Pegi Perong Masih Jadi Misteri

Pegi Perong Masih Jadi Misteri

Eko Edhi Caroko
Rabu, 10 Juli 2024, 18:33 WIB

Gugatan praperadilan Pegi Setiawan dikabulkan hakim, ia pun dibebaskan dari tahanan Polda Jabar.  Sosok Pegi Perong, DPO dalam kasus ini masih misterius. 

Kasus Vina Cirebon : Pegi Perong Masih Jadi Misteri

Kasus Vina Cirebon : Pegi Perong Masih Jadi Misteri

Tangis haru bercampur bahagia dari keluarga Pegi Setiawan pun pecah, saat hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Eman Sulaeman menyatakan, bahwa penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada Tahun 2016 tidak sah dan batal demi hukum (Senin 8/7). Hakim Eman pun memerintahkan Polda Jabar untuk membebaskan Pegi Setiawan dari tahanan dan menghentikan proses penyidikan terhadapnya.

Mendengar Keputusan hakim, Kartini Ibu dari Pegi Setiawan, Amel adik Pegi Setiawan dan anggota keluarga lainya berpelukan sambil menangis. Sorak sorai pengunjung sidang pun bergemuruh menyambut putusan hakim yang mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Pegi Setiawan dan kuasa hukumnya. “Terima kasih atas bantuan dan doanya. Hari ini doa kami terbukti anak saya tidak bersalah”, kata Kartini di Bandung.

Polda Jabar pun menghormati dan memenuhi putusan pengadilan tersebut. Senin malam (8/7) sekitar pukul 21.30 WIB, akhirnya Pegi Setiawan dibebaskan. Pegi bisa kembali menghirup udara bebas, setelah 48 hari mendekam dalam kamar tahanan. "Alhamdulillah saya sangat luar biasa, terharu dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata selain bersyukur karena doa saya dikabulkan Allah SWT. Saya sangat berterima kasih kepada semuanya terutama kepada keluarga dan kuasa hukum," ujar Pegi sesaat setelah dibebaskan.

Dia menegaskan sejak awal bukan pelaku pembunuhan Vina dan Eky. Karena itu, dia tidak takut untuk menegakkan keadilan. "Saya dari awal percaya dengan keyakinan saya. Saya merasa tidak bersalah dan tidak pernah melakukan kejahatan seperti itu," ucapnya. Dia juga turut mengucapkan terima kasih kepada semua orang termasuk penyidik kepolisian yang telah membebaskannya.

Sosok Pegi Setiawan muncul setelah polisi memberi keterangan berhasil menangkap DPO kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada Selasa malam (21/5/2024). Polisi mengatakan menangkap Pegi Setiawan yang diidentifikasikan sebagai Perong, yang buron selama 8 tahun. Pegi Setiawan ditangkap di Bandung tanpa perlawan. Menurut polisi selama 8 tahun ini Pegi bekerja sebagai kuli bangunan di Bandung.

DPO tanpa Foto
Penangkapan Pegi Setiawan ini dilakukan 7 hari setelah Polda Jabar merilis 3 pelaku pembunuhan Vina yang masih buron selama 8 tahun ini pada Selasa (14/5/2024). Saat itu Polisi juga mengungkap ciri-ciri para DPO tersebut, tanpa menampilkan foto atau sketsa wajah, yang diketahui bernama Pegi alias Perong, Andi, dan Dani.

Pegi Setiawan dihadirkan dalam konferensi pers di Polda Jawa Barat, Minggu 26 Mei 2024. Saat itu Pegi menyangkal terlibat dalam kasus Vina Cirebon dan menyatakan bahwa dirinya korban fitnah. "Saya bukan otak pembunuhan, saya bukan otak pembunuhan itu. Saya rela mati," katanya dengan tegas. Saat didekati awak media, Polisi yang mengawalnya pun berusaha membungkam mulut Pegi sambil membawanya menjauh dari awak media.

Meski dibungkam Pegi masih sempat menegaskan kembali dirinya tidak terlibat dalam kasus Vina Cirebon. "Saya tidak pernah melakukan pembunuhan itu. Ini fitnah. Saya rela mati," ucapnya saat dibawa petugas kepolisian.
Kejanggalan mulai muncul, setelah Pegi Setiawan ditangkap. Polisi tiba-tiba mengungumkan DPO kasus pembunuhan Vina dan Eky hanya satu orang. Artinya, satu-satunya DPO terakhir yang ditangkap adalah Pegi Setiawan. Dua DPO lainnya yang bernama Dani dan Andi, dianggap tidak ada. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, pihaknya tak punya bukti menguatkan untuk terus mengejar dan menjerat dua DPO atas nama Dani dan Andi itu.

Dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky pada tahun 2016, sebelumnya polisi sudah menetapkan 11 pelaku pembunuhan tersebut. Delapan diantaranya sudah diadili dan dijatuhi vonis hukuman penjara oleh pengadilan. Mereka adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana dan Saka Tatal.

Tujuh pelaku dihukum seumur hidup, satu orang pelaku Saka Tatal dihukum 10 tahun penjara, karena saat itu masih di bawah umur. Tiga pelaku lainnya DPO yakni Pegi alias Perong, Andi dan Dani. Pegi Perong pun disebut-sebut sebagai otak (mastermind) dari kasus pembunuhan tersebut.

Belakangan muncul saksi-saksi yang meyakini saat kejadian pembunuhan 27 Agustus 2016, Pegi Setiawan, berada di Bandung. Kuasa hukum Pegi Setiawan Insank Nasaruddin pun mengatakan polisi salah tangkap. Pegi Setiawan bukan Pegi Perong DPO kasus Pembunhan Vina Cirebon. Insank menilai bahwa Polda Jabar tidak memiliki cukup bukti yang kuat untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka.

Saka Tatal yang kini sudah bebas dari hukuman mengkonfirmasi bahwa ia pernah di perlihatkan foto Pegi Perong oleh polisi. Sosok foto yang diperlihatkan itu sangat berbeda dengan sosok Pegi Setiawan yang ditangkap polisi. Baik Saka maupun para pelaku lainnya pun mengaku tidak mengenal Pegi Setiawan.

Kendati begitu, Kepolisian Daerah Jawa Barat tetap kekeh meyakini bahwa Pegi Setiawan adalah tersangka sesungguhnya dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon. Sebab, polisi meyakini tidak ada nama Pegi lain dalam kasus tersebut. Tim Kuasa Hukum Pegi Setiawan pun melayangkan gugatan praperadilan terhadap penetapan tersangka Pegi Perong pada kasus pembunuhan Vina dan Eky pada 11 Juni 2024 lalu.

Tokoh Fiktif ?

Dibebaskanya Pegi Setiawan membuat polisi harus bekerja lebih keras mencari dan mengungkap siapa sebenarnya Pegi Perong, yang hingga kini ternyata masih menjadi misteri. Apakah sosok Pegi Perong ini benar-benar nyata atau hanya cerita fiktif belaka dari para pelaku lainya sebagai upaya mereka membela diri. Toh, Polisi juga telah menegaskan dua DPO lainnya dalam kasus ini Andi dan Dani sebagai tokoh rekaan yang muncul dari cerita para pelaku lainnya.

Kasus yang menyita perhatian publik ini, memang masih menyisakan banyak pertanyaan. Mengapa polisi begitu sulit polisi mengungkap siapa Pegi Perong, meski sudah 8 tahun berlalu. Padahal ada delapan saksi yang terlibat langsung dalam kasus ini dan sudah dihukum. Benarkah ada keterlibatan dari anak mantan Bupati Cirebon dan petinggi Polri yang terlibat dalam kasus ini ? Sehingga Pegi Perong bisa menghilang lenyap bak ditelan bumi.

Polisi, khususnya para penyidik di kasus ini harus kembali ke titik awal dan merinci ulang awal mula kasus pembunuhan ini. Pakar kriminolog Reza Indragiri menyotoi janggalnya kesaksian salah satu saksi kunci kasus ini, Aep.

Aep Warga Desa Karangasih, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi ini yang kemudian tinggal di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon. Saat kejadian, ia menghabiskan malamnya di sebuah tempat cuci steam mobil tempat dirinya bekerja. Aep mengaku melihat detik-detik Vina dan Eki berboncengan motor melintas di depan warung tempat sejumlah remaja nongkrong. Pengakuan dan kesaksian Aep ini berbuntut adanya 11 nama tersangka, dan 8 diantaranya sudah menjadi terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon.

Menurut Reza bagaimana mungkin Aep mengetahui persis kejadian dan mengingat para pelaku dari jarak 100 meter. Padahal kondisi di Tempat Kejadian Perkara tidak memungkinkan untuk melihat dengan jelas, apalagi mengenali dan mengingat wajah para pelaku.Apakah Aep memberikan keterangan palsu? Jika iya, apakah keterangan palsu itu disampaikan karena adanya pihak eksternal ? siapa pihak eksternal itu?

Sederet pertanyan dan kecurigaan dari publik pun makin menumpuk setelah Pegi Setiawan dinyatakan bebas oleh pengadilan. Semoga polisi bisa segera mengungkap kasus ini dengan sejelas-jelasnya dan memangkap mereka yang memang harus betanggung jawab pada kasus ini. polisi juga harus mengungkap siapa sebenarnya Pegi Perong ? Jika memang sosok ini ada, jangan biarkan dia terlalu lama bebas di luar sana.

Perlawanan dari Balik Jeruji


Perlawanan dari Balik Jeruji

Begitu hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Eman Sulaeman mengetok palu memutuskan menerima gugatan praperadilan atas penetapan tersangka Pegi Setiawan pada kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, langsung di respon Saka Takal dan kuasa hukumnya. Belum genap 24 jam putusan itu dibacakan pihak Saka Tatal langsung mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Senin (8/7/2024), untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali kasus yang telah memvonis Saka Tatal selama 10 tahun. Saka Tatal sendiri menjalani vonis tersebut selama delapan tahun penjara.

Saat kasus pembunuhan ini kembali mencuat Saka Tatal bercerita kepada media bahwa dia tidak mengetahui apa-apa tentang kasus pembunuhan Vina dan Eky di tahun 2016. Bahkan tidak mengenal Vina dan Eky. Menurut pengakuannya, ia tiba-tiba saja ditangkap polisi lalu dipaksa mengaku sebagai salah satu pelaku pembunuhan. Saka sempat mengalami kekeraan saat diperiksa oleh petugas. Saka pun menegaskan bahwa dirinya merupakan korban salah tangkap
Tidak tahan atas kekerasan yang dialaminya, ia pun terpaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan. Padahal saat malam kejadian ia bersama pamannya tengah memperbaiki motor di bengkel.

Menurut salah satu kuasa hukum Saka Tatal, Krisna Murti, dikabulkannya gugatan praperadilan Pegi Setiawan, merupakan novum baru dalam pengajuan PK Saka Tatal. Krisna menilai, kronologi peristiwa pembunuhan terhadap Vina merupakan rangkaian yang sudah diatur. ‘’Di sini disebutkan adanya perkosaan, adanya pembunuhan, seperti yang diberitakan selama ini, padahal kejadiannya tidak seperti yang disampaikan dalam kronologis yang dirangkai,’’ katanya. Dia berharap, pengajuan Peninjauan Kembali Saka Tatal akan dikabulkan pengadilan.

Salah satu kuasa hukum Saka Tatal lainnya, Farhat Abas, mengatakan, upaya PK ini diajukan karena telah terjadi rekayasa penyidikan, penuntutan dan pengadilan terhadap Saka Tatal. ‘’Kami mengajukan Peninjauan Kembali dan menyerahkan memori Peninjauan Kembali untuk mendapatkan keadilan terhadap pertimbangan-pertimbangan dan fakta-fakta hukum,’’ ujarnya.

Bantuan Hukum Gratis
Begitu besarnya perhatian dari publik atas kasus pembunuhan Vina dan Eky yang belum tuntas, menarik juga para pengacara kondang untuk turun gelangang. Seperti yang dilakukan Otto Hasibuan, pengacara senior yang juga Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pihaknya siap memberikan bantuan hukum kepada lima terpidana kasus pembunuhan Vina di Cirebon yang terjadi pada 2016 lalu, secra gratis. Bantuan itu diberikan jika mereka ingin mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan hakim.

Hal itu disampaikan Otto setelah bertemu dengan keluarga dari lima terpidana kasus pembunuhan Vina yaitu Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, dan Supriyanto, Senin (10/6.2024). Dalam pertemuan tersebut terungkap juga cerita bahwa para terpidana ini terpaksa mengakui sebagai pelaku pembunuhan.

Setelah mencermati dan mengikuti kasus ini, Otto mencium banyak kejanggalan dalam proses hukum pada kasus Vina Cirebon ini.
Ia menduga sejumlah terpidana yang sudah divonis hukuman pengadilan merupakan korban salah tangkap.
Salah satu keyakinannya didasarkan alibi dari sejumlah saksi yang mengatakan bahwa sejumlah terpidana kasus Vina tidur di rumah anaknya Pak RT pada saat malam kejadian meninggalnya Vina. "Sehingga kalau ini benar, peristiwa mereka melakukan pembunuhan itu sudah pasti tidak benar," kata Otto Hasibuan.

Kejanggalan lainnya, ketika dua nama atas nama Andi dan Dani tiba-tiba dinyatakan fiktif oleh polisi. Hal itu membuat keseluruhan cerita pembunuhan Vina juga bisa jadi fiktif. Padahal dalam dakwaan jaksa dan putusan hakim, Andi dan Dani memiliki peran dalam pembunuhan Vina dan Eky. “Jika Andi dan Dani dinyatakan fiktif maka cerita kasus pembunuhan ini juga fiktif. “Isi dakwaan juga fiktif dong, karena Dani dan Andi sesungguhnya tidak ada”, kata Otto.

Hotman Soroti BAP yang Berubah
Semenatara pengacara top lainnya Hotman Paris memilih memberikan bantuan hukum kepada kelurga Vina. Awalnya sama dengan Otto Hasibuan, Hotman Paris juga tidak ingin menanggapi kasus ini. Lalu kisah ini pun dianggap ke layar lebar, pada Mei 2024, dan langsung jadi film box office. Di Sosial Media, netizen pun ramai membahas kasus pembunuhan yang terjadi 8 tahun itu.
Hotman Paris dan tim pun mulai tertarik mengulik kasus pembunuhan ini. Dan ternyata banyak kejanggalan. Meski diantara pelaku sudah ada yang dipidana, masih ada pelaku pembunuhan yang belum tertangkap meski sudah 8 tahun berlalu. Seolah-olah sulit sekali polisi menangkap para pelaku ini.

Kasus ini sudah dilimpahkan dari 2016 ke Polda Jabar dari Polres Cirebon. Menariknya, kata Hotman, hampir semua, 8 orang yang ketangkap ini pada saat di BAP pertama menyatakan ada 3 orang lagi pelaku yang masih buron. Namun kemudian berubah berubah sesudah ke kejaksaan.

Hotman merasa janggal ketika mendapat informasi tiga tersangka yang masih buron, Andi (23), Dani(20), dan Pegi alias Perong (22) tiba-tiba tidak diakui oleh delapan tersangka, kalau ketiganya tidak terlibat.“Mereka mengubah BAP nya,”jelas Hotman.
Logikanya, tidak mungkin 8 orang pelaku yang tertangkap itu mengarang cerita bersamaan pada awal saat ditangkap. Adanya informasi perubahan BAP ini, Hotman menduga ada pengaruh yang menekan kasus ini. Sehingga, membuat tiga buronan ini terlihat kabur dan tidak jelas.

Kejanggalan –kejanggalan dan kurang telitinya pihak penyidik dalam mengusut kasus ini, membuat penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka pun dibatalkan oleh pengadilan. Pegi Setiawan pun bebas dari tahanan polisi. Apakah delapan terpidana lainnya dalam kasus ini juga akan berupaya untuk bebas dari vonis yang telah diputuskan? Kita tunggu saja.

Film Box Office Membuka Kasus Lama

Film Box Office Membuka Kasus Lama

Kasus pembunuhan sadis sepasang kekasih Vina dan Eky oleh geng motor di Cirebon yang terjadi pada 2016 kembali jadi sorotan publik. Kasus ini belum sepenuhnya terungkap karena masih ada tiga pelaku pembunuhan yang buron. Publik ikut cawe-cawe di kasus ini lantaran kisah pembunahan ini diangkat ke layar lebar dengan judul Vina: Sebelum 7 Hari.

Film bergenre horor yang disutradarai oleh Anggy Umbara ini meledak menjadi film box office. Setelah tayangperdana pada 8 Mei 2024 dalam tempo 3 minggu film ini sudah ditonton lebih dari 5.6 juta penonton. Jumlah penonton sebanyak itu pun membuat film berdurasi 100 menit ini pun berada diurutan ke delapan dalam daftar film terlaris sepanjang masa.

Film ini pun jadi pembicaraan dimana-mana, menjadi viral di media sosial. Meski film ini tidak menggambarkan semua fakta yang terjadi pada peristiwa pembunhan Vina dan Eky, banyak pihak yang mendesak pihak kepolisian untuk menuntaskan kasus yang sudah delapan tahun ini. Ada juga yang menyudutkan pihak kepolisian karena dianggap tidak seriu dalam menangani kasus ini. sehingga masih ada pelaku yang buron belum tertangkap hingga 8 tahun lamanya.

Pakar hukum, mantan narapidana dari kasus ini, pejabat Polri, mantan pejabat Polri, Kompolnas bahkan hingga Presiden ikut buka suara mengenai kasus ini. pihak kepolisian dalam hal ini Polda Jabar pun kembali melanjutkan penyelidikan kasus ini untuk menangkap para pelaku yang masih buron.

Sebenarnya banyak kasus yang terungkap setelah menjadi viral atau menjadi tranding di sosial media. Masih segar dalam ingatan, kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat sempat menjadi perhatian publik. Kasus pembunuhan ini menyeret Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo beserta istrinya Putri Chandrawathi. Kemudian, Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf. Pembunuhan terjadi di Rumah Dinas Ferdy Sambo, Kompleks Perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022.

Kasus Mario Dandy Satriyo mulai serius ditangani pihak berwajib setelah viral. Kasus tersebut terjadi di Perumahan Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Senin, 20 Februari 2023 malam. Kasusnya pun merembet ke ayah Mario Dandy, Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat pajak. Rafael Alun terseret kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian.

No Viral No Justice
Seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS mengaku telah menerima tindakan perundungan, perbudakan, hingga pelecehan seksual oleh teman-teman kantornya sejak ia bekerja di KPI pada 2012 silam. Selama mengalami perundungan dan pelecehan seksual, MS sempat melaporkan kasusnya kepada atasannya dan pihak kepolisian, namun laporannya tidak diseriusi.

MS pertama kali mengadukan kasusnya ke Polsek Gambir pada 2019, namun petugas polisi malah menyuruhnya melapor lebih dulu kepada atasan di KPI agar diselesaikan secara internal. Berselang setahun kemudian, MS kembali mencoba melapor ke Polsek Gambir, namun laporan ini juga tidak sesuai harapannya.

MS akhirnya menuliskan kasus perundungan dan pelecehan seksual yang dialaminya dalam surat yang kemudian viral di media sosial Twitter pada awal Septermber 2021. "Tolong Pak Joko Widodo, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI, saya trauma," tulis MS dalam suratnya itu. Setelah viral, baru kemudian polisi, KPI, serta pihak lainnya bergerak menindaklanjuti kasus ini.

Di tengah masyarakat pun kini ada jargon No Viral No Justice. Aparat penegak hukum baru bergerak serius menindak lanjuti kasus-kasus viral di sosial media. Terkait fenomena No Viral No Justice yang masih dominan, penegakan hukum dinilai perlu dibenahi total. “Ya harus dibenahi, juga diingatkan kembali fungsi lembaga-lembaga pengawasan seperti Komnas HAM, Ombudsman, Kompolnas, lembaga pengawas kepolisian atau LSM atau masyarakat umumnya,” kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada SINDOnews.

Kasus-Kasus Pembunuhan yang Belum Terungkap Hingga Kini


Kasus-Kasus Pembunuhan yang Belum Terungkap Hingga Kini
Delapan tahun memang waktu yang cukup lama, namun kasus pembunhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 belum tuntas. Meski telah ada delapan pelaku yang dihukum, namun tiga lainnya termasuk otak pembunuhan di kasus ini belum bisa ditangkap oleh polisi. Belakangan Polisi malah salah tangkap, mengamankan Pegi Setiawan, kuli bangunan di Bandung yang diduga merupakan Pegi Perong, salah satu dari tiga buronon kasus pembunuhan Vina dan Eky.

Sebenarnya masih banyak kasus-kasus pembunahan di Indonesia yang hingga kini belum mampu diungkap polisi. Padahal, sudah banyak saksi mata yang diperiksa guna membantu mengungkap kejadian sebenarnya. Sejumlah kasus bahkan sudah menemui titik terang mengarah pada beberapa tersangka. Namun, pihak kepolisian tidak bisa langsung menetapkan seseorang tersangka karena kekurangan atau bukti bukti yang ada masih lemah.

Pembunuhan Akseyna Mahasiswa UI
Pada 26 Maret 2015 pagi, seorang petugas kebersihan menemukan jasad Akseyna Ahad Dori, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Universitas Indonesia (UI) mengapung di Danau Kenanga Kampus UI Depok. Pada tubuhnya, terdapat luka lebam yang mencurigakan. Hasil autopsi menunjukkan bahwa Akseyna meninggal karena kehabisan oksigen (asfiksia) akibat tenggelam, tetapi ada tanda-tanda kekerasan di tubuhnya.

Polisi menemukan beberapa barang bukti, termasuk tas ransel yang diikatkan pada tubuh Akseyna dan sepatu yang tertinggal di sekitar danau. Di dalam tas ransel, ditemukan batu-batu yang cukup berat untuk menenggelamkan seseorang. Di kamar kos Akseyna ditemukan sebuah catatan yang diduga kuat sebagai surat wasiat, namun keaslian surat tersebut masih diragukan.

Polisi juga memeriksa rekaman CCTV di sekitar area kampus untuk mencari petunjuk. Meskipun ada beberapa rekaman yang menunjukkan pergerakan Akseyna sebelum ditemukan tewas, tidak ada bukti jelas yang mengarah pada tersangka atau motif pembunuhan. Teman-teman dan keluarga Akseyna menyebutkan bahwa ia adalah mahasiswa yang cerdas dan tidak memiliki masalah berarti yang bisa memicu tindak kekerasan terhadapnya.

Hingga kini, kasus ini belum terpecahkan. Polisi masih kesulitan mengidentifikasi pelaku atau pelaku-pelaku yang bertanggung jawab atas kematian Akseyna.

Setiabudi 13
Warga di sekitar jalan Setiabudi Jakarta Selatan dikejutkan dengan penemuan kotak karton berisi 13 potongan tubuh manusia pada 23 November 1981. Potongan-potongan tubuh yang ditemukan di Jalan Setiabudi ini kemudian dikenal luas sebagai kasus "Setiabudi 13".

Tim dokter dari Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia (LK UI) memeriksa mayat yang telah dipotong menjadi 13 bagian. Menurut Mun'im Idries, salah satu ahli forensik RSCM yang memeriksa jenazah korban, pembunuh tidak hanya memotong-motong jasad korban, tetapi juga menyayat dan mengupas hampir seluruh daging dari tulangnya.

Hampir seluruh daging korban disayat, kecuali bagian pergelangan dan telapak tangan. Wajah dan bagian kepala juga masih tampak jelas. Diperkirakan pemotongan dilakukan menggunakan gergaji besi,

Dari pemeriksaan, diperkirakan korban berusia antara 18 hingga 21 tahun, memiliki tinggi 165 sentimeter, dengan tubuh agak gemuk dan tegap. Beberapa tahi lalat yang bisa menjadi ciri khas korban juga ditemukan dan diumumkan ke masyarakat luas.

Mun'im berpendapat bahwa korban "digarap" oleh lebih dari satu orang, karena mengerat tulang dan mengelupas daging dari mayat bukanlah pekerjaan mudah.Sampai sekarang, belum ada pihak yang dinyatakan bersalah dan bertanggung jawab atas pembunuhan dan mutilasi tersebut. Identitas korban juga tidak terungkap meskipun telah ditemukan banyak petunjuk di tubuh korban.

Pembunuhan ASN Semarang
Kasus pembunuhan lainnya yang belum terungkap diantaranya, kasus pembunuhan Paulus Iwan Boedi, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Semarang, Jawa Tengah. Paulus Iwan Boedi ditemukan tewas secara mengenaskan pada 19 September 2022, setelah dilaporkan hilang sejak 24 Agustus 2022. Jasadnya ditemukan dalam keadaan terbakar dan rusak parah, sehingga memerlukan tes DNA untuk mengonfirmasi identitasnya.

Kasus Siswi SMK Barangsiang Bogor
Kasus pembunuhan Andriana Yubelia, seorang siswi SMK Baranangsiang di Bogor, hingga kini juga belum terungkap sepenuhnya. Peristiwa tragis ini terjadi pada 8 Januari 2019, ketika Andriana ditemukan tewas dengan luka tusukan di bagian dada.
Andriana, yang saat itu berusia 18 tahun, ditemukan di sebuah gang sempit di Jalan Riau, Baranangsiang, Bogor Timur, sekitar pukul 15.55 WIB. Dilaporkan bahwa saat itu ia sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah. Menurut saksi mata, seorang pria yang tak dikenal mendekati Andriana sebelum melakukan penusukan dan kemudian melarikan diri.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena kejamnya tindakan yang dilakukan terhadap Andriana dan ketidakjelasan motif di balik pembunuhan tersebut.
Author
Eko Edhi Caroko