Konflik Rusia-Ukraina, Ancaman Perang yang Terus Membara
Konflik Rusia-Ukraina, Ancaman Perang yang Terus Membara
Mohammad Faizal
Sabtu, 19 Februari 2022, 12:45 WIB

Rusia telah menarik sebagian pasukannya dari perbatasan Ukraina. Namun, kecurigaan, ketegangan dan ancaman perang antara Rusia, NATO dan Ukraina belum sirna.

Rusia Rilis Video Penarikan Pasukan dari Perbatasan Ukraina

Rusia Rilis Video Penarikan Pasukan dari Perbatasan Ukraina

Kementerian Pertahanan Rusia pada Selasa (15/2/2022) merilis apa yang dikatakannya sebagai rekaman terbaru dari tank Rusia dan senjata berat lainnya yang dimuat untuk kembali ke Rusia dari negara tetangga Belarusia.

Dikutip dari Russia Today, rekaman perangkat keras militer yang kembali pulang ke Rusia tersebut dirilis setelah sehari sebelumnya banyak media Barat mengklaim Rusia akan menyerang Ukraina. Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) bahkan menyebut Rabu (16/2) sebagai salah satu kemungkinan hari serangan itu dilancarkan, yang sejak awal dibantah oleh Moskow.

Peralatan perang Rusia dikirim ke Belarusia untuk ambil bagian dalam latihan militer gabungan besar-besaran yang diadakan kedua militer bulan ini. Sebelumnya Rusia telah menyelesaikan sejumlah latihan militer skala besar di seluruh negeri, dengan lebih banyak latihan diperkirakan akan segera berakhir. Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu mengatakan hal itu kepada Presiden Vladimir Putin pada Senin (14/2/2022).

Menurut Shoigu, latihan Angkatan Darat dan Angkatan Laut, yang telah diadakan di seluruh Rusia, telah memeriksa kesiapan militer negara itu. Sehari setelah itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan akan menarik kembali beberapa pasukannya dari dekat Ukraina.

Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataan yang disiarkan di media menyatakan pihaknya menarik beberapa tentara yang melakukan latihan di distrik militer yang berbatasan dengan Ukraina. Namun, tidak disebutkan berapa banyak yang pergi dan belum jelas apakah itu akan mengurangi ketegangan.

Lembaga AS Beberkan 6 Kemungkinan Aksi Militer Rusia ke Ukraina

Lembaga AS Beberkan 6 Kemungkinan Aksi Militer Rusia ke Ukraina

Tudingan bahwa Rusia masih berniat menginvasi Ukraina masih terus beredar. Kelompok think-tank Amerika Serikat (AS) Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bahkan menguraikan 6 opsi militer yang kemungkinan akan dijalankan Moskow untuk mencapok tetangganya.

Bahkan, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York Kamis (17/2) lalu masih memberikan peringatan bahwa Moskow telah memperkuat pasukannya di sepanjang perbatasan kedua negara dalam beberapa hari terakhir dan bersiap untuk meluncurkan serangan.

"Faktanya, itu sedang berlangsung sekarang, hari ini, ketika Rusia mengambil langkah menuju perang dan mengeluarkan kembali ancaman aksi militer," kata Blinken, yang menggambarkan krisis yang sedang berlangsung sebagai momen bahaya bagi kehidupan dan keselamatan jutaan orang.

Blinken menyebutkan, informasi yang disajikannya telah divalidasi dari pengamatan pihaknya selama berbulan-bulan. Diplomat top Amerika mengatakan, meskipun menolak klaim Barat, Rusia telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina dan kemampuan untuk melakukan serangan militer besar-besaran.

Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton telah menggemakan komentar Blinken dengan mengatakan laporan tentang taman kanak-kanak yang diserang adalah sangat memprihatinkan. "Ini adalah situasi yang mengerikan dan pada setiap indikasi yang kami lihat saat ini Anda akan mengharapkan Rusia berada pada tahap awal invasi itu, dari serangan itu," katanya kepada Sky News Australia, Jumat (18/2/2022).

Itu terjadi setelah Presiden Joe Biden mengatakan kepada wartawan di luar Gedung Putih sebelumnya bahwa Rusia terlibat dalam operasi false flag (bendera palsu) demi mencari alasan untuk masuk ke Ukraina. Dia juga menggambarkan ancaman invasi sebagai "sangat tinggi".

Kementerian Pertahanan Inggris pada hari Kamis menguraikan kemungkinan "poros invasi", berbagi peta dan presentasi di media sosial. "Invasi bisa terjadi dalam beberapa hari," kata narator kementerian itu saat peta animasi menunjukkan jalan yang bisa ditempuh pasukan Rusia.

Sementara, CSIS memaparkan kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina dengan menguraikan 6 opsi militer yang kemungkinan akan diambil Moskow. Analisis lembaga think-tank yang berbasis di Washington, yang ditulis oleh pensiunan perwira CIA Philip Wasielewski dan Seth Jones, direktur program keamanan internasional di CSIS, menggambarkan setidaknya tiga kemungkinan sumbu kemajuan jika Rusia memutuskan untuk merebut wilayah Ukraina.

Berikut 6 opsi militer yang kemungkinan diambil Moskow terhadap Kiev sebagaimana dipaparkan CSIS:

1. Menerjunkan kembali beberapa pasukan daratnya dari perbatasan Ukraina—setidaknya untuk sementara—jika negosiasi berhasil tetapi terus membantu pemberontak pro-Rusia di Ukraina Timur.

2. Mengirim pasukan konvensional Rusia ke wilayah Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri sebagai "penjaga perdamaian" sepihak dan menolak untuk menarik mereka sampai pembicaraan damai berakhir dengan sukses dan Kiev setuju untuk menerapkan Kesepakatan Minsk.

3. Rebut wilayah Ukraina sejauh barat Sungai Dnepr untuk digunakan sebagai alat tawar-menawar atau menggabungkan wilayah baru ini sepenuhnya ke dalam Federasi Rusia.

4. Rebut wilayah Ukraina hingga Sungai Dnepr dan rebut sabuk tanah tambahan (termasuk Odessa) yang menghubungkan wilayah Rusia dengan Republik Transdniestria yang memisahkan diri dan memisahkan Ukraina dari akses apa pun ke Laut Hitam. Kremlin akan memasukkan tanah-tanah baru ini ke Rusia dan memastikan bahwa negara Ukraina yang lemah tetap tidak layak secara ekonomi.

5. Hanya merebut sabuk tanah antara Rusia dan Transdniestria (termasuk Mariupol, Kherson, dan Odessa) untuk mengamankan pasokan air tawar untuk Crimea dan memblokir akses Ukraina ke laut, sambil menghindari pertempuran besar di Kiev dan Kharkiv.

6. Rebut semua Ukraina dan, dengan Belarusia, umumkan pembentukan serikat Slavia tripartit baru Rusia Besar, Kecil, dan Putih (Rusia, Ukraina, dan Belarusia).

Para pemikir CSIS berpendapat bahwa dua opsi pertama kemungkinan kecil akan menimbulkan sanksi internasional yang signifikan tetapi tidak mungkin untuk mencapai tujuan Rusia. Di sisi lain, semua opsi lain akan menyebabkan reaksi besar di panggung dunia dan menjadi "kontra-produktif" untuk tujuan melemahkan NATO karena mereka akan mengeraskan tekad AS dan sekutu Eropa-nya.

Militer Ukraina Hujani Luhansk dengan Tembakan Artileri Berat

Militer Ukraina Hujani Luhansk dengan Tembakan Artileri Berat

Militer Ukraina menghujani wilayah Republik Rakyat Luhansk (LPR) dengan tembakan artileri hingga 31 kali dalam 24 jam terakhir. Laporan tersebut diungkap Sputnik berdasarkan sumber di Donbass yang menyebutkan bahwa Ukraina juga menggunakan senjata berat.

"Dalam 24 jam terakhir, pasukan Ukraina telah melanggar rezim gencatan senjata sebanyak 31 kali," papar Juru bicara misi LPR ke Pusat Gabungan Kontrol dan Koordinasi (JCCC) yang dilansir Sputnik pada Sabtu (19/2/2022).

Sumber tersebut mengatakan bahwa tentara Ukraina telah menggunakan sistem artileri 122 milimeter, mortir kaliber besar, dan peluncur granat. Sebelumnya dilaporkan, pasukan Ukraina juga menghujani wilayah lain Donbass dengan artileri.

"Tentara Ukraina telah menembakkan 18 peluru mortir 120 mm ke desa Zaitsevo, permukiman yang dikuasai Republik Rakyat Donetsk yang terletak di pinggiran kota Gorlovka," ujar seorang perwakilan Republik Rakyat Donetsk (DPR) di Pusat Pengendalian dan Koordinasi Gabungan kepada wartawan.

"Pada 19:40, penembakan direkam oleh formasi bersenjata Ukraina ke arah desa Zaitsevo. 18 ranjau ditembakkan," papar perwakilan itu.

Sebagai informasi, pengerahan sistem mortir 120 mm di zona konflik Donbass dilarang berdasarkan Perjanjian Minsk, kesepakatan damai yang disepakati pada awal 2015 untuk menegakkan gencatan senjata di Ukraina timur dan pada akhirnya mengakhiri konflik sipil.

Tembakan mortir terjadi di tengah eskalasi besar-besaran hujan mortir, artileri dan tembakan senjata ringan di sepanjang garis kontak antara pasukan Ukraina dan milisi Donbass dalam dua hari terakhir. Kedua belah pihak melaporkan puluhan pelanggaran gencatan senjata dan menyalahkan pihak lain atas insiden kekerasan tersebut.

Perwakilan Kelompok Kontak Trilateral Republik Rakyat Luhansk Rodion Miroshnik, memperingatkan pada Jumat bahwa pengerahan sejumlah besar artileri tabung oleh tentara Ukraina di jalur kontak akan menyebabkan korban besar jika serangan besar militer dimulai. "Ada penembakan di satu desa kecil bernama Sanzhary. Itu terletak antara Debaltseve dan Pervomaisk di jalur kontak. Artileri 122 mm digunakan di sana, yaitu artileri tabung," papar Morshnik.

Dia menambahkan, pada garis kontak pihaknya melihat sejumlah besar artileri meriam kaliber 122-152 mm, yang dapat menyerang pada jarak antara 20-40 km. "Saya ingatkan Anda bahwa hanya ada jarak 7 km antara garis kontak dan pusat Donetsk, dan 12 km dari posisi di mana senjata ini dikerahkan dan pusat Lugansk. Artinya, jika artileri ini digunakan sekarang, tidak akan mungkin untuk menghindari pertumpahan darah yang besar dan sejumlah besar korban," ujarnya.

Miroshnik memperingatkan, Donbass sedang didorong ke arah pertempuran baru, karena Kiev telah menunjukkan kurangnya kesiapan bernegosiasi dengan republik-republik yang memisahkan diri.

Sementara itu, para pemimpin Donetsk dan Luhansk telah memerintahkan evakuasi penduduk sipil mereka pada hari Jumat dengan alasan bahaya serangan habis-habisan Ukraina.

Donbass Memanas, 25.000 Warga Sipil Mengungsi ke Rusia

Donbass Memanas, 25.000 Warga Sipil Mengungsi ke Rusia

Sebanyak 25.000 penduduk Republik Rakyat Luhansk (LPR) disebut telah melintasi perbatasan dengan Rusia pada Sabtu (19/2/2022). Para penduduk tersebut melarikan diri dari meningkatnya kontak senjata yang terjadi di Donbass.

Gelombang pengungsian tersebut dilaporkan juru bicara Kementerian Darurat LPR pada Sputnik, Sabtu. Pada Jumat (18/2/2022), LPR dan Republik Rakyat Donetsk (DPR) mengumumkan evakuasi warganya ke Wilayah Rostov Rusia akibat meningkatnya ketegangan di Donbass. "25.000 warga LPR telah melintasi perbatasan," papar juru bicara itu kepada pejabat menteri darurat Rusia.

Dia menambahkan bahwa mereka adalah warga sipil yang menggunakan mobil pribadi. Pejabat itu menambahkan bahwa saat ini tengah dibentuk 3 konvoi lagi dengan total 10.000 pengungsi. Gelombang pengungsi diperkirakan terus berlanjut seiring meningkatnya konflik di wilayah yang menyatakan kemerdekaan dari Ukraina itu.

Wilayah Donbass dihuni mayoritas warga yang berbahasa Rusia dan bahkan banyak warga negara Rusia yang tinggal di daerah tersebut. Juru Bicara Kremlin Dmitri Peskov mengaku dia tidak diberitahu tentang apa yang terjadi di Donbass dan mengatakan dia tidak tahu apakah evakuasi itu disetujui oleh siapa pun.

Terlepas dari itu, pada Jumat malam, Presiden Rusia Vladimir Putin meminta pemerintah menyediakan 10.000 rubel sebagai bantuan darurat bagi setiap pengungsi yang datang ke Rostov.

Sementara, otoritas regional telah membentuk markas operasional untuk menangani para pengungsi dan menyediakan akomodasi, makanan, dan perawatan medis bagi para pengungsi tersebut.

Ngototnya Biden, Yakini Putin telah Putuskan Menyerang Ukraina

Ngototnya Biden, Yakini Putin telah Putuskan Menyerang Ukraina

Penarikan pasukan dari perbatasan Ukraina oleh Rusia tidak meyakinkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tak berniat mencaplok negara tetangganya tersebut. Biden bahkan "yakin" bahwa Putin telah memutuskan menyerang Ukraina, termasuk serangan di ibu kota.

Pernyataan Biden itu muncul pada Jumat (18/2/2022), ketika ketegangan meningkat di sepanjang perbatasan militer. Sebelumnya, Barat juga telah mengeluarkan isu mengani operasi "bendera palsu" yang akan dilancarkan Rusia sebagai dalih untuk melakukan invasi ke Ukraina.

“Sampai saat ini saya yakin dia telah membuat keputusan. Kami punya alasan untuk percaya itu,” papar Biden, dilansir Associated Press (AP). Biden menegaskan serangan itu bisa terjadi dalam “beberapa hari mendatang.”

Sementara itu, Kremlin mengumumkan akan meggelar latihan nuklir besar-besaran untuk melenturkan otot militernya. Putin juga melempar retorika melindungi kepentingan nasional Rusia dari apa yang dilihatnya sebagai ancaman Barat yang melanggar batas.

Biden mengulangi ancamannya terhadap sanksi ekonomi dan diplomatik besar-besaran terhadap Rusia jika Moskow menyerang Ukraina. Presiden AS itu menekan Putin untuk memikirkan kembali tindakannya. Dia mengatakan AS dan sekutu Baratnya lebih bersatu dari sebelumnya untuk memastikan Rusia membayar harga untuk invasi tersebut.

Dengan sekitar 150.000 tentara Rusia ditempatkan di sekitar perbatasan Ukraina, para pejabat AS dan Eropa terus memperingatkan bahwa konflik separatis yang telah berlangsung lama di Ukraina timur dapat memicu serangan yang lebih luas. Sebagai indikasi lebih lanjut bahwa Moskow sedang mempersiapkan invasi potensial, seorang pejabat pertahanan AS mengatakan sekitar 40% hingga 50% dari pasukan darat Rusia yang dikerahkan di sekitar perbatasan Ukraina telah pindah ke posisi serangan di dekat perbatasan.

Pejabat pertahanan yang berbicara dengan syarat anonim itu juga mengatakan jumlah unit darat Rusia yang dikenal sebagai kelompok taktis batalion yang ditempatkan di daerah perbatasan telah bertambah sebanyak 125 unit, naik dari 83 unit dua pekan lalu. Setiap kelompok taktis batalyon memiliki 750 hingga 1.000 tentara.

Sementara itu, kepala pertahanan AS dan Rusia berbicara pada Jumat, dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menyerukan de-eskalasi, kembalinya pasukan Rusia di sekitar Ukraina ke pangkalan mereka dan resolusi diplomatik, menurut Pentagon. Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov sepakat bertemu pekan depan.

Dalam perkembangan terbaru, satu bom menghantam mobil di luar gedung utama pemerintah di kota besar timur Donetsk, menurut seorang wartawan Associated Press di sana. “Kepala pasukan separatis, Denis Sinenkov, mengatakan mobil itu miliknya,” ungkap laporan kantor berita Interfax. Tidak ada laporan tentang korban dan tidak ada konfirmasi independen tentang keadaan ledakan itu.

Ledakan dan evakuasi yang diumumkan itu sejalan dengan peringatan AS tentang apa yang disebut serangan "bendera palsu" yang akan digunakan Rusia untuk membenarkan invasi. Semakin menambah ketegangan, dua ledakan juga mengguncang Kota Luhansk yang dikuasai pemberontak pada Sabtu pagi.
(fjo)