Pagar Bambu di Perairan Tangerang yang Bikin Gaduh
Dzikry Subhanie
Jumat, 24 Januari 2025, 09:58 WIB
Pagar bambu sepanjang 30,16 km di perairan Tangerang yang bikin gaduh dibongkar aparat dibantu nelayan. Beranikah aparat mengusut dalang pagar laut tersebut?
Memasang Pagar Bambu 30,16 Km di Laut Bukan Pekerjaan Sukarela
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama TNI Angkatan Laut (AL) melakukan pembongkaran pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2025). Foto/Danan Daya Arya Putra
KABAR dari pesisir utara Tangerang, Banten mengejutkan publik sekitar dua pekan lalu. Pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer terpasang melintasi wilayah 16 desa di 6 kecamatan, dari mulai Kronjo hingga Teluknaga. Anehnya, pagar laut tersebut tak diketahui pasti siapa pemiliknya.
Meski baru mencuat ke publik setelah menjadi pemberitaan media massa dalam dua pekan terakhir, keberadaan pagar laut di pesisir utara Tangerang itu sebenarnya sudah cukup lama diketahui otoritas terkait. Dalam diskusi publik di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Selasa, 7 Januari 2025, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengungkapkan, pagar laut Tangerang pertama kali diketahui dari laporan komunitas nelayan setempat pada 14 Agustus 2024 atau sekitar lima bulan silam.
Lima hari kemudian, DKP Banten menurunkan tim dan menemukan pagar laut telah terpasang sepanjang 7 kilometer. Struktur pagar terbuat dari bambu setinggi enam meter dengan tambahan anyaman bambu, paranet, dan pemberat berupa karung berisi pasir.
Investigasi gabungan yang dilakukan bersama Direktorat Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Polisi Khusus (Polsus) pada 4-5 September 2024 mengungkap pemagaran laut tidak mendapat rekomendasi dari desa maupun kecamatan.
“
Nggak masuk akal 30 km lalu pekerjaan sukarela, kan pasti bermiliar-miliar biayanya
”
Mahfud MD
Patroli lanjutan yang dilakukan tim gabungan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, HNSI, TNI Angkatan Laut, Polairud, Satpol PP, dan Kementerian PUPR pada 18 September menemukan panjang pagar telah bertambah menjadi 13,12 kilometer. Terakhir, panjang pagar laut telah mencapai 30,16 kilometer, yang menurut Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto alias Titiek Soeharto setara dengan separuh jalan tol Jagorawi.
"Kawasan yang dipagari ini meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budidaya dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas," kata Eli Susiyanti.
Menurutnya, ada 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya yang aktivitasnya terganggu. "Hak-hak mereka untuk mengakses wilayah perairan pesisir telah dilanggar," ujarnya.
Informasi Kepala DKP Banten Eli Susiyanti mengenai pagar laut di pesisir utara Tangerang yang menghiasi media massa mengejutkan publik. Masyarakat heran pagar laut sepanjang itu dibangun tanpa sepengetahuan otoritas terkait, bahkan siapa pemiliknya pun tidak diketahui.
Sorotan besar publik pada isu pagar laut di Tangerang memaksa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) turun tangan dengan menyegelnya pada Kamis, 9 Januari 2025. KKP menyatakan penghentian pembangunan pagar laut dilakukan, selain karena perintah Presiden Prabowo Subianto, juga lantaran tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan berpotensi merusak ekosistem pesisir.
"Saat ini kita hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono seusai penyegelan.
Sehari setelah penyegelan, kelompok nelayan yang menamakan diri sebagai Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengaku sebagai pemilik pagar laut tersebut. Menurut JRP, pagar laut itu dibangun secara swadaya untuk mengurangi dampak gelombang besar dan melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai serta merusak infrastruktur. Selain itu, tanggul laut juga berfungsi mencegah abrasi dan pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman.
"Meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami, tanggul laut membantu mengurangi energi gelombang hingga dampaknya lebih kecil di pesisir," kata perwakilan nelayan, Tarsin di Pantai Karang Serang, Sukadiri, Kabupaten Tangerang, Jumat, 10 Januari 2025.
Pengakuan sepihak itu tidak meredakan isu pagar laut. Masyarakat ragu pagar laut dibangun swadaya oleh masyarakat, mengingat biaya yang dibutuhkan untuk memasang bambu-bambu itu sepanjang 30,16 kilometer tidak sedikit. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memerkirakan biayanya mencapai belasan hingga puluhan miliar.
"Nggak masuk akal 30 km lalu pekerjaan sukarela, kan pasti bermiliar-miliar biayanya. Taruhlah 1 meter Rp1 juta misalnya ya dengan ongkosnya misalnya, itu kan berarti Rp30 miliar lebih. Kalau dihitung 1 meter Rp500.000 aja sudah Rp15 miliar. Kalau dia (JPR) menghimpun dana publik, kan harus dilaporkan juga," kata Mahfud MD dalam program Terus Terang berjudul JANGAN BIARKAN NEGARA DIDIKTE BANDIT yang diunggah di kanal YouTube Mahfud MD Official dikutip, Rabu (15/1/2025). Abdul Malik Mubarok
Perintah Prabowo dan Desakan Masyarakat, Pagar Laut Dibongkar
Petugas gabungan dibantu nelayan membongkar pagar laut di Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2025). Foto/Danan Daya Arya Putra
Ketidakjelasan siapa pemilik pagar laut semakin membuat jengkel masyarakat. Banyak pihak mendesak pemerintah untuk tidak sekadar menyegel, tapi juga membongkarnya.
Ombudsman RI yang melakukan sidak ke lokasi pagar laut di pesisir utara Tangerang bersama KKP, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemerintah Provinsi Banten, Rabu, 15 Januari 2025, menegaskan bahwa pagar dari bambu itu harus dibongkar karena merugikan nelayan.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menaksir kerugian nelayan akibat adanya pagar laut selama 5 bulan terakhir setidaknya mencapai Rp9 miliar. Karena itu, pembongkaran pagar laut harus dilakukan untuk mengakhiri kerugian nelayan. "Karena pagar laut ini sudah berlangsung lama sejak Agustus 2024, semestinya tidak perlu menunggu 20 hari untuk pembongkaran," kata Yeka dalam keterangannya, Kamis (16/1/2025).
Desakan kuat masyarakat agar pagar laut di Tangerang dibongkar mendorong Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut ( TNI AL ) turun tangan. TNI AL menerjukan 600 personel dan dibantu nelayan serta warga mencabuti bambu-bambu yang dipasang di laut, Sabtu (18/1/2025).
Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) IIl Jakarta Brigjen TNI (Mar) Harry Indarto yang memimpin aksi menyatakan, pembongkaran pagar laut dilakukan setelah pihaknya menerima keluhan dari masyarakat sekitar yang merasa terganggu dalam mencari nafkah di lautan. Pembongkaran dilakukan secara bertahap dengan target sehari 2 kilometer.
"Sepertinya tidak mungkin kalau 30 km itu akan kita laksanakan dalam satu hari, kita akan atur mekanismenya, minimal target hari ini 2 kilometer," kata Harry Indarto saat memimpin pembongkaran tersebut di Tangerang, Sabtu (18/1/2025).
Aksi pembongkaran pagar laut oleh TNI AL dan masyarakat sempat dikeluhkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono. Menurutnya, pembongkaran pagar laut semestinya menunggu proses hukum selesai. Trenggono berdalih, pagar laut itu merupakan barang bukti yang nantinya dibutuhkan dalam proses hukum.
"Kalau pencabutan kan, tunggu dulu dong, kalau sudah ketahuan siapa yang nanem kan lebih mudah. Nyabut kan gampang ya," katanya di kawasan Pantai Kedonganan, Kuta, Badung, Bali, Minggu (19/1/2025).
KKP juga menyayangkan tindakan pembongkaran pagar laut oleh TNI AL tanpa koordinasinya. Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin dalam keterangannya, Minggu, 19 Januari 2025, menilai pembongkaran pagar laut tanpa koordinasi berpeluang mengaburkan proses hukum yang sedang berjalan. Menurut Doni, KKP memilih berhati-hati dalam kasus ini, mempertimbangkan banyak hal dalam penyelidikan, terutama terkait keberlanjutan ekosistem di wilayah sekitarnya.
"Kami menyayangkan pembongkaran pagar laut tersebut dilakukan tanpa koordinasi dengan KKP," katanya.
Meski dikritik KKP, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan pembongkaran pagar laut di pesisir utara Tangerang terus dilanjutkan. Menurutnya, pembongkaran tersebut merupakan perintah dari Presiden Prabowo Subianto. "Lanjut (pembongkaran). Sudah perintah Presiden," kata Agus saat dihubungi awak media di hari yang sama.
Panglima menegaskan bahwa pembongkaran pagar laut semata-mata karena keberadaannya menyulitkan para nelayan yang ingin mencari ikan di laut. Dengan dibongkar, maka akses nelayan mencari ikan kembali terbuka.
Pembongkaran pagar laut akhirnya disepakati dilanjutkan setelah Menteri KP Wahyu Trenggono bertemu dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali pada Senin, 20 Januari 2025. Kedua institusi sepakat memberikan waktu kepada pemilik pagar laut Tangerang untuk mengakui perbuatannya sebelum dibongkar paksa pada Rabu (22/1/2025). Menurut Trenggono, ultimatum ini diberikan sehingga pembongkaran dapat terlaksana sesuai prosedur tanpa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, masyarakat, serta tidak mengaburkan proses hukum.
"Jadi, kita akan memberikan batasan waktu sampai dengan besok Rabu pagi, kita akan rapat dengan Bupati, lalu siangnya kita akan melakukan tindakan pembongkaran," kata Menteri Trenggono, Senin (20/1/2025).
Menurut Trenggono, KKP sebenarnya punya waktu 20 hari setelah penyegelan, untuk mencari siapa yang melakukan pemagaran. "Tapi, karena memang sudah desakan dari masyarakat, nelayan, mereka juga harus melaut segera, maka kita sepakat secara bersama, kita bersama-sama mulai pembongkaran pagar laut ini," ujarnya.
Akhirnya, KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) bersama TNI AL, Polairud, Bakamla, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kemenhub, dan seribuan nelayan ramai-ramai membongkar pagar laut tersebut. Bambu-bambu yang berhasil dicabut selanjutnya dikumpulkan ke perahu drum, yang akan dijadikan alat bukti untuk kebutuhan proses hukum.
Pembongkaran pagar laut sepanjang 30 km akan dilakukan secara bertahap dan ditargetkan selesai dalam waktu setengah bulan. "Harapannya seluruh pagar laut selesai dibongkar dalam waktu 10 sampai 15 hari ke depan," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Pung Nugroho Saksono seusai aksi, Rabu (22/1/2025).
Para nelayan berharap agar pembongkaran pagar tersebut dilakukan secara total, agar mereka bisa kembali melaut dengan lebih leluasa. Udin, salah seorang nelayan Pulau Cangkir, menyatakan bahwa pagar laut yang mengganggu aktivitas mereka saat mencari ikan memang sudah seharusnya dibongkar secara total.
"Dengan dibongkarnya pagar laut misterius ini, kami bisa bernapas lega saat mencari ikan. Selain tidak merusak perahu kami, jangkauan untuk mencari ikan juga kembali lebih luas," ujarnya, Rabu (22/1/2025).
Para nelayan berharap pembongkaran total ini akan mengembalikan kenyamanan dan keamanan bagi mereka yang menggantungkan hidup dari laut. Keberadaan pagar laut yang sempat menghambat pergerakan kapal nelayan dinilai telah menurunkan efisiensi dalam mencari ikan, sehingga upaya pembongkaran ini diharapkan bisa memperbaiki kondisi tersebut.Abdul Malik Mubarok, Danan Daya Arya Putra, Hasnugara
HGB Dicabut, Oknum Tetap Harus Diusut
Meski pagar laut telah dibongkar, persoalan tidak selesai. Munculnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) menjadi polemik yang harus dituntaskan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, cacat prosedur dan material. Atas dasar tersebut, kini SHGB dan SHM tersebut telah dicabut.
Keputusan itu, kata Nusron, diambil setelah Kementerian ATR/BPN melakukan peninjauan dan pemeriksaan pada ratusan sertifikat SHGB dan SHM pagar laut Tangerang. Hasilnya, Ada 266 sertifikat SHGB dan SHM yang berada di luar garis pantai dan tidak boleh menjadi privat property, apalagi disertifikasi.
"Karena yang namanya pantai adalah common land, apalagi ini dia bentuknya tanah, maka itu adalah tidak bisa disertifikasi," kata Nusron, Rabu (22/1/2025).
Selain itu, Nusron menyebut ratusan SHGB dan SHM pagar laut Tangerang rata-rata terbitnya pada tahun 2022-2023 alias kurang dari lima tahun. Berdasarkan hukum, selama sertifikat tersebut belum berusia lima tahun maka bisa otomatis dicabut.
"Karena cacat prosedur dan cacat material, berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, selama sertifikat tersebut belum berusia lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN mempunyai kewenangan untuk mencabutnya ataupun membatalkan tanpa proses dan perintah dari pengadilan," jelas Nusron.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengaku tak boleh merespons adanya sertifikat HGB dan SHM di area pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten. "Terhadap (terbit SHGB dan SHM) itu saya pasti tidak bisa menjawab, tidak diperbolehkan menjawab kenapa itu lahir. Itu adalah ranahnya Menteri ATR/BPN dan sudah dijawab oleh beliau," kata Trenggono dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI, Kamis (23/1/2025)
Trenggono menyampaikan, tugas pokok dan fungsi Menteri KP hanya mengawasi laut, mulai dari pesisir hingga tengah. "Ketika ada bangunan yang tidak memiliki izin atau di pulau-pulau sekalipun ada bangunan yang tidak memiliki izin, kami harus hentikan. Dan kewenangan kami hanya sampai pada kewenangan denda administratif," jelasnya.
Meski begitu, Trenggono mengatakan bahwa di wilayah perairan laut tak boleh ada SHGB dan SHM. Bahkan, kata dia, sertifikat warga dinyatakan hilang bila area bangunan telah terendam laut. "Sepengetahuan saya itu di laut itu nggak boleh ada HGB atau ada sertifikat. Bahkan seseorang yang memiliki sertifikat ketika tanahnya tuh hilang terendam oleh laut, maka itu musnah. Jadi memang tidak ada," tegasnya.
Sebelumnya, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut ada orang dalam yang main-main atau bahkan melakukan kolusi terkait penerbitan sertifikat HG) untuk pagar laut di Tangerang. "Ini jelas pelanggaran hukum pasti ada orang dalam ini yang main-main. Atau kalau agak lebih keras dari main-main pasti melakukan kolusi. Gak mungkin lah bisa keluar HGB sebanyak itu," kata Mahfud di kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (22/1/2025).
Mahfud menyebut bahwa terbitnya 263 sertifikat HGB pada pagar laut tersebut diduga merupakan tindakan dari oknum birokrasi. "Bahkan yang saya dengar itu katanya sudah ada proyeksi kavelingnya kan, itu data 263 kan itu udah ada kavelingan titik koordinatnya sudah diukur, itu bukan main-main, pasti itu pekerjaan oknum aparat atau birokrasi yang mengurus ini," tegasnya.
Mahfud pun berharap oknum tersebut dapat diusut dengan tegas. Dirinya meyakini bahwa oknum tersebut tidak melakukan kesalahan administratif, namun secara sadar melakukan kolusi.
"Oleh sebab itu sekarang yang ini harus diusut tersendiri sebagai pelanggaran hukum. Saya tidak berpendapat bahwa ini pelanggaran hukum kesalahan administratif. Kalau kayak gini tendensinya ini pidana, tendensinya kolusi sampai begitu banyak ratusan sertifikat," kata Mahfud.
Manajemen emiten properti milik Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto dan Grup Salim, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) memberikan klarifikasi terkait isu lahan di area pagar laut Tangerang yang melibatkan anak usahanya, PT Cahaya Inti Sentosa (CIS).
Corporate Secretary PANI, Christy Grasella menjelaskan, PT Cahaya Inti Sentosa merupakan anak usaha PANI yang diakuisisi pada akhir 2023.
"Benar, PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) adalah anak usaha PANI yang diakuisisi pada akhir 2023. Untuk tanah yang dipegang CIS sudah bersertifikat dalam bentuk SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan), yang dikeluarkan oleh BPN/ATR," ujar Christy kepada IDXChannel.com, Senin (20/1/2025).
Christy menambahkan, kondisi lapangan bisa dilihat langsung bahwa lokasi tanah CIS sepenuhnya daratan. Menurut laporan keuangan PANI periode Kuartal III-2024, tercatat PANI memiliki 99,33% saham di CIS. Danan Daya Arya Putra, Raka Dwi Novianto, Achmad Al Fiqri
Titiek Soeharto: Tidak Perlu Takut Melawan Oligarki
Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati (Titiek Soeharto). Foto/Achmad Al Fiqri
Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati atau yang akrab disapa Titiek Soeharto meminta kementerian dan lembaga tak perlu takut pada oligarki. Dia menegaskan, DPR akan selalu ada di belakang kementerian.
Pernyataan itu dilontarkan Titiek merespons adanya perusahaan besar yang memiliki SHGB dan SHM di area pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Titiek menegaskan, DPR akan mendukung langkah kementerian dalam menjalankan tugas untuk kepentingan rakyat.
"Semua kementerian tidak perlu takut melawan oligarki, karena kita DPR sebagai wakil rakyat kementerian juga menjalankan tugasnya juga untuk melaksanakan kepentingan rakyat juga," ujar Titiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025). Kala itu, Titiek berdiri di sebelah Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono.
Menurut Titiek, kementerian tak perlu takut kepada oligarki dalam menjalankan tugas. Pasalnya, Titiek menjamin, DPR akan senantiasa ada di belakang kementerian. "Jadi saya rasa nggak perlu, tanpa harus dikasih tahu kita juga menekankan supaya kementerian tidak perlu takut dengan oligarki, karena kami dari DPR ada di belakang kementerian," tegasnya.
Lebih lanjut, Titiek menyampaikan apresiasi kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang telah melakukan tindakan mencabut pagar laut misterius. Namun, ia tetap menuntut agar KKP terus melakukan pengusutan terhadap pagar laut tersebut.
"Namun, kami masih menuntut agar KKP terus melakukan penyelidikan agar diketahui siapa pemilik dan yang melakukan pagar ini di lautan yang tidak boleh dipagar, dikaveling oleh siapa pun. Kami minta KKP mengungkapkan ini kepada masyarakat karena masyarakat menunggu," katanya.
Selain itu, Titiek meminta agar pelaku yang merupakan dalang pagar laut bisa membayar ganti rugi atas biaya yang telah dikeluarkan dalam mencabut pagar laut itu. "Di samping itu kemarin ada pencabutan pagar yang mengerahkan banyak aparat untuk pencabutan 30 km ini tentu ada biaya yang timbul yang besar. Kami minta siapa pun nanti yang bersalah melanggar hukum ini mereka harus mengganti biaya yang telah dikeluarkan ini," pungkas putri Presiden ke-2 RI Soeharto tersebut..
Usulan Bentuk Pansus
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) di DPR mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) dalam rangka mendalami kasus pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten. Hal ini disampaikan Anggota Fraksi PKS di DPR Riyono dalam Rapat Paripurna DPR. Dia mengatakan bahwa kasus pemagaran ini merupakan gambaran nyata masih belum maksimalnya pengelolaan wilayah laut.
"Fraksi PKS mengusulkan untuk meminta pimpinan DPR membentuk pansus terkait dengan kasus pemagaran laut untuk mendukung upaya tata kelola laut yang lebih bertanggung jawab," kata Riyono dalam interupsinya saat Rapat Paripurna DPR, Selasa (21/1/2025).
Selain itu, F-PKS mendesak pemerintah untuk melindungi hak-hak masyarakat pesisir, khususnya nelayan dengan memastikan mereka tetap memiliki akses untuk melaut tanpa hambatan akibat pemagaran laut yang tidak sah. "Mengusut tuntas kasus pemagaran laut agar tidak menjadi preseden buruk dalam upaya penegakan hukum dan tata kelola lautan di Indonesia," ujarnya.
Anggota Komisi IV DPR itu memandang, tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pemagaran ilegal harus diambil guna menjaga keadilan dan keberlanjutan sektor perikanan nasional.
Usulan membentuk pansus tersebut disambut anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Deddy Sitorus. "Jadi memang seharusnya ada pansus. Karena ini kejahatan yang telanjang di depan publik," kata Deddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2025).
Meski demikian, Fraksi PDIP masih harus mengkaji pembentukan pansus ini. Apalagi ada usulan pembentukan pansus juga dari publik. "Dan ini juga kenapa diusulkan ada pansus karena ada banyak kementerian terlibat di sana harusnya, ada KKP, Kementerian Investasi, karena dulu tentu mereka ikut menetapkan PSN, ada menko juga segala macam. Jadi ini melibatkan banyak pihak," ujar Deddy.
Untuk itu, dia meminta agar melihat sikap DPR ke depan. Apalagi, pembentukan pansus perlu adanya kesepakatan lintas komisi. "Nanti kita lihat, itu harus ada kesepakatan. Apalagi pansus itu artinya lintas komisi ya, tentu nanti kita lihat pimpinan DPR seperti apa sikapnya. Kita tunggu saja," ucapnya.
Tidak Boleh Tebang Pilih
Dorongan untuk mengusut tuntas kasus pagar laut ini juga datang dari Kholid, seorang nelayan Tangerang. Menurut Kholid, persoalan ini tidak boleh berhenti di pencabutan pagarnya. "Ini kan ada pelaku, yang ini juga harus diselesaikan secara hukum," ujarnya dalam The Prime Show yang tayang di iNews, Rabu (22/1/2025).
Dia mengatakan, orang-orang yang mencoba mentransaksikan laut ini harus diusut secara hukum oleh alat-alat negara. "Ini nggak boleh tebang pilih, ya. Artinya, jangan hanya kemudian yang ditindak ini hanya sebagian orang-orang kaki tangannya saja, tetapi juha harus sampai pada siapa otak di balik semua ini," tegasnya.
Kholid menegaskan, negara tidak boleh kalah dengan sesuatu yang sifatnya bukan negara. "Jangan sampai ada kambing hitam atau segala macam, otaknya juga harus kena."Achmad Al Fiqri, Dzikry Subhanie
Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari