Kalender Hijriah Global Tunggal Membayar Utang Peradaban Islam
Kalender Hijriah Global Tunggal Membayar Utang Peradaban Islam
Andryanto Wisnuwidodo
Senin, 15 Juli 2024, 14:56 WIB

Kalender Hijriah Global Tunggal memberi solusi ketidakteraturan sistem penjadwalan waktu dunia Islam dan membayar utang peradaban Islam dalam sistem kalender.

KHGT Bisa Jadi Solusi Sistem Penjadwalan Waktu Dunia Islam

KHGT Bisa Jadi Solusi Sistem Penjadwalan Waktu Dunia Islam

Peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) bagi Muhammadiyah dapat memberikan solusi atas ketidakteraturan sistem penjadwalan waktu dunia Islam saat ini, serta membayar ''utang peradaban'' Islam dalam bidang sistem kalender. Sejak Ahad 7 Juli 2024 M bertepatan dengan 1 Muharram 1446 H, Muhammadiyah meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Ini menandai periode penggunaan formal KHGT bagi organisasi massa Islam ini.

Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah , Dr Endang Mintarja, mengatakan perubahan ini juga menandai rekonstruksi Wujudul Hilal yang telah digunakan sebelumnya, beralih ke sistem KHGT yang mengadopsi hasil putusan Kongres Turki 2016. Dengan peluncuran KHGT, Muhammadiyah berharap dapat memberikan solusi atas ketidakteraturan sistem penjadwalan waktu dunia Islam saat ini, serta membayar “utang peradaban” Islam dalam bidang sistem kalender.

Anggota Devisi Hisab Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Tono Saksono, Ph.D, menyatakan Penyatuan Kalender Islam yang telah diinisiasi oleh the International Hijri Calendar Unity Congress di Turki pada Mei 2016 lalu merupakan momentum penting bagi umat Islam untuk secepatnya mengadopsi gagasan penyatuan Kalender Islam.

"Umat Islam tidak boleh lagi alergi terhadap metode hisab karena sahabat-sahabat Nabi terbaikpun telah menggunakan Kalender Urf sebagai hasil hisab," ujarnya. Prof Tono menyebut angka hipotesis total utang peradaban umat Islam karena kurang bayar zakat diperkirakan sebesar USD10 triliun.
"Ini terjadi selama 1200 tahun akibat penggunaan Kalender Gregorian sebagai pengganti Kalender Islam," ujarnya.

Prof Tono menjelaskan bagi yang pernah mempelajari Theory of Errors, penggunaan Kalender Gregorian sebagai pengganti Kalender Islam untuk keperluan bisnis sebetulnya sudah cukup gamblang menjadi sumber kesalahan yang serius, khususnya jika digunakan untuk jangka yang cukup lama. Penyebabnya karena ada 365 hari di dalam Kalender Gregorian, sedangkan Kalender Islam hanya memiliki 354 hari. Perbedaan keduanya adalah sekitar 11,5 hari per tahun.

Dengan demikian jika sebuah bisnis Muslim menetapkan haulnya (tutup buku) untuk laporan keuangan dan pembagian keuntungan berdasarkan Kalender Gregorian, maka perbedaan yang 11,5 hari tersebut tidak terzakati. Angka ini tampaknya tidak berarti jika hanya terjadi pada satu tahun. Namun, harus diingat bahwa umat Islam telah melupakan Kalender Islam sebagai basis perhitungan haulnya selama 1200 tahun. Dalam Theory of Errors, kesalahan perbedaan yang 11,5 hari ini dinamakan kesalahan sistematis (systematic error) yang kemudian menumpuk. Jadi misalnya, ada sebuah entitas bisnis Muslim yang telah beroperasi terus menerus selama 1200 tahun, maka zakat terutangnya telah menumpuk menjadi sekitar 40 tahun.

Dengan demikian, utang zakat bisnisnya kira-kira sama dengan 2,5% x 40 tahun = 100%. Artinya, berapapun aset perusahaan ini, sebetulnya, bisnis ini telah muflis (bangkrut) karena utang zakatnya sama dengan nilai total asetnya. Dengan kata lain, semua aset perusahaan ini sebetulnya tinggal milik para ashnaf. Bagaimana jika semua bisnis Muslim di dunia telah melakukan kesalahan yang sama akibat tiadanya sistem haul yang benar

Melakukan ekspansi analogi kasus di atas, maka nilai zakat terutang umat Islam selama 1.200 tahun pun adalah sekitar nilai total aset umat Islam sekarang ini. "Inilah yang dinamakan utang peradaban umat Islam," ujar Prof Tono.

Menurutnya, angka hipotesis potensi utang zakat umat Islam adalah sebesar USD10 triliun atau sebesar Rp130.000 triliun. Jika digunakan jumlah penduduk sebagai variabel penyumbang total utang peradaban, maka share umat Islam Indonesia sekitar 15%, atau sekitar Rp15.000 triliun.

Penerapan KHGT Kontribusi Nyata bagi kemaslahatan Umat di Dunia

Penerapan KHGT Kontribusi Nyata bagi kemaslahatan Umat di Dunia

Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) menyeruak menjadi perbincangan global. Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) merupakan inisiatif visioner dari Muhammadiyah untuk menciptakan kalender Islam yang seragam di seluruh dunia.

Inisiatif ini tidak hanya merupakan langkah besar dalam bidang keagamaan, tetapi juga sebagai bentuk respons terhadap kebutuhan akan kepastian dan ketepatan dalam pelaksanaan ibadah yang bersifat global. Sejak tahun 1932 hingga pertengahan 2024, Muhammadiyah dikenal menganut mazhab Hisab Hakiki Wujudul Hilal dalam menyusun kalender Hijriahnya.

Metode ini, meskipun memberikan banyak kontribusi, masih bersifat lokal dan terbatas pada wilayah Indonesia. Masalah yang muncul, terutama dalam pelaksanaan ibadah yang waktunya terkait dengan lokasi geografis tertentu, seperti puasa Arafah, memunculkan kebutuhan akan kalender yang lebih universal.

Lantas, apakah KHGT menjadi solusi sistem penjadwalan waktu dunia Islam? ''Upaya pergerseran ke KHGT ini merupakan lompatan ijtihad Muhammadiyah dalam menjawab kebutuhan akan kepastian dan ketepatan tanggal-tanggal pelaksanaan ibadah yang bersifat global,'' ucap Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Maskufa dalam acara Pengajian Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Jumat, 5 Juli 2024.

Dalam laman resmi PP Muhammadiyah mencatat, tahun 2007 menjadi titik awal perubahan besar. Muhammadiyah menyelenggarakan simposium internasional bertajuk “The Effort Toward Unifying the Islamic International Calendar”.

Simposium ini menjadi pondasi bagi keputusan-keputusan penting dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 dan ke-48 tahun 2022, yang mengamanatkan upaya penyatuan kalender Hijriah di tingkat internasional. Kehadiran Muhammadiyah dalam Muktamar Kalender Islam Global di Turki memperkuat dukungan dari mayoritas pakar falak dan astronomi untuk penerapan Kalender Islam Global.

Motivasi Muhammadiyah untuk menerapkan KHGT tercermin jelas dalam Putusan Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar. Perbedaan dalam memulai ibadah puasa dan hari raya yang disebabkan oleh metode penentuan awal bulan yang masih lokal menjadi perhatian utama.

Selain itu, ibadah yang terkait dengan tempat geografis yang berbeda, seperti puasa Arafah, menekankan pentingnya kalender yang seragam. Putusan tersebut juga menggarisbawahi konsep ummatan wahidatan, yang berarti umat Islam adalah satu kesatuan, sebagaimana diamanatkan dalam Al-Quran.

Kendati umat Islam tersebar di berbagai negara dengan beragam paham keagamaan, organisasi, dan budaya, perbedaan ini menjadi tantangan sekaligus rahmat. Namun, perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah, terutama untuk Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, seringkali menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian.

''Perbedaan ini sebagai rahmat sekaligus tantangan. Perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan dalam penentuan awal bulan dalam Kalender Hijriah, terutama awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Muhammadiyah memandang erlu untuk adanya upaya penyatuan Kalender Hijriah yang berlaku secara internasional,” ucap Maskufa.

Muhammadiyah melihat urgensi untuk menyatukan kalender Hijriah secara internasional. Unifikasi kalender ini tidak hanya memberikan kepastian dalam pelaksanaan ibadah tetapi juga menjadi acuan dalam berbagai aspek muamalah. Penerapan KHGT memerlukan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, menjadikannya langkah yang inovatif dan berwawasan ke depan.

Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta tahun 2022 semakin menegaskan pentingnya KHGT. Muhammadiyah berkomitmen untuk kepentingan umat, bangsa, kemanusiaan, dunia internasional, dan masa depan umat manusia. Peran Muhammadiyah yang semakin global ini mencakup perbaikan sistem waktu Islam melalui penerapan Kalender Islam Global yang unifikatif.

''Di antara bentuk peran internasionalisasi Muhammadiyah adalah perbaikan sistem waktu Islam secara internasional melalui upaya pemberlakuan Kalender Islam Global unifikatif,” tutur Maskufa sambil membaca kutipan Putusan Muktamar Muhammadiyah ke-48.

Melalui KHGT, Muhammadiyah menunjukkan dedikasi dan komitmennya untuk membawa umat Islam menuju kesatuan yang lebih erat, menjawab tantangan zaman dengan inovasi, dan memberikan kontribusi nyata bagi kemaslahatan umat di seluruh dunia.

Begini Dalil Dasar Muhammadiyah Pakai Kalender Hijriah Global

Begini Dalil Dasar Muhammadiyah Pakai Kalender Hijriah Global

Muhamaddiyah meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) mulai 1 Muharram 1446 H atau Ahad, 7 Juli 2024 M. Hal ini menandai periode penggunaan formal KHGT bagi organisasi massa Islam ini. "Muhammadiyah bersama 16 negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) akan menggunakan KHGT mulai 1446 Hijriah," ujar Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah , Dr Endang Mintarja, dalam seminar dan sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) bertema "KHGT: Jawaban Ijtihad Baru atas Kalender Islam Global untuk Persatuan Umat Islam Dunia".

Acara ini sendiri diselenggarakan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta di Gedung Dakwah Muhammadiyah DKI Jakarta Ahad, 23 Dzulhijjah 1445 H/30 Juni 2024. Perubahan ini juga menandai rekonstruksi Wujudul Hilal yang telah digunakan sebelumnya, beralih ke sistem KHGT yang mengadopsi hasil putusan Kongres Turki 2016.

Dengan peluncuran KHGT, Muhammadiyah berharap dapat memberikan solusi atas ketidakteraturan sistem penjadwalan waktu dunia Islam saat ini, serta membayar “utang peradaban” Islam dalam bidang sistem kalender. Salah seorang pemateri, Dr Izza Rahman, mengatakan dasar Muhammadiyah memilih kalender global adalah Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 189.

يَسـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّۗ


yas'alûnaka ‘anil-ahillah, qul hiya mawâqîtu lin-nâsi wal-ḫajj, Artinya: Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.”

Menurut anggota Dewan Pakar Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta ini, ayat tersebut mengandung beberapa hal. Pertama, bahwa kalender Islam itu adalah kalender lunar (bulan). Kedua, ada isyarat bahwa kalender Islam itu bersifat global.

Ini dapat dipahami dari pernyataan lin-nas (bagi manusia) yang menunjukkan keumuman dan keberlakuan kalender secara universal bagi seluruh manusia di muka bumi. "Dengan demikian, ayat ini dapat ditafsirkan menjadi dasar bagi bentuk kalender global yang harus dipilih," katanya. Selain itu, ayat tersebut mengandung isyarat fungsi religius kalender Islam yang diwakili dan dicerminkan oleh kata al-hajj.

Selanjutnya dalam hadis ditegaskan bahwa puncak ibadah haji itu adalah wukuf di Arafah, dan sisi lain hari Arafah itu disunahkan melakukan puasa bagi kaum muslimin yang tidak sedang melaksanakan haji. Agar hari Arafah itu dapat jatuh pada hari yang sama di seluruh muka bumi, maka tidak ada cara lain kecuali menerapkan kalender hijriah global tunggal (unifikatif). Hanya saja, Izza mengakui, ayat tersebut juga dijadikan dasar dalam pandangan penganut rukyat lokal.

Argumentasi mereka adalah:
1. Hilal, fase awal bulan yang tampak, adalah penanda awal bulan qamariah.
2. “Mawaqit” dapat menunjukkan pengakuan akan perbedaan waktu pada lokasi berbeda.
3. Haji berlangsung di Makkah , penyebutannya secara terpisah dapat menunjukkan prinsip lokalitas waktu ibadah (seperti halnya salat). 4.
Di luar kawasan, orang yang tidak berhaji tidaklah terikat dengan hitungan waktu orang yang tengah berhaji

Penolakan KHGT karena Kuatnya Dominasi Paham Rukyat Literal

Penolakan KHGT karena Kuatnya Dominasi Paham Rukyat Literal

Penolakan terhadap konsep Kalender Hijriah Global Tunggal (KHG) salah satu faktornya adalah karena kuatnya dominasi paham Rukyat literal dan Matlak lokal. "Hal ini pernah disampaikan oleh Nidhal Guessoum dalam SARAS (Southeast Asia-Regional Astronomy Seminar) tahun 1442/2021 di Malaysia," ujar Profesor Ilmu Astronomi Islam-Hukum Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Susiknan Azhari.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini menjelaskan, secara konsep, KHGT memang menarik, apalagi jika dikaji dengan beragam pendekatan. “Bagi pihak yang belum bisa menerima tentu saja perlu dihargai dan sebaiknya tetap membuka diri untuk mewujudkan unifikasi,” ujar Prof Susiknan sebagaimana dilansir laman resmi Muhammadiyah, Jumat 12 Juli 2024.

Ia mengingatkan agar perbedaan pandangan mengenai kalender tidak menyebabkan konflik hingga berurusan dengan aparat hukum. “Mari tebarkan energi positif agar umat tidak bercerai-berai,” tambahnya.

Susiknan mengungkapkan bahwa berbagai kitab turats mendukung konsep KHGT, terutama prinsip, syarat, dan parameter yang digunakan. Menurutnya, konsep KHGT memiliki basis epistemologi yang kokoh terutama konsep Ittihadu al-Matali’. Banyak literatur fikih yang mendukung ini seperti Radd al-Mukhtar ala Dur al-Mukhtar karya Ibn ‘Abidin, Bidayatu al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid karya Ibn Rusyd, dan Tanwir al-Absar wa Jami’ al-Bihar karya Muhammad bin Abdillah at-Turmurtasyi.

Mengenai perdebatan seputar hisab rukyat, Susiknan mengajak untuk menuju integrasi antara keduanya demi kemaslahatan umum dibandingkan kepentingan pribadi dan organisasi. ''Indonesia, dengan penduduk muslim terbesar di dunia, perlu menjadi teladan dalam mengimplementasikan Kalender Hijriah Global Tunggal dengan prinsip satu hari satu tanggal untuk seluruh dunia,” tegasnya.

Susiknan juga mengakui bahwa KHGT adalah sebuah produk ijtihad yang tidak lepas dari kekurangan. “Namun, sepanjang pembacaan saya, konsep KHGT merupakan konsep yang terbaik dan solutif. Adapun kriteria yang digunakan tetap terbuka untuk diperbaiki, seperti disebutkan dalam rekomendasi Istanbul 1437/2016,” ujarnya.

Menurutnya, kegiatan rukyat tetap perlu diberikan ruang untuk dilakukan secara profesional, berkelanjutan, dan bertanggung jawab. ''Semua ini dilakukan untuk memadukan pesan nas dan sains. Dengan demikian, ke depan akan diperoleh kriteria yang lebih autentik,” jelas Susiknan. Susiknan juga mengingatkan bahwa unifikasi merupakan proses panjang.

''Kehadiran KHGT tidak serta merta seperti membalikkan tangan. Perbedaan tentu masih akan terjadi, seperti dalam unifikasi kalender miladiah yang memerlukan waktu berabad-abad,” katanya.

Susiknan menjelaskan bahwa umat Islam yang kini menyebar di seluruh penjuru dunia memerlukan kalender hijriah yang mapan untuk memberi kepastian. “Hal ini penting karena ketika terjadi perbedaan dalam memulai Idul Fitri, negara hanya memberi cuti satu hari kepada kaum muslimin, yang tentu saja menyulitkan mereka melaksanakan salat Id dan lain sebagainya,” tambahnya.

Kehadiran KHGT melalui proses panjang untuk mewujudkan solidaritas tingkat global sesuai pesan al-Qur’an dan as-Sunah. Ini juga merupakan upaya membangun peradaban Islam yang lebih baik dan memberi contoh akan pentingnya sistem waktu yang lama terlupakan. "Oleh karena itu, memahami KHGT tidak cukup dengan satu pendekatan semata,” jelas Susiknan.

Susiknan menegaskan bahwa KHGT harus dilihat dengan berbagai pendekatan untuk kepentingan bersama dengan memahami Prinsip, Syarat, dan Parameter (PSP) sehingga akan nampak nilai kemaslahatannya bagi kehidupan umat Islam sedunia. “Saat ini, Islam berkembang pesat di Amerika dan Eropa sehingga keberadaan KHGT menjadi jembatan mengenalkan Islam di tingkat global,” katanya.

''Wajah Islam yang ramah dan sangat menghargai ilmu pengetahuan tergambar dalam konsep KHGT. Ini adalah peluang bagi para mubalig tingkat nasional, regional, bahkan internasional untuk menjelaskan pentingnya KHGT,” lanjutnya.

Sejarah mencatat bahwa Islam berkontribusi positif dalam pengembangan sains modern, sebagaimana dikemukakan oleh para pengkaji sains Islam seperti Mehdi Nakosteen, Abdel Hamid Sabra, dan Raghib as-Sirjani. Bahkan menurut penelitian Agus Purwanto, dalam al-Qur’an, ayat-ayat bernuansa sains lebih banyak dibandingkan ayat-ayat yang bernuansa hukum. “Dengan demikian, penerimaan terhadap konsep KHGT merupakan langkah strategis untuk mewujudkan tatanan kehidupan dunia yang lebih baik dan berwawasan ke depan,” tutup Susiknan Azhari.
(aww)