Pemimpin Zalim Menurut Islam sebagai Tanda Akhir Zaman
Pemimpin Zalim Menurut Islam sebagai Tanda Akhir Zaman
Andryanto Wisnuwidodo
Senin, 02 September 2024, 12:59 WIB

Pemimpin zalim menurut Islam dianggap sebagai salah satu pertanda akhir zaman. Dalam Islam, pemimpin harus memiliki moral, akhlak, dan kemampuan yang mumpuni. 

Pemimpin Atau Penguasa Tak Boleh Mencelakai Rakyat dan Bangsanya

Pemimpin Atau Penguasa Tak Boleh Mencelakai Rakyat dan Bangsanya

Pemimpin zalim atau penguasa yang zalim dalam pandangan Islam merupakan salah satu pertanda akhir zaman. Dalam Islam, seorang pemimpin harus memiliki moral, akhlak, dan kemampuan yang mumpuni.

Status pemimpin harus bisa bersikap adil, jujur, dan tidak semena-mena. Pemimpin tidak boleh mencelakai rakyat dan bangsanya. Pemimpin tidak boleh zalim. Allah SWT berfirman :

اِنَّمَا السَّبِيۡلُ عَلَى الَّذِيۡنَ يَظۡلِمُوۡنَ النَّاسَ وَ يَبۡغُوۡنَ فِى الۡاَرۡضِ بِغَيۡرِ الۡحَقِّ‌ؕ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ عَذَابٌ اَلِيۡمٌ


”Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS Asysyura : 42).

Baca Juga: Ketika Islam Mengawali Peradaban Hampir dari Nol Lagi

Rasûlullâh shallallahu alaihi wa sallamﷺ bersabda;
اسْمَعُوا، هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ؟ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الحَوْضَ،


''Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku akan ada para pemimpin? Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan menyokong kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga”. (THR. Tirmidzi, Nasai dan Al Hakim).

Hadis ini menurut Imam al-Tirmidzi kualitasnya shahih (Sunan al-Tirmidzi, hlm. 512). Penilaian serupa juga diberikan oleh Nashiruddin al-Albani dalam beberapa kitabnya, yaitu Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, Shahih wa Dhaʻif Sunan al-Tirmidzi, dan Shahih wa Dhaʻif Sunan al-Nasa’i.

Dan menurut para ulama, hadis tersebut mengandung peringatan kepada umat Islam agar tidak menjadi bagian dari kelompok yang mencintai dan mendukung pemimpin yang zalim (Al-Baghawi, Syarh al-Sunnah, Vol. 8, hlm. 8).

Nabi Muhammad SAW bahkan mengancam kelompok yang seperti ini dengan tidak menganggap mereka sebagai golongannya. Rasulullah juga mengatakan, setiap orang adalah pemimpin dan mereka akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya itu.

Dalam hadis lain, disebutkan, “Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam).

Seorang pemimpin adalah abdi atau pelayan bagi anggota kelompoknya (rakyatnya), baik pemimpin perusahaan, masyarakat, keluarga, maupun negara. Dalam sebuah ungkapan, dikatakan, ”Sayyid al-Qawm khaadimuhu.” (Pemimpin sebuah kaum adalah pelayan bagi kaumnya).

Karena itu, mereka tidak boleh melakukan kezaliman pada orang-orang yang dipimpinnya. Semua kebijakan yang dibuatnya harus mengacu pada kepentingan yang dipimpinnya. Bila ia mengkhianati amanah yang telah diberikan (rakyat) itu, dosa besar dan azab yang pedih akan ditimpakan kepadanya.

Dalam kitab al-Kaba`ir ini, Adz-Dzahabi juga menyebutkan dosa besar bagi hakim yang zalim. Yakni, memutuskan suatu perkara tanpa memenuhi rasa keadilan sebagaimana ditetapkan (Alquran). ”Allah tidak akan menerima salat seorang pemimpin yang tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah.”

Hakim itu terdiri atas tiga macam, satu orang di surga dan dua lainnya di neraka. Seorang hakim yang tahu kebenaran dan ia memutuskannya dengan kebenaran itu, ia berada di surga. Sedangkan, hakim lain yang mengetahui kebenaran, namun ia menyimpang dengan sengaja, ia berada di neraka. Dan, seorang hakim yang memutuskan perkara tanpa didasari dengan ilmu, ia berada di neraka.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Bagaimana Sikap yang Dipimpinnya? Dalam Islam, yang harus dilakukan oleh umat ketika melihat pemimpin yang berlaku zalim adalah menasihati, menegur atau memberi peringatan kepadanya, bukan malah membela mati-matian dan membenarkan segala hal yang dilakukan oleh pemimpin tersebut.

Namun demikian yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa dalam rangka nahi munkar kepada pemimpin yang dzalim itu juga harus dengan cara yang ma’ruf (baik, bijaksana, adil, proporsional dan tidak melanggar ketentuan, baik agama maupun negara). Mungkin tidak semua umat Islam dapat atau berani menegur dan menasehati pemimpin yang zalim secara langsung.

Namun bukan berarti kemudian umat Islam pasrah atau malah membenarkan kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Dalam hal ini, Rasulullah memberikan arahan bahwa ketika melihat suatu kemunkaran terjadi umat Islam hendaknya berusaha mengubahnya sesuai kemampuan. Hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه النسآئى ومسلم وابن ماجه والترمذى وغيرهم].


Dari Abu Saʻid (diriwayatkan) ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. [HR. al-Nasa’i, Muslim, Ibnu Majah, al-Tirmidzi, dan lain-lain].

Tanda-tanda Kiamat: Orang Bodoh yang Diangkat Jadi Pemimpin

Tanda-tanda Kiamat: Orang Bodoh yang Diangkat Jadi Pemimpin

Di antara tanda-tanda Kiamat adalah orang bodoh diangkat menjadi pemimpin yang mengurusi urusan masyarakat luas. Ini seperti disabdakan Rasulullah SAW dengan menyebut akan datangnya masa atau tahun-tahun penuh penipuan dan kebohongan.

Selain itu, di akhir zaman akan muncul tokoh-tokoh ( pemimpin ) yang menyesatkan umat. Para tokoh dalam Hadis Nabi disebut "Aimmatan Mudhillin" (أَئِمَّةً مُضِلِّينَ) yang artinya para pemimpin, pejabat pemerintah yang buruk, dan juga pemuka agama yang buruk. Pemimpin menyesatkan ini sangat ditakutkan Rasulullah SAW atas umatnya selain Dajjal.

Baca Juga: Sifat-sifat Terpuji Seorang Pemimpin Menurut Al-Qur'an

Dari Abu Dzar berkata, "Dahulu saya pernah berjalan bersama Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, "Sungguh bukan Dajjal yang aku takutkan atas umatku." Beliau mengatakan tiga kali, maka saya bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah selain Dajjal yang paling Engkau takutkan atas umatmu?" Beliau menjawab: Para tokoh (pemimpin) yang menyesatkan." (HR Ahmad)

Umat Islam hendaknya mewaspadai tahun-tahun penuh dengan penipuan tersebut. Hal ini disampaikan Rasulullah SAW dalam Hadis berikut. Imam Ibnu Majah meriwayatkan:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ


Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdul Malik bin Qudamah al-Jumahi menuturkan kepada kami dari Ishaq bin Abil Farrat dari al-Maqburi dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata;

Rasulullah ﷺ bersabda: "Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara." Ada yang bertanya, "Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?". Beliau menjawab: "Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas." (HR Ibnu Majah)

Fenomena Ruwaibidhah termasuk di antara tanda-tanda Kiamat. Kemunculan Ruwaibidhah ini merupakan kabar Nubuwah yang terjadi di akhir zaman. Kehadiran mereka selain melakukan kedustaaan terhadap Allah dan Rasul-Nya, juga dapat menyebabkan perpecahan umat.

Bisa dibayangkan betapa besar kerusakan yang mereka perbuat ketika membicarakan sesuatu yang bukan kapasitasnya. Mereka berfatwa tanpa dibekali ilmu agama. Jika memegang kekuasaan, ia tidak amanah dan kebijakannya tidak berpihak kepada masyarakat banyak.

Dalam satu Hadis, Rasulullah SAW berpesan sebagaimana sabda beliau: "Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari sisi Allah adalah seorang pemimpin yang zalim." (HR Tirmidzi)

Rasulullah SAW Tak Akui Umatnya yang Mendukung Pemimpin Zalim

Rasulullah SAW Tak Akui Umatnya yang Mendukung Pemimpin Zalim

Dalam Islam, tidak terlepas dari akhlak dan perilaku Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, sebagai pemimpin tertinggi umat serta pemimpin terbaik sepanjang masa. Nabi Muhammad SAW selalu menjunjung tinggi kemanusiaan dalam setiap langkah dakwahnya.

Baginda Nabi SAW dikenal sebagai rahmatan lil’alamin, juga sebagai teladan umat dan pemimpin yang ideal. Nabi Muhammad SAW memiliki sıfat yang jujur, cerdas, dan dapat dipercaya. Maka, kriteria calon pemimpin yang harus dipegang oleh umat Islam adalah yang mendekati keteladanan kepemimpinan Nabi Muhammad. Muhammad al Islam dalam bukunya "Tuntunan Adab-Adab Sunnah Rasulullah SAW untuk Kehidupan Sehari-hari,' menjelaskan tentang 10 kriteria ideal seorang pemimpin menurut Islam. Kriteria itu antara lain:

1. Jujur, adil, dan bijaksana "Setiap kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya." (HR. Muslim)

Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw bersabda: "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka." (HR. Abu Dawud)

Jujurlah dalam memimpin karena semua akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Tentu saja pengadilan Allah adalah yang teradil dari semua pengadilan, maka jadilah pemimpin yang jujur, adil dan bijaksana.

2. Mengajak rakyatnya bertakwa kepada Allah Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Seorang imam itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (pemimpin) memerintahkan supaya takwa kepada Allah 'azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (imam) akan mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam) memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa." (HR. Muslim)

3. Tidak meminta jabatan Dari Abdurrahman bin Samurah, ia berkata Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadaku: "Wahai Abdurrahman, janganlah engkau meminta kepemimpinan, sesungguhnya apabila engkau diberi kepemimpinan karena memintanya, maka engkau diserahi kepemimpinan itu (sepenuhnya) kepada dirimu, dan apabila engkau diberinya bukan karena meminta maka engkau akan diberi pertolongan." (HR. Abu Dawud)

4. Melaksanakan tugas dengan benar dan penuh rasa tanggung jawab "Jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar." (HR. Muslim)

5. Mencintai dan menyayangi rakyat Dari 'Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka." (HR. Muslim)

6. Berbaik sangka kepada rakyatnya Dari Syuraih bin Ubaid dari Jubair bin Nufair dan Katsir bin Murrah dan Amru Ibnul Aswad dan Al-Miqdam bin Makdi Karib dan Abu Umamah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya jika seorang penguasa telah berburuk sangka kepada manusia (rakyatnya), maka itu akan merusak mereka." (HR. Abu Dawud)

Dalam hal ini, bila pemimpin berbaik sangka dan tidak mencurigai rakyatnya, maka insya Allah akan ada ketenangan dalam masyarakat yang dipimpinnya.

7. Hendaknya mengambil penasehat atau pejabat pembantu dari orang baik dan jujur Dari Abu Sa'id Al-Khudri dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah seorang pemimpin dilantik melainkan ia mempunyai dua kubu, kubu yang memerintahkan dan mendorongnya melakukan kebaikan, dan kubu yang memerintahkan dan mendorongnya melakukan keburukan, dan orang yang terjaga adalah yang dijaga Allah." (HR. Bukhari)

8. Memberikan keputusan adil kepada rakyatnya "..Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil..." (QS. An-Nisaa: 58) “..dan jangan mengikuti hawa nafsu." (Qs. Shaad: 26)

9. Memutuskan perkara menurut hukum yang diturunkan Allah "Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.." (QS. Al-Maidah: 49)

10. Seorang pemimpin, maka jadilah pemimpin yang bertaqwa kepada Allah, jujur, baik hati, rendah hati, mencintai dan menyayangi rakyatnya. Demikian kriteria pemimpin dalam Islam. Semoga bermanfaat.

Inilah 8 Ciri Pemimpin Zalim dalam Islam Tanda Kiamat Makin Dekat

Inilah 8 Ciri Pemimpin Zalim dalam Islam Tanda Kiamat Makin Dekat

Setidaknya ada 8 ciri pemimpin zalim dalam Islam. Namun sebelum kita menyebut kedelapan ciri itu, sebaiknya kita bahas dulu definisi pemimpin dan zalim. Dalam Islam, pemimpin adalah figur yang memiliki otoritas dan kekuasaan pada suatu wilayah atau komunitas.

Pemimpin dapat berupa seorang raja, presiden , atau kepala organisasi. Ibnu Taimiyah (w. 728 H) dalam bukunya berjudul "Menuju Umat Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988) menyebutkan pemimpin dengan kata ulil amri yang berarti bahwa orang yang mempunyai wewenang dan kompetensi dalam suatu urusan. Mereka menyuruh manusia kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar, yang termasuk ulil amri ialah pemerintahan, ulama dan ilmuwan

Sedangkan zalim, dalam Islam, adalah meletakkan sesuatu atau perkara bukan pada tempatnya. Secara sederhana, kata zalim adalah tidak adil dan kejam. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian zalim adalah tidak memiliki belas kasih.

Dengan artian seorang individu atau kelompok yang menyakiti perasaan orang lain secara lahir maupun batin. Sifat zalim ini termasuk dalam sifat tercela yang dibenci oleh Allah SWT. Karena itu, setiap muslim harus menjauhi sifat zalim. Secara etimologi, kata zalim berasal dari bahasa Arab yakni dzho lam mim yang bermaksud gelap.

Di dalam al-Qur’an menggunakan kata zhulm selain itu juga digunakan kata baghy, yang artinya juga sama dengan zalim yaitu melanggar hak orang lain. Kalimat zalim dapat digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki sifat bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidakadilan, dan banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal untuk melakukan kebaikan.

Firman Allah Ta’ala: “Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan yang tidak diperintahkan kepada mereka”. ( QS Al-Baqarah : 59) Nabi SAW juga bersabda: “Sesungguhnya sejahat-jahat pemimpin adalah pemimpin yang zalim. Maka janganlah kamu termasuk daripada golongan mereka”. (HR. Muttafaq’alaih)

Di antara ciri-ciri pemimpin zalim yang di sebutkan dalam hadis Rasulullah SAW tersebut di antaranya adalah:

1. Para pemimpin sesat
Diriwayatkan dari Aus RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: إِنِّي لاَ أَخَافُ عَلىَ أُمَّتيِ إِلاَّ الأَئِمَّةَ المُضَلِّينَ.

Artinya: “Aku tidak takut (ujian yang akan menimpa) pada umatku, kecuali (ujian) para pemimpin sesat.” (HR. Ibnu Hibban). Sufyan as-Tsauri menggambarkan mereka dengan mengatakan: “Tidaklah kalian menjumpai para pemimpin sesat, kecuali kalian mengingkari mereka dengan hati, agar amal kalian tidak sia-sia.”

2. Para pemimpin yang jahil agama
Dari Jabir bin Abdillah RA bahwa Rasulullah SAW berkata kepada Ka’ab bin Ajzah:

أَعَاذَكَ اللهَ مِنْ إمَارَةِ السُّفَهَاء.

Artinya: “Aku memohon perlindungan untukmu kepada Allah dari kepemimpinan orang-orang bodoh.” (HR Ahmad). Dalam hadis riwayat Ahmad di atas dikatakan bahwa maksud pemimpin yang bodoh adalah pemimpin yang tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah SAW. Yaitu pemimpin yang tidak menerapkan nilai-nilai syariah Islam.

3. Para pemimpin yang menolak kebenaran, dan menyeru pada kemungkaran
Dari Ubadah bin Shamit RA berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda: سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَأْمُرُونَكُمْ بِمَا لاَ تَعْرِفُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا تُنْكِرُونَ فَلَيْسَ لاِؤلَئِكَ عَلَيْكُمْ طَاعَةٌ.

Artinya: “Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan hukum yang tidak kalian ketahui (imani). Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian ingkari. Sehingga terhadap mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mentaatinya.” (HR Ibnu Abi Syaibah).

4. Para penguasa yang memerintah dengan mengancam dan menekan rakyatnya
Dari Abu Hisyam as-Silmi RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ يَمْلِكُوْنَ رِقَابَكُمْ وَيُحَدِّثُوْنَكُمْ فَيَكْذِبُونَ، وَيَعْمَلُوْنَ فَيُسِيؤُونَ، لا يَرْضَوْنَ مِنْكُمْ حَتَّى تُحَسِّنُوا قَبِيْحَهُمْ وَتُصَدِّقُوْا كَذِبَهُمْ، اعْطُوْهُمُ الحَقَّ مَا رَضُوا بِهِ.

Artinya: “Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (berjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak suka dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji mereka) dengan keburukan mereka, dan kalian membenarkan kebohongan mereka, serta kalian memberi kepada mereka hak yang mereka senangi.” (HR. Thabrani).

5. Para pemimpin yang mengangkat pembantu orang-orang jahat dan selalu mengakhirkan shalat (mengabaikan syariat)
Dari Abu Hurairah RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أُمَرَاءُ ظَلَمَةٌ، وَوُزَرَاءُ فَسَقَةٌ، وَقُضَاةٌ خَوَنَةٌ، وَفُقَهَاءُ كَذَبَةٌ، فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ ذَلِكَ الزَّمَنَ فَلا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا وَلا عَرِيفًا وَلا شُرْطِيًّا.

Artinya: “Akan datang di akhir zaman nanti para penguasa yang memerintah dengan sewenang-wenang, para pembantunya (menteri-menterinya) fasik, para hakim nya menjadi pengkhianat hukum, dan para ahli hukum Islam (fuqaha’nya) menjadi pendusta. Sehingga, siapa saja di antara kalian yang mendapati zaman itu, maka sungguh kalian jangan menjadi pemungut cukai (kerana khawatir akan bersubahat dengan mereka).” (HR. Thabrani).

6. Para pemimpin yang memerintah dengan diktator (kejam).

Rasulullah SAW bersabda: إِنَّ شَرَّ الوُلاَةِ الحُطَمَةُ.
Artinya:“Sesungguhnya seburuk buruknya para penguasa adalah penguasa al-huthamah (diktator).” (HR. Al-Bazzar).

Pemimpin al-huthamah (diktator) adalah pemimpin yang menggunakan politik tangan besi terhadap rakyatnya dengan memaksakan rakyat meskipun tidak di sukai oleh rakyatnya.

Dari Abu Layla al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw bersabda: وسَيأتي أُمَرَاءُ إنْ اسْتُرْحِمُوا لَمْ يَرْحَمُوا، وإنْ سُئِلُوا الحَقَّ لَمْ يُعْطُوا، وإِنْ أُمِرُوا بالمَعْرُوفِ أَنْكَرُوا، وسَتَخَافُوْنَهُمْ وَيَتَفَرَّقَ مَلأُكُمْ حَتى لاَ يَحْمِلُوكُمْ عَلى شَيءٍ إِلاَّ احْتُمِلْتُمْ عَلَيْهِ طَوْعاً وَكَرْهاً، ادْنَى الحَقِّ أَنْ لاَ تٌّاخُذُوا لَهُمْ عَطَاءً ولا تَحْضُروا لَهُمْ في المًّلاَ

Artinya: “Dan akan datang para pemimpin, jika mereka diminta untuk mengasihani (rakyat), mereka tidak mengasihani; jika mereka diminta untuk menunaikan hak (rakyat), mereka tidak menunaikannya; dan jika mereka disuruh berlaku adil mereka menolak keadilan . Mereka akan membuat hidup kalian dalam ketakutan; dan memecah-belah tokoh-tokoh kalian. Sehingga mereka tidak membebani kalian dengan suatu beban, kecuali mereka membebani kalian dengan paksa, baik kalian suka atau tidak. Serendah-rendahnya hak kalian, adalah kalian tidak mengambil pemberian mereka, dan tidak kalian menghadiri pertemuan mereka.” (HR. Thabrani).

7. Para penguasa zindik (berpura-pura iman)
Dari Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah SAW bersabda: صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لَنْ تَنَالَهُمَا شَفَاعَتِي: إِمَامٌ ظَلُومٌ، وَكُلُّ غَالٍ مَارِقٍ.

Artinya: “Dua golongan umatku yang keduanya tidak akan pernah mendapatkan syafa’atku: pemimpin yang bertindak zalim (terhadap rakyatnya), dan orang yang berlebihan dalam beragama hingga sesat dari jalan agama.” (HR. Thabrani).

8. Pemimpin yang banyak menipu rakyatnya
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.

Artinya: “Akan datang kepada masyarakat tahun-tahun yang penuh tipuan dan kebohongan. Pada tahun-tahun itu pembohong dipandang jujur, yang orang yang jujur dianggap pembohong, pada tahun-tahun tersebut para pengkhianat dianggap orang yang amanah, sedangkan orang yang amanah dianggap pengkhianat.

Pada saat itu yang berbicara adalah ruwaibidhah.” Lalu ada sahabat bertanya, “Apakah ruwaibidhah itu?” Rasulullah menjawab, “Orang bodoh yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik.” (Dalam riwayat lain disebutkan, ruwaibidhah itu adalah “orang fasik yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik” dan “al-umara (pemerintah) fasik yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik”) (HR Ahmad, Ibnu Majah, Abu Ya’la dan al-Bazzar).
(aww)