Pemegang IUP ini sebagian dikerjakan oleh kontraktor. Tugas kita, setelah IUP diberikan, maka kita carikan partner agar IUP tidak dipindahtangankan," jelasnya.

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga telah resmi menyatakan menerima IUPK yang ditawarkan pemerintah. Sekretaris Umum (Sekum) Muhammadiyah Abdul Muti mengungkapkan, keputusan itu merupakan hasil Konsolidasi Nasional Muhammadiyah di Yogyakarta.

Dia juga mengatakan, dalam pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dilakukan dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan melanjutkan usaha-usaha pengembangan sumber-sumber energi terbarukan serta membangun budaya hidup bersih dan ramah lingkungan.

Muhammadiyah berjanji, pengelolaan tambang oleh pihaknya juga disertai dengan monitoring, evaluasi dan penilaian manfaat dan mafsadat atau kerusakan bagi masyarakat. "Apabila pada akhirnya kita menemukan bahwa pengelolaan tambang lebih banyak timbulkan mafsadat (kerusakan), maka Muhammadiyah secara bertanggung jawab akan kembalikan izin pertambangan kepada pemerintah," tegas Mu'ti saat membacakan keputusan Hasil Konsolidasi Nasional Muhammadiyah, Minggu (28/7/2024).

Abdul Mu'ti menambahkan, dalam mengelola tambang, Muhammadiyah juga akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman mengelola tambang, memiliki komitmen dan integritas yang tinggi, dan keberpihakan kepada masyarakat dan Persyarikatan melaui perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan.

Ia memastikan, Muhammadiyah juga berusaha mengembangkan model pengelolaan tambang yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, pemberdayaan masyarakat, membangun ekosistem yang ramah lingkungan, riset dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan jamaah dan dakwah jamaah.

Selain dua ormas agama Islam besar tersebut, diketahui Pimpinan Pusat (PP) Persis juga telah menyatakan menerima tawaran pemerintah mengenai pengelolaan izin tambang oleh ormas di Indonesia. Wakil Ketua Umum PP Persis Atip Latipulhayat beralasan, Persis berkewajiban untuk ikut mengelola sumber daya alam agar sesuai dengan konstitusi, yaitu sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Tak hanya ormas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun tergoda oleh tawaran pemerintah. Melalui Ketua Umumnya, Anwar Iskandar, MUI menyatakan tengah mengkaji kemungkinan untuk turut mengelola pertambangan yang ditawarkan pemerintah.

Namun, MUI masih definisi apakah lembaga itu termasuk pada kategori organisasi masyarakat keagamaan, dan berhak mendapatkan izin usaha tambang atau tidak. "Kalau NU kan Ormas, Muhammadiyah Ormas. Nah MUI ini kumpulan dari ormas-ormas ini, gitu loh. Maka definisinya ini kena atau enggak MUI itu," kata Anwar.

Kabar terbaru ormas keagamaan lainnya juga dilaporkan telah menyatakan ketertarikan. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, Konfrensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia telah menyampaikan minatnya untuk mengelola tambang jatah ormas keagamaan.

Bahaya Saat Ormas Agama Berkiprah di Luar Domainnya

Bahaya Saat Ormas Agama Berkiprah di Luar Domainnya

Kabar mengenai keputusan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menerima IUPK yang ditawarkan pemerintah seketika direspons oleh pakar ekonomi dari UGM, Fahmy Radhi. Sang doktor mengaku terkejut dengan keputusan Muhammadiyah yang menyatakan akan menerima tawaran izin kelola pertambangan atau IUP yang telah ditawarkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.

"Saya sebenarnya agak terkejut dengan keputusan Muhammadiyah menerima. Karena Muhammadiyah biasanya selama ini kalau mengambil keputusan sangat rasional dan berdasarkan pada kajian-kajian," jelasnya ketika dihubungi SINDOnews, Kamis (25/7/2024).

Fahmy bahkan menilai keputusan Muhammadiyah menerima tawaran itu sebagai suatu hal yang blunder. "Tapi saya kira keputusannya menurut saya blunder. Kenapa blunder? Karena seperti yang saya sampaikan bahwa itu bukan domain dari Muhammadiyah," imbuhnya.

Menurutnya, Muhammadiyah tidak pernah memiliki pengalaman dalam mengelola bisnis tambang. Sebab, domain bisnis yang dikuasai ormas tersebut adalah pendidikan. "Kalau mengelola pendidikan, rumah sakit itu sudah menjadi domainnya. Tapi untuk tambang, itu kan belum pernah sama sekali," tegas Fahmy.

Fahmy pun menyoroti pernyataan dari Muhammadiyah yang fokus terhadap dampak pengelolaan tambang kepada lingkungan. Pasalnya, saat ini masih banyak perusahaan tambang yang peduli terhadap hal itu.

Misalnya saja, lanjut Fahmy, banyak perusahaan batu bara yang tidak melakukan reklamasi lahan tambang. Sebab, biaya reklamasi itu lebih besar daripada keuntungan yang didapat. "Sebagian besar pengusahan tambang itu tidak akan melakukan reklamasi karena biayanya besar. Bahkan biayanya bisa lebih dari keuntungan yang didapat," ujarnya

Fahmy juga menilai bahwa pengelolaan tambang oleh organisasi keagamaan tidak ada nilai positifnya. Kecuali, tegas dia, ormas keagamaan bisa mendesak perusahaan tambang untuk melakukan reklamasi. "Saya belum melihat nilai positifnya, kecuali ormas keagamaan bisa mendorong reklamasi. Ini bisa jadi contoh," tandasnya.

Terkait komitmen terhadap lingkungan hidup, Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah M Azrul Tanjung sebelumnya mengungkapkan bahwa pihaknya telah melalui banyak pertimbangan, juga kajian-kajian secara mendalam dan berkali-kali.

"Tidak hanya sekali dua kali, namun berkali-kali dan tidak hanya intern Muhammadiyah tetapi juga melibatkan pihak luar misalnya pakar hukum dari berbagai kampus, pakar tambang dari berbagai kampus, pakar lingkungan hidup termasuk praktisi kita undang," paparnya.

Terkait komitmen tersebut, Sekretaris Umum (Sekum) Muhammadiyah Abdul Muti menjanjikan bahwa apabila pada akhirnya pengelolaan tambang lebih banyak timbulkan mafsadat (kerusakan), maka Muhammadiyah secara bertanggung jawab akan mengembalikan izin pertambangan tersebut kepada pemerintah.

Bagi-bagi Tambang Bisa Meluas, Ormas Non-Keagamaan Tunggu Giliran

Bagi-bagi Tambang Bisa Meluas, Ormas Non-Keagamaan Tunggu Giliran

Belum usai pro-kontra mengenai pemberian konsesi pertambangan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, muncul wacana agar ormas non-keagamaan pun bisa memperoleh kesempatan serupa. Alasannya tak jauh beda, pemerataan ekonomi dan balas jasa atas kontribusi ke negara.

Hal itu diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Dalam diskusinya bersama Presiden terpilih Prabowo Subianto, Bahlil menyebut ada usulan untuk memperluas izin usaha pertambangan (IUP) bagi ormas selain ormas keagamaan.

"Kalau saya diskusi dengan Pak Prabowo, ya jangan hanya (ormas keagamaan) saja yang dikasih (izin), perlu dilihat juga organisasi lain yang berkontribusi ke negara dan kualifikasinya memenuhi syarat," ungkap Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (29/7/2024).

Kendati demikian, Bahlil menyebut bahwa memang izin pengelolaan tambang hanya diberikan ke organisasi keagamaan melalui PP No. 25/2024 tentang Perubahan atas PP No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Namun, kecenderungan untuk memberikan jatah konsesi tambang bagi ormas selain keagamaan tersebut tampaknya cukup kuat. Hal itu terlihat dari "keberpihakan" Bahlil pada organisasi yang dinilai punya kontribusi bagi negara. "Kita kasih saja (ke organisasi yang berkontribusi dan memenuhi syarat), daripada kasih yang lain yang nggak jelas," cetus Bahlil.

Kendati kerap diistilahkan sebagai "jatah", izin pengelolaan tambang oleh ormas tak sembarangan. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi, diberikan beberapa pasal tambahan.

Tercantum pada Pasal 5 yang disisipkan 3 pasal terbaru dari aturan sebelumnya yaitu 5a, 5b, dan 5c. Pada pasal tambahan 5a ayat 2 disebutkan bahwa organisasi yang ingin mengelola tambang harus memenuhi kriteria pada pasal 4 ayat 6 di Perpes 70 Tahun 2023.

Selain itu, juga tertulis, ormas tersebut juga harus memiliki organ yang mau menjalankan kegiatan ekonomi serta bertujuan pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat/ umat. "Organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dan memiliki organ yang menjalankan kegiatan ekonomi serta bertujuan pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat/ umat," demikian tertulis dalam beleid tersebut.

Lantas apa saja persyaratan yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 6 dalam Pepres 70 Tahun 2023 itu? Dikutip dalam beleidnya, Organisasi Kemasyarakatan yang ingin mengelola tambang harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. berbadan hukum;
b. terdaftar dalam sistem informasi Organisasi Kemasyarakatan yang diselenggarakan oleh pemerintah; c. memiliki lingkup kegiatan kemasyarakatan secara nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Organisasi Kemasyarakatan; dan
d. mengelola sumber daya ekonomi, melestarikan lingkungan hidup serta memelihara norma, nilai, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat.

Selanjutnya, di Pasal 5c ayat 1 dijelaskan, bahwa WIUPK Yang didapat oleh ormas keagamaan tidak dapat dipindahtangkan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. Sehingga kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan oleh ormas yang ingin mengelola tambang itu yaitu harus secara dominan memiliki badan usaha yang menjadi penerima WIUPK tersebut seperti tercantum dalam pasal 5c ayat 2.

"Kepemilikan saham organisasi Kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mayoritas dan menjadi pengendali," demikian tertulis dalam beleid tersebut.
(fjo)