Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

Senin, 06 Januari 2025 - 14:07 WIB
Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus
ANGIN segar demokrasi bertiup dari Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusat, tempat para hakim konstitusi alias hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berkantor dan bersidang. Kamis (2/1/2025), permohonon uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, yang mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau lebih dikenal dengan istilah presidential threshold , dikabulkan.

Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan. Pertama, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. "Ketiga, Memerintahkan Pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," ucap Suhartoyo saat membacakan putusan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024.

Pemohon perkara ini bukan politikus. Ada empat orang Pemohon, yang semuanya berstatus mahasiswa. Mereka adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, dan Tsalis Khoirul Fatna, yang merupakan mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara angkatan 2021. Seorang mahasiswa lainnya, Faisal Nasirul Haq, berasal dari Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2021.

Dikutip dari laman MK, dalil mengenai uji materiil ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) juga diajukan dalam tiga perkara lainnya, yakni Perkara Nomor 129/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Gugum Ridho Putra. Kemudian, Perkara Nomor 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh empat dosen, antara lain Mantan Ketua Bawaslu Muhammad, Dian Fitri Sabrina, S Muchtadin Al Attas, serta Muhammad Saad. Selain itu, Perkara Nomor 101/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit) yang diwakili Hadar Nafis Gumay serta perorangan Titi Anggraini.

Pasal yang diuji adalah Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal ini telah 33 kali diuji, namun selalu ditolak atau tidak dapat diterima. Adapun bunyi pasal dimaksud adalah "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya".
selanjutnya


Berita Terkini More