Menanti Langkah PDIP
PARTAIDemokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terkesan adem santai menatap Pilpres 2024. Di saat parpol lain adu cepat menggalang kekuatan, partai berlambang banteng gemuk ini seperti hanya wait and see. Sebagai partai penguasa, jelas langkah mereka ditunggu. Akankah berjalan sendiri atau juga menggalang koalisi?
Sejatinya tak aneh bila PDIP cenderung tak grasa-grusu. Di banding parpol lain, mereka punya modal cukup untuk mengusung calon sendiri. Sesuai aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7/2017, hanya PDIP yang punya kursi parlemen dengan jumlah sesuai diatur dalam beleid tersebut.
Untuk diketahui, Pasal 222 UU Pemilu menyatakan, ‘Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Pertanyaan lain yang tak kalah menggelitik, siapa bakal diusung? Dua pemilu sebelumnya, PDIP jemawa sebagai penguasa usai menempatkan Joko Widodo sebagai capres. Isu yang berkembang, PDIP konon bakal memunculkan ‘Putri Mahkota’ Puan Maharani. Namun, realitas akar rumput, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo paling dielu-elukan. Tapi justru karena itulah Ganjar kini cenderung ‘terjegal’.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengultimatum para kadernya untuk tidak bermanuver politik tanpa persetujuannya. Dia turut mengimbau agar jangan sampai ada yang bermain dua kaki. Dia menjelaskan, jika ada kader yang kedapatan melakukan tindakan seperti itu, Megawati mempersilakan orang tersebut untuk keluar saja dari partai berlambang banteng tersebut.
"Kalian siapa yang membuat manuver, keluar. Karena apa, tidak ada di dalam PDI Perjuangan yang namanya main dua kaki, main tiga kaki, dan melakukan manuver," ungkap Mega saat berpidato di Rakernas PDIP di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (21/6/2022). Mega berpendapat, hal itu dikarenakan para kadernya sendirilah yang telah memberikan amanah kepadanya menjadi seorang ketua umum partai, di mana, dari keputusan tersebut maka dia memiliki sebuah hak prerogatif.
Dia pun tak ambil pusing bilamana ditemukan ada kader yang berperilaku seperti itu. Bahkan, Mega meminta agar kader tersebut keluar saja dari partai. "Ingat lho, lebih baik keluar deh, lebih baik keluar deh daripada saya pecati lho kamu, saya pecati lho. Ini kan dikasih Hasto ini terbuka bu, semua orang biar tau, inilah organisasi dari sebuah partai yang namanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," tuturnya.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan, partainya tak akan tergoda dengan manuver-manuver elite politik untuk kepentingan Pemilu 2024 sebagaimana berkembang belakangan ini. PDIP, kata dia, masih fokus untuk membantu pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia.
"Itulah prioritas PDIP sebagimana amanat ibu ketua umum saat ini melakukan konsolidasi dalam seluruh kehidupan partai dan PDIP bergerak ke bawah membantu rakyat agar berbagai dampak akibat pandemi oleh campur tangan PDIP bersama pemerintahan Jokowi-Maruf Amin dapat segera diselesaikan," ujar dia
Hasto pun mengungkap kaderisasi internal seperti yang dilakukan hari ini merupakan konsolidasi utama yang dikerjakan partai berlambang moncong banteng ini sehingga bisa dipastikan bahwa PDIP tak akan melakukan hal serupa seperti yang dilakukan elite belakangan ini.
Pengamat politik Hendri Satro menilai, Puan Maharani adalah sosok paling rasional bagi PDIP untuk diusung sebagai capres atau cawapres pada Pilpres 2024. Menurutnya, PDIP bisa mencetak sejarah dengan mengusung Puan Maharani di 2024. "Saat ini nama Puan Maharani justru paling rasional untuk PDIP. Sekali lagi Puan paling rasional bagi PDIP di 2024," ujar pria yang akrab disapa Hensat.
Dia menjelaskan dari sisi kemampuan sebagai pemimpin, Puan sudah melewati banyak ujian dan di tempa cukup lama. Bahkan sebelum menjadi Ketua DPR, Puan terlebih dulu mengenyam sebagai anggota biasa, kemudian menjadi Ketua Fraksi PDIP, baru kemudian saat menjadi Ketua DPR.
"Maka, bukan saja ada kesan kuat bahwa kualitas Puan Maharani yang memang mumpuni karena sebagai Ketua DPR, bahkan sebelumnya sudah menjabat anggota biasa, ketua fraksi, bahkan menko (Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan)," jelas Hensat.
Lebih dari itu, Hensat juga menggarisbawahi bahwa mengusung Puan Maharani bukan semata-mata kualitas dan prestasi melainkan juga faktor sejarah bangsa. "Dalam hal ini, ada urusan sejarah juga yang diperjuangkan oleh PDIP bila mendorong Puan Maharani menjadi Presiden. Ya itu, sejarah Soekarno," ucap Hensat.