Link Copied
Menunggu Kiprah Komisioner Baru KPU dan Bawaslu

Menunggu Kiprah Komisioner Baru KPU dan Bawaslu

By Dzikry Subhanie
Komisioner KPU dan Bawaslu 2022-2027 telah dipilih DPR. Mereka akan berpacu dengan waktu mempersiapkan pileg, pilpres, dan Pilkada Serentak 2024.

Pesan Berantai dan Anggota KPU-Bawaslu Pilihan Anggota Dewan

Pesan Berantai dan Anggota KPU-Bawaslu Pilihan Anggota Dewan

Komisioner Bawaslu 2022-2027 Pilihan DPR RI. Foto/MPI/Yulianto

Lewat tengah malam, Komisi II DPR menetapkan tujuh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lima anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Formasi nama yang terpilih sama dengan yang beredar melalui pesan berantai sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).

"Kita tetapkan urutan 1-14 dimana 1-7 adalah yang terpilih untuk menjadi calon anggota KPU yang akan dilantik nanti oleh presiden. Kita sudah menyusun juga 1-10 nama urutan, dimana 1-5 adalah yang akan nanti menjadi calon anggota Bawaslu yang akan dilantik oleh presiden untuk masa bakti 2022-2027," ujar Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Kamis (17/2/2022) dini hari.

Tujuh anggota KPU RI yang terpilih adalah:
1. Betty Epsilon Idroos
2. Hasyim Asya'ri
3. Mochamad Afifudin
4. Parsadaan Harahap
5. Yulianto Sudrajat
6. Idham Holik
7. August Melasz

Sementara, yang menjadi cadangan adalah:
8. Viryan
9. Iffa Rosita.
10. Dahliah
11. I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi
12. Iwan Rompo Banne
13. Yessy Yatty Momongan
14. Muchamad Ali Safa’at

Komisi II DPR juga memilih lima anggota Bawaslu pilihan mereka. Lima nama lainnya menjadi cadangan. Kelima nama yang terpilih tersebut adalah
1. Lolly Suhenty
2. Puadi
3. Rahmat Bagja
4. Totok Hariyono
5. Herwyn Jefler Hielsa Malonda

Sementara, yang menjadi cadangan adalah:
6. Subair
7. Fritz Edward Siregar
8. Aditya Perdana
9. Mardiana Rusli
10. Andi Tenri Sompa.

Keputusan Komisi II DPR tersebut dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI pada Jumat (18/2/2022). Ahmad Doli Kurnia Tandjung melaporkan proses dan hasil fit and proper test yang telah dilaksakan. Pada 12 Januari, DPR menerima Surat Presiden (Surpres) mengenai 14 calon Anggota KPU dan 10 calon Anggota Bawaslu. Lalu dilakukan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) yang dihadiri Pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi pada 7 Februari. Pada 10 Februari 2022 dikirimkan surat perihal penugasan kepada Komisi II DPR untuk membahas calon KPU dan calon Anggota Bawaslu.

"Menindaklanjuti Rapat Bamus, Komisi II DPR telah melakukan serangkaian rapat dalam rangka persiapan uji kepatutan dan kelayakan terhadap 14 nama calon Anggota KPU dan 10 calon Anggota Bawaslu," kata Doli dalam Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/2/2022).

Kemudian, kata Doli, Komisi II melakukan pengumuman resmi kepada pers untuk meminta masukan kepada masyarakat terkait calon KPU-Bawaslu. Uji kelayakan dan kepatutan KPU dan Bawaslu dilakukan selama 3 hari, dari 14-16 Februari 2024. "Selanjutnya dilakukan proses pemilihan melalui Rapat Pleno Komisi II, semua fraksi menyepakati pemilihan dilakukan dengan musyawarah mufakat," ujarnya.

Soal adanya kecocokan antara pilihan Komisi II dengan formasi yang tersiar di dalam pesan berantai tentang calon anggota KPU dan Bawaslu terpilih periode 2022-2027, Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang memgatakan hal itu cuma kebetulan.

"Kalau sama ya itu kebetulan saja. Boleh dong orang berhitung," kata Junimart di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (17/2/2022).

Politikus PDIP ini mengaku, dirinya juga sempat menerima berbagai pesan berantai terkait paket pilihan Komisi II DPR terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu. Kata Junimart, ada banyak paket juga yang diterima, ternyata tidak terbukti. Kendati demikian dia memastikan, Komisi II DPR tidak pernah membentuk pilihan-pilihan itu sejak awal. Menurutnya, semua dipilih sudah menjadi pertimbangan dalam proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). "Jadi kalau disebutkan sudah diplot dari awal, saya mengatakan enggak ada yang diplot di sana," tegasnya.

Hadar Nafis Gumay, peneliti senior Netgrit, menyebut proses pengambilan keputusan terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu Periode 2022-2027 sangat bernuansa politis. Hadar pun menyoroti pengambilan keputusan Komisi II DPR yang digelar selama 1,5 jam secara tertutup.

"Jadi saya kira proses pemilihan di DPR ini lebih besar nuansa politiknya. Jadi proses mereka tidak dijalankan dengan terukur ya. Kemudian juga tidak cukup transparan khususnya di dalam pengambilan keputusannya," kata Hadar, Kamis (17/2/2022).

Mantan komisioner KPU RI itu juga menyebut proses pemilihan oleh Komisi II tidak cukup akuntabel.Menurut dia, seharusnya penempatan mereka yang terpilih berdasarkan nomor urut harus ada penilaian secara peringkat. Mulai dari pertimbangan dan alasan mengapa mereka yang terpilih dibanding dengan calon lain.

"Jadi kalau ranking itu harus ada ukuran yang jelas. Angka-angka penilaian-penilaian. Ini kan kita tidak tahu mereka kemarin akhirnya mengumumkan nomor satu, dua, tiga, empat dan seterusnya. Tetapi didasarkan oleh apa, angka berapa, angka nilai apa, kalau itu mau pakai nilai," ujarnya.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengusulkan perubahan mekanisme pemilihan anggota KPU dan Bawaslu. Menurutnya, mekanisme ini tidak perlu melalui proses seleksi panjang, melainkan ditunjuk langsung presiden dengan persetujuan DPR.

"Ke depan diubah saja mekanisme seleksi KPU/Bawaslu. Tidak perlu ada lagi rangkaian panjang tes administrasi, tertulis, psikologi, kesehatan, dan wawancara. Pertegas langsung posisi presiden dan DPR sejak awal. Presiden usul 7 atau 5 nama (termasuk 30 persen perempuan), lalu DPR setuju/tidak," tulis Titi dalam akun Twitternya yang dikutip Jumat (18/2/2022).

Titi mengatakan, mekanisme pemilihan seperti model tersebut lebih sederhana, efektif, dan efisien. Presiden tinggal menjaring usulan ormas, OKP, tokoh agama, kampus, LSM, dan lain-lain.

"Lalu putusan 7 atau 5 untuk keanggotaan KPU/Bawaslu. Ini lebih bisa menekan lobi-lobi dan kebocoran proses. Keterwakilan perempuan min 30 persen juga lebih mungkin diwujudkan," ujarnya.

Usulan Titi itu tak terlepas dari sorotannya terkait proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper tes terhadap 14 calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu di Komisi II DPR. Dia mengatakan, ada dua hal yang membuat seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027 menjadi antiklimaks.

Pertama, yakni terkait keterwakilan perempuan yang stagnan. Komisi II hanya menetapkan seorang perempuan sebagai anggota KPU maupun Bawaslu. Padahal, UU tentang Pemilu telah mengatur bahwa keanggotaan KPU atau Bawaslu harus memperhatikan paling sedikit 30 persen prempuan.

Hal kedua, yaitu adanya kesamaan daftar nama anggota terpilih dari hasil kesepakatan di Komisi II usai fit and proper test dengan daftar nama yang beredar lewat pesan berantai. Menurut dia, hasil yang diketok Komisi II DPR pada hari Kamis (17/2/2022) dini hari, terlihat persis dengan nama-nama yang beredar jauh sebelum pelaksanaan fit and proper test berlangsung, meskipun penulisan urutannya yang berbeda).

"Saya menerima daftar itu pada 11 Februari atau tiga hari sebelum fit proper test. Bagaimana menjelaskan ini pada publik?" tuturnya.

Titi berujar bahwa semua pihak memahami para calon sudah maksimal dalam mempersiapkan diri untuk fit and proper test. Lanjut dia, para calon membuat paparan dan belajar ekstra agar bisa menjawab pertanyaan para anggota Komisi II DPR. Namun, persiapan dan kerja keras para calon akan terasa percuma, apabila ternyata pihak yang menyeleksi mereka justru sudah memiliki kesepakatan siapa saja calon yang akan terpilih, bahkan sebelum pelaksanaan fit and proper test.

"Kalau ternyata sudah ada kesepakatan yang dibuat mendahului fit proper test, lalu di mana tanggung jawab etis dan moral pada para peserta juga publik?" pungkasnya.

Meski menuai polemik, DPR telah nama-nama di atas sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu. DPR mengirimkan nama anggota KPU dan Bawaslu terpilih tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk kemudian dilantik. (Felldy Utama)

Pemilu di Tengah Ancaman Pandemi dan Deretan PR KPU-Bawaslu


Pemilu di Tengah Ancaman Pandemi dan Deretan PR KPU-Bawaslu

Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU). Foto/MPI/Faisal Rahman

Komisioner KPU dan Bawaslu 2022-2027 yang telah dipilih DPR dan akan dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki deretan pekerjaan rumah (PR). Pemilu serentak di tengah pandemi jadi tantangan tersendiri.

Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menjelaskan, 12 nama yang dipilih Komisi II DPR melalui musyawarah mufakat itu akan rangka menghadapi Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang beban dan kerumitannya sangat tinggi. Ditambah kondisi pandemi, perlu ada sinergi antarlembaga penyelenggara pemilu juga dengan stakeholder yang lain.

"Kita juga ingin ada kebersamaan di antara mereka. Karena mereka lokomotif pemilu, maka kita lakukan musyawarah mufakat," ujar Saan kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Sabtu (19/2/2022).

Kemudian, Saan melanjutkan, terkait Peraturan KPU (PKPU), Komisi II sudah bicara dengan KPU Periode 2017-2022, khususnya dalam menentukan jadwal pelaksanaan pemilu yang diputuskan tanggal 14 Februari 2024. Pada pembahasan yang lalu, sudah banyak masukan kepada KPU, baik dari pemerintah maupun DPR terkait soal tahapan, efisiensi dan efektivitas tahapan pemilu.

"Misal ada usulan untuk memperpendek masa pemilu. KPU mengusulkan 120 hari, pemerintah 90 hari. DPR minta 75 hari. Semua punya argumentasinya," ujarnya.

Sekretaria Fraksi Partai Nasdem DPR ini menjelaskan, pemerintah dan DPR melihat bahwa 120 hari masa terlalu lama karena akan menimbulkan polarisasi di masyarakat. Ditambah dengan kondisi pandemi karena akan membutuhkan anggaran yang sangat besar. Maka DPR dan pemerintah meminta agar masa kampanye itu bisa diperpendek setidaknya 90 hari atau 75 hari.

"Kalau itu bisa dilakukan, maka kita akan ada efisisnsi dari sisi anggaran, kedua kita akan hindari polarisasi di masyarakat," terang Saan.

Hanya saja, kata Saan, apa yang menjadi hambatan KPU jika masa kampanye diperpendek menjadi 90 hari, katanya ada di soal logistik. Menurutnya, KPU bisa berinovasi, logistik yang produksinya selama ini kan dilakukan secara sentralisasi dari KPU RI, bisa didelegasikan pengadaannya di ke daerah-daerah yang memang sudah siap.

"Itu juga yang menjadi kenapa pemilu kemarin banyak yang meninggal, salah satunya karena memang distribusi logistiknya yang agak telat terkait soal pengadaan dan sebagainya," paparnya.

Juga soal efisiensi waktu rekapitulasi, kata dia, DPR meminta KPU untuk melakukan efisiensi rekapitulasi suara. Dan karena Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak berubah, maka KPU harus banyak berinovasi.

"Itu yang kita minta nanti ke KPU baru. Dengan cara melihat memetakan PKPU yang sebelumnya dan di mana dia bisa melakukan terobosan supaya dapat dilakukan efisiensi dan efektivitas di setiap tahapan," jelasnya.

Hasyim Asy'ari, petahana yang kembali terpilih sebagai anggota KPU mengatakan telah menyiapkan beberapa langkah yang akan dilakukan anggota KPU 2022-2027. Pertama, transfer memori kolektif dengan Anggota KPU 2017-2022 untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan Pilkada 2020.

Kedua, konsolidasi internal untuk memperkuat kelembagaan KPU dalam menghadapi Pemilu Serentak 2024. Dalam konsolidasi internal tersebut untuk mengidentifikasi problematika dan memperkuat kelembagaan KPU, termasuk di dalamnya SDM, keuangan/anggaran, sarana kantor dan gudang, serta IT kepemiluan. Konsolidasi internal tsb pada tingkat KPU Pusat, KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota.

Ketiga, percepatan pembentukan PKPU terutama PKPU Tahapan Pemilu, Pendaftaran Parpol, Pendaftaran Pemilih, Pembentukan Dapil dan Pencalonan.

Keempat, koordinasi dengan berbagai lembaga stakeholder kepemiluan yaitu dengan sesama lembaga penyelenggara pemilu (Bawaslu dan DKPP), DPR, Pemerintah (Presiden, Kemenpolhukam, Kemendagri, Kemenkumham, Kemenlu, Kemenkeu, Bappenas, TNI, Polri, Kejaksaan Agung, KPK), Pemda (Pemerintah Provinsi/Kab/Kota), lembaga peradilan (MK dan MA).

Kelima, strategi antisipasi musibah atau kecelakaan kerja (wafat atau sakit) badan adhoc penyelenggara pemilu (KPPS, PPS, PPK atau Pantarlih) pada Pemilu 2024 dan Pilkada 2024, dapat dilakukan sebagaimana penyelenggaraan Pilkada 2020.

Lebih lanjut, dia menuturkan, upaya pencegahan pun perlu diperketat kepada pelaksana tugas di lapangan sebagai ujung tombak berhasilnya pemilu dan pilkada 2024 diantaranya, syarat batasan usia maksimal 50 tahun dan syarat kesehatan diperketat.

"Dua hal tersebut (berdasarkan hasil penelitian Kemenkes, Tim UGM dan IDI yang disampaikan ke KPU) penyebab kematian karena kombinasi antara usia di atas 50 tahun, punya penyakit bawaan dan beban kerja berat dalam waktu yang padat," kata Hasyim, Jumat (18/2/2022).

Selanjutnya syarat diutamakan warga yang sudah vaksin Covid kedua dan harus sudah dilakukan rapid/swab dengan hasil negatif Covid, sebelum melaksanakan tugas. "Alhamdulillah dalam Pilkada 2020 dalam situasi covid tidak ada laporan tentang anggota badan adhoc penyelenggara pilkada yang wafat atau sakit (terkena Covid atau non-Covid) pada Hari-H 9 Des 2020 dan 14 hari kemudian (23 Des 2020) masa inkubasi virus Covid-19," tegasnya. (Kiswondari, Okto Rizki Alpino)

Keterwakilan Perempuan yang Kembali Jadi Sorotan

Keterwakilan Perempuan yang Kembali Jadi Sorotan

Betty Epsilon Idroos dan Lolly Suhenty. Foto/Tangkapan layar/Dok SINDOnews

Keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu kembali jadi sorotan. Hanya ada satu perempuan yang terpilih di masing-masing lembaga tersebut.

Dari tujuh anggota KPU terpilih, hanya ada satu perempuan. Dia adalah Betty Epsilon Idroos yang kini merupakan ketua KPU DKI Jakarta. Sementara, dari lima anggota Bawaslu, satu perempuan terpilih adalah Lolly Suhenty yang merupakan anggota Bawaslu Jawa Barat. Menariknya, nama Betty dan Lolly ditempatkan di nomor urut 1 oleh Komisi II DPR.

Formasi ini masih seperti periode sebelumnya, yakni masing-masing lembaga hanya diisi satu orang perempuan. Diketahui, pada KPU Periode 2017-2022 hanya ada Evi Novida Ginting Manik. Sementara, di Bawaslu hanya ada Ratna Dewi Pettalolo.

Diketahui, desakan keterwakilan perempuan 30% ini kerap disuarakan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Netgrit, Perludem, Kode Inisiatif, Puskapol UI, hingga Pusako Universitas Andalas. Koalisi masyarakat sipil ini meminta Komisi II DPR perlu memillih 30% perempuan untuk masing-masing lembaga.

"Artinya, untuk KPU, DPR perlu memilih 3 orang perempuan dari 7 komisioner yang akan dipilih. Untuk Bawaslu, DPR perlu memilih 2 orang perempuan di antara 5 nama yang akan dipilih," bunyi pernyataan sikap koalisi masyarakat sipil yang diterima MNC Portal Indonesia, Selasa (15/2/2022).

Koalisi ini juga berpandangan, keterpilihan 30% perempuan sebagai komisioner KPU dan Bawaslu penting untuk memastikan ketaatan DPR terhadap UU Pemilu, sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan untuk memilih anggota KPU dan Bawaslu. "Di dalam UU Pemilu sudah eksplisit disebutkan, bahwa di dalam memilih anggota KPU dan Bawaslu, wajib hukumnya untuk memperhatikan 30% perempuan," ujar koalisi masyarakat sipil.

Menjadi sorotan karena dinilai mengabaikan keterwakilan perempuan, DPR RI berkilah terbentur proses negosiasi. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengakui bahwa meskipun komitmen itu ada, tapi terganjal proses politik dan negosiasi pada rapat internal, Rabu (16/2/2022).

Kita mempertimbangkan ya, jadi kita punya konsen dan komitmen yang sama agar mendorong keterwakilan perempuan itu menjadi 30%. Nah tapi kan ketika di DPR itu kan ada proses politik, ada proses negosiasi akhirnya ya kita hanya bisa satu lagi," kata Saan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/2/2022).

Untuk itu, kata Saan, DPR mengharapkan kepada anggota KPU dan Bawaslu yang baru bisa melakukan kemajuan nantinya agar dapat memenuhi 30% keterwakilan perempuan dalam melakukan seleksi calon-calon anggota KPU dan Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Soal siapa yang akan menjadi ketua KPU dan Bawaslu nantinya, Saan menjelaskan, itu akan menjadi kewenangan anggota terpilih untuk melakukan musyawarah internal dan menentukan siapa ketuanya, bukan berdasarkan urutan di Komisi II DPR. "Jadi bukan berdasarkan urutan, Jadi mereka rundingan mereka musyawarah untuk menentukan siapa ketua baik KPU maupun Bawaslu di internal mereka," kata Saan. (Felldy Utama, Kiswondari)
(zik)