Perang Berkecamuk, Harga Minyak Mengamuk
Perang Berkecamuk, Harga Minyak Mengamuk
Mohammad Faizal
Senin, 14 Maret 2022, 13:55 WIB

Kenaikan harga minyak dunia tak terbendung seiring berkecamuknya perang Rusia-Ukraina. Sekali lagi, dunia dibayangi krisis minyak seperti pada tahun 1970-an.

Harga Minyak Sempat Menyentuh Level Tertinggi dalam 13 Tahun

Harga Minyak Sempat Menyentuh Level Tertinggi dalam 13 Tahun

Perang Rusia-Ukraina mengerek harga minyak dunia ke level tertinggi sejak tahun 2008, saat Amerika Serikat (AS) bersama sekutunya membahas kemungkinan embargo pasokan minyak Rusia. Meski akhirnya hanya AS yang resmi mengembargo minyak Rusia, harga emas hitam tersebut kadung berada di level yang berbahaya.

Sebelumnya, berita mengenai kemungkinan embargo minyak Rusia oleh AS dan sekutunya membuat harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan minyak global melesat ke atas USD139 per barel, karena kekhawatiran makin seretnya pasokan di pasar global. Konsumen di sejumlah negara bahkan sudah merasakan dampaknya, dengan semakin mahalnya bahan bakar minyak (BBM).

Semakin banyaknya sanksi ekonomi yang diterapkan ke Rusia juga memperparah kekhawatiran pasar akan kelangsungan pasokan minyak ke pasar. "DPR saat ini sedang menjajaki undang-undang yang akan semakin mengisolasi Rusia dari ekonomi global," kata Ketua DPR AS Nancy Pelosi seperti dikutip dari BBC.

Pernyataan ini disampaikan saat tekanan semakin keras kepada Gedung Putih dan negara-negara Barat lainnya untuk mengambil tindakan yang lebih keras terhadap Moskow atas invasinya ke Ukraina. Embargo minyak Rusia akan menjadi eskalasi besar dalam menanggapi invasi Ukraina dan berpotensi memiliki dampak besar pada ekonomi global.

"Sementara AS mungkin hanya mendorong melalui larangan impor minyak Rusia, Eropa sepertinya tidak mampu melakukan hal yang sama. Yang lebih mengkhawatirkan, (Presiden Rusia Vladimir) Putin dapat dengan mudah mematikan pasokan gas ke Eropa, memotong jalur kehidupan energi ke benua itu," kata Vandana Hari dari konsultan energi Vanda Insights.

Harga minyak mentah Brent naik lebih dari 20% pada pekan lalu karena konflik memicu kekhawatiran kekurangan minyak di pasar global. Konsumen di seluruh dunia telah merasakan lonjakan harga dalam beberapa hari terakhir seiring kenaikan harga energi.

Pada hari Minggu, American Automobile Association menyatakan bahwa harga bensin di SPBU negara itu melonjak 11% selama seminggu terakhir ke level tertinggi sejak Juli 2008. Sementara di Inggris, harga bensin rata-rata telah meningkat di atas 1,50 pounds per liter, menurut RAC.

Sementara itu, lonjakan harga gas di tengah konflik Rusia-Ukraina telah menambah kekhawatiran bahwa tagihan energi rumah tangga tahunan Inggris bisa mencapai 3.000 pounds. Dalam beberapa hari terakhir, biaya gas di Eropa dan Inggris telah menembus rekor karena kekhawatiran berlanjut bahwa Rusia akan mengurangi pasokan gasnya.

Akankah Dunia Mengalami Lagi Krisis Minyak Seperti Tahun 1970-an?

Akankah Dunia Mengalami Lagi Krisis Minyak Seperti Tahun 1970-an?

Perang Rusia-Ukraina dikhawatirkan memicu krisis energi dengan skala seperti krisis minyak besar tahun 1970-an. Krisis itu disebut bisa terjadi jika pasokan minyak di pasar global menipis akibat tersendatnya ekspor minyak mentah Rusia.

Kendati komoditas energi Rusia sejauh ini belum dikenai sanksi oleh Amerika serikat (AS) dan sekutunya, pasokan minyak Rusia mulai tersendat di pasar. Penyebabnya adalah sanksi keuangan yang telah lebih dulu diterapkan bagi negara tersebut. Rusia tercatat mengekspor sekitar 7,5 juta barel per hari minyak dan produk olahan.

"Ini akan menjadi gangguan yang sangat besar dalam hal logistik, dan orang-orang akan berebut (pasokan minyak)," kata Vice Chairman IHS Markit Daniel Yergin mengatakan. "Ini adalah krisis pasokan, krisis logistik. Ini adalah krisis pembayaran, dan ini bisa terjadi (seperti) pada skala (krisis minyak) tahun 1970-an," ungkapnya seperti dilansir CNBC, Jumat (4/3/2022).

Menurut dia, komunikasi yang kuat antara pemerintah yang memberlakukan sanksi dan industri dapat mencegah skenario terburuk. "Pemerintah perlu memberikan kejelasan," kata Yergin. Yergin mencatat bahwa anggota NATO menerima sekitar setengah dari ekspor Rusia. "Beberapa bagian dari itu akan terganggu," tegasnya.

Yergin mengatakan ada sanksi "de facto" yang membatasi masuknya minyak Rusia ke pasar, meski komoditas energi tidak secara khusus dikenai sanksi. Hal itu terjadi karena pembeli mewaspadai minyak Rusia karena penolakan dari bank, pelabuhan, dan perusahaan pelayaran yang tidak ingin melanggar sanksi.

JPMorgan memperkirakan bahwa 66% minyak Rusia kini berjuang untuk menemukan pembeli, dan bahwa harga minyak mentah bisa mencapai USD185 per barel pada akhir tahun jika pasokan minyak Rusia tetap terganggu. "Ini bisa menjadi krisis terburuk sejak embargo minyak Arab dan revolusi Iran pada 1970-an," kata Yergin.

Kedua peristiwa tersebut merupakan guncangan minyak utama dalam dekade itu, di mana pada tahun 1973 produsen minyak Timur Tengah memutus pasokan ke AS dan negara-negara Barat lainnya sebagai pembalasan karena membantu Israel selama perang Arab-Israel. Pasar segera kekurangan pasokan, dan orang Amerika mengantre di pompa bensin untuk membeli bensin yang harganya meroket. Guncangan lainnya adalah akibat dari revolusi Iran 1978-1979, yang berujung pada penggulingan Syah Iran.

Yergin mengatakan, gangguan pasokan akan mulai terasa ketika pasar sudah mulai mengalami pengetatan. Hal ini terjadi ketika OPEC+, aliansi antara OPEC, Rusia dan sejumlah negara lainnya, baru mulai mengembalikan produksi sekitar 400.000 barel per hari ke pasar setiap bulan sampai mereka mencapai target pada bulan Juni.

Hal lain yang akan menambah derita negara konsumen energi Rusia adalah lonjakan harga gas alam. Eropa tercatat adalah pelanggan terbesar untuk minyak dan gas Rusia.

Harga minyak sudah naik saat Rusia mengirimkan tanknya ke Ukraina pekan lalu. Brent sempat diperdagangkan di atas USD116 per barel sebelum mundur di tengah spekulasi bahwa Iran dapat mencapai kesepakatan untuk memasuki kembali kesepakatan nuklirnya yang akan membawa 1 juta barel minyak Iran kembali ke pasar.

Analis industri mengatakan sulit untuk mengatakan berapa banyak pasokan minyak Rusia akan terpengaruh. "Saya pikir Anda berbicara tentang kehilangan 2 hingga 3 juta barel per hari," kata John Kilduff, mitra di Again Capital.

Bank of America memperkirakan bahwa untuk setiap juta barel yang hilang dari pasar, harga Brent bisa naik USD20 per barel. "Kali ini kami memotong (pasokan) minyak sendiri. Ini adalah embargo yang ditimbulkan sendiri. Kali ini pemogokan pembeli, bukan pemasok yang bertindak. Jika Anda tidak dapat membiayainya dan Anda tidak dapat membayarnya, tidak mungkin Rusia akan menjualnya," kata dia.

Kementerian ESDM Waspadai Perkembangan Harga Minyak

Kementerian ESDM Waspadai Perkembangan Harga Minyak

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan tren harga minyak dunia terus meningkat, dan berpengaruh terhadap harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Tren harga minyak ini akan semakin meningkat seiring dengan eskalasi konflik Rusia-Ukraina .

ICP yang sejak awal pandemi atau April 2020 berada pada USD20/barel, kini meningkat lebih dari 4 kali lipat hingga mencapai USD85,9/barel per Januari 2022. Di sisi lain, asumsi ICP dalam APBN 2022 hanya sebesar USD63/barel.

"Konflik Rusia dan Ukraina yang terjadi di tengah pandemi Covid, semakin membuat tren harga minyak yang sudah naik, akan semakin meningkat," ungkap Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi, Jumat (25/2/2022).

Hal ini menurutnya akan terus dimonitor dan menjadi perhatian semua pihak yang berkepentingan. Terlebih, sebagian besar minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) Indonesia masih diimpor.

Harga minyak kini sudah semakin melambung. Harga minyak Brent tercatat sudah tembus di atas USD100/barel. Sejumlah pihak memperkirakan harga minyak mentah akan menembus USD150/barel dalam waktu dekat dan bisa mencapai USD200/barel akhir tahun ini.

ICP dalam 6 bulan terakhir terus menunjukkan tren kenaikan, dimulai pada Agustus 2021 sebesar USD67,8/barel dan terus meningkat tiap bulannya hingga Januari 2022, yaitu USD72,2/barel (Sep), USD81,8/barel (Okt), USD80,1/barel (Nov), USD73,4/barel (Des), dan pada Januari 2022 sebesar USD85,9/barel. Di sisi lain asumsi ICP dalam APBN 2022 hanya USD63 per barel.

Harga Minyak Menggila, Bagaimana Persiapan Pertamina?

Harga Minyak Menggila, Bagaimana Persiapan Pertamina?

Harga minyak mentah dunia terus merangkak naik seiring meningkatnya kekhawatiran akan pasokan di pasar global. Tersendatnya pasokan akibat perang Rusia-Ukraina disebut bisa mendongkrak harga emas hitam menjadi USD200/barel.

Terkait dengan perkembangan tersebut, PT Pertamina (Persero) pun buka suara. BUMN energi yang bertanggung jawab mengenai pasokan dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) nasional itu memastikan bahwa pasokan energi di Indonesia akan tetap terpenuhi.

Pernyataan itu dikeluarkan Pertamina ketika harga minyak mentah dunia naik menembus USD110 per barel pada Kamis (3/3/2022) menyusul makin panasnya konflik Rusia-Ukraina. Harga minyak mentah dunia saat ini adalah yang tertinggi sejak tahun 2014 yang rata-rata mencapai USD93,17 per barel.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, Pertamina terus mencermati kenaikan harga minyak mentah dunia dan dampak-dampak strategisnya.

Pertamina, kata dia, akan berupaya menjaga pasokan BBM dan LPG nasional, menjamin distribusinya ke seluruh masyarakat Indonesia, dan memastikan keberlanjutan ekosistem energi nasional di tengah tantangan harga minyak mentah dunia yang terus melambung ini.

"Kegiatan operasional Pertamina dari hulu, kilang sampai hilir, tetap berjalan dengan baik untuk menjaga ketahanan energi nasional," ujar Fajriyah, dikutip Jumat (4/3/2022).

Menurut Fajriyah, dengan upaya ini, maka Pertamina memastikan ekosistem migas nasional juga dapat berjalan dengan baik agar terus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"Dengan dukungan stakeholder, Pertamina akan terus meningkatkan kinerja menghadapi tantangan dinamika energi global dan transisi energi dunia agar menjamin ketahanan dan kemandirian energi nasional yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19," jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa kenaikan harga minyak belakangan ini harus diwaspadai untuk mencegah terjadinya kelangkaan energi. "Kelangkaan energi. Dulu sebelum perang harganya naik karena kelangkaan. Ditambah perang (harganya) naik lagi. Sekarang harga per barel sudah di atas USD100 yang sebelumnya hanya USD50-60," ungkap Jokowi.

Belum lama ini, Pertamina menaikkan harga tiga produk bahan bakar minyak (BBM) yang dijualnya. Kenaikan harga BBM tersebut adalah untuk Pertamax Turbo, Dexlite & Pertamina Dex. Harga Pertamax Turbo menjadi Rp14.500 per liter, Pertamina Dex Rp13.700 per liter, dan Dexlite Rp12.950 per liter.
(fjo)