Menakar Peluang Kamala Harris Setelah Biden Mundur
Menakar Peluang Kamala Harris Setelah Biden Mundur
Mohammad Faizal
Kamis, 01 Agustus 2024, 12:55 WIB

Setelah capres Partai Demokrat Joe Biden mundur dari pertarungan pilpres, sang wakil Kamala Harris digadang-gadang menjadi penerus misi menduduki Gedung Putih.

Kamala Harris Maju Capres AS Berbekal Dukungan Biden

Kamala Harris Maju Capres AS Berbekal Dukungan Biden

Presiden Joe Biden, melalui surat terbuka pada Minggu waktu Amerika Serikat (AS) atau Senin (22/7/2024) WIB, mengumumkan pengunduran dirinya sebagai calon presiden (capres) dari Partai Demokrat untuk pemilu Amerika Serikat (AS) November mendatang.

"Meskipun niat saya untuk mencalonkan diri kembali, saya yakin ini demi kepentingan terbaik partai dan negara saya jika saya mundur dan fokus hanya pada memenuhi tugas saya sebagai Presiden selama sisa masa jabatan saya," tulis Biden, dalam pernyataannya.

Selain mengumumkan mundur dari pilpres, Biden pun mengutarakan dukungan penuhnya kepada sang Wakil Presiden, Kamala Harris, sebagai capres dari Partai Demokrat. Biden mengatakan, memilih Harris sebagai wakil presidennya adalah keputusan terbaik yang dia buat.

"Hari ini saya ingin memberikan dukungan dan dukungan penuh agar Kamala menjadi calon presiden Partai Demokrat. Inilah waktunya untuk bersatu dan mengalahkan Trump. Ayo lakukan ini," ungkapnya.

Keputusan Biden untuk mendukung wakil presidennya memberi Kamala Harris keunggulan yang jelas untuk menggantikannya pada bulan November mendatang. Harris mengatakan bahwa dia merasa terhormat menerima dukungan dari Biden dan bahwa dia bermaksud untuk "mendapatkan dan memenangkan" nominasi presiden dari Partai Demokrat.

Harris dan Biden berbicara beberapa kali pada hari Minggu menjelang pengumuman presiden untuk mundur dari pilpres AS, kata sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada The Hill. Beberapa jam setelah Biden mengumumkan pengunduran dirinya, banyak anggota Parlemen dari Partai Demokrat mengatakan mereka mendukung Harris untuk menggantikannya sebagai kandidat presiden.

Sementara itu, capres dari Partai Republik Donald Trump dan tim kampanyenya tidak membuang-buang waktu untuk melakukan serangan terhadap Harris. "Harris akan menjadi lebih baik bagi masyarakat kita dibandingkan Joe Biden," tulis penasihat senior kampanye Trump, Chris LaCivita dan Susie Wiles, dalam sebuah memo.

"Harris telah menjadi Enabler in Chief untuk Crooked Joe selama ini. Mereka memiliki catatan masing-masing, dan tidak ada jarak di antara keduanya. Harris harus membela pemerintahan Biden yang gagal dan catatannya yang liberal dan lemah dalam kejahatan di (California)."

Survei NBC News yang diterbitkan Minggu menunjukkan Trump mengungguli Biden dengan selisih 2 poin persentase, dukungan 45% berbanding 43%, dan mengungguli Harris dengan selisih 2 poin, 47:45 persen. Jajak pendapat New York Times/Siena College menunjukkan bahwa Harris tampil sedikit lebih baik daripada Biden di Pennsylvania dan Virginia, di mana kedua negara bagian tersebut ingin dimenangkan oleh Partai Demokrat

Sedikit rekam jejak Kamala Devi Harris adalah sebagai berikut: wanita berusia 59 tahun ini adalah seorang politisi dan jaksa Amerika yang menjabat sebagai Wakil Presiden AS sejak 20 Januari 2021. Dia adalah wanita pertama, orang Asia-Amerika pertama, dan orang Afrika-Amerika kedua yang menjabat sebagai wakil presiden di AS.

Sebelum terpilih sebagai wakil presiden, Harris menjabat sebagai senator Amerika Serikat dari California sejak tahun 2017 hingga 2021. Ibunya adalah Shyamala Gopalan Harris, wanita kelahiran India 7 April 1938. Shyamala Gopalan adalah seorang ahli biokimia yang pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1958 untuk mengejar gelar doktor di bidang nutrisi dan biokimia. Dia memperoleh gelar Ph.D. dari University of California, Berkeley pada tahun 1964.

Ayahnya, Donald Harris, adalah pria kelahiran Jamaika 23 Agustus 1938. Donald Harris adalah seorang profesor ekonomi yang mengajar di University of California, Berkeley. Dia pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1961 untuk mengejar gelar master dan doktor di bidang ekonomi. Donald Harris memiliki latar belakang keturunan Afrika dan keturunan Jamaika.

Sejak dilantik sebagai wakil presiden, Harris telah aktif terlibat dalam berbagai inisiatif pemerintahan Biden, termasuk penanganan krisis Covid-19, kebijakan imigrasi, dan upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi ekonomi Amerika Serikat.

Banjir Dukungan, Kamala Diyakini Bisa Kalahkan Donald Trump

Banjir Dukungan, Kamala Diyakini Bisa Kalahkan Donald Trump

Selain dukungan langsung dari Presiden Joe Biden, Wapres Kamala Harris juga memperoleh dukungan dari banyak pihak. Salah satunya adaolah Moe Vela, mantan penasihat senior Joe Biden, yang yakin Kamala akan mengalahkan Donald Trump dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) 5 November mendatang.

Menurut Vela, Harris adalah orang yang tepat untuk menggantikan Biden sebagai calon presiden (capres) dari Partai Demokrat. Presiden Joe Biden (81) mengumumkan pada hari Minggu bahwa dia mengundurkan diri dari pemilihan presiden (pilpres) AS menyusul tekanan kuat agar dirinya mundur setelah kinerja buruknya dalam debat melawan capres Partai Republik, Donald Trump, pada Juni lalu.

"Saya pikir dia orang yang tepat untuk menjadi calon (presiden). Dan saya pikir dia akan mengalahkan Donald Trump. Dan saya tidak hanya mengatakan itu dari sudut pandang politik," katanya, seperti dikutip Al Arabiya, Selasa (23/7/2024). "Saya yakin ini akan merevitalisasi dan menghidupkan kembali Partai Demokrat. Saya pikir apa yang Anda lihat adalah penyatuan partai," lanjut Vela, yang menjabat sebagai penasihat senior Biden ketika dia menjadi wakil presiden.

Vela bahkan meyakini pencalolan Kamala seharusnya membuat Donald Trump ketakutan. "Dia seharusnya gemetaran dengan sepatu kecilnya, karena yang Anda lihat adalah Partai Demokrat bersatu dengan sangat cepat di sekitar Kamala Harris," cetusnya.

Partai Demokrat dengan cepat bersatu mendukung Harris pada hari Senin ketika dia bersaing untuk menjadi capres partai tersebut guna menghadapi Trump pada November mendatang. Vela yakin perempuan Amerika akan hadir dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memilih Harris. "Ketika perempuan di negara ini memberikan suara dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya, kita menang. Dan itu prediksi saya di sana," katanya.

Wakil presiden perempuan pertama Amerika, berkulit hitam, dan keturunan India-Jamaika ini dinilai mempunyai peluang unik untuk menyatukan partainya, setelah mundurnya Biden. Kehadiran Kamala sebagai capres dinilai akan membuat persaingan menjadi semakin sulit.

Perkembangan ini dinilai telah memberikan dorongan energi bagi Partai Demokrat yang mengalami demoralisasi, mengubah pemilu yang berpotensi menjadi pertikaian panjang antara dua pria lanjut usia yang tidak populer. Kamala juga menawarkan peluang bagi Amerika untuk memiliki presiden perempuan pertama.

Bentuk dukungan lain bagi Kamala tampak dari sumbangan sebesar USD81 juta (sekitar Rp1,3 triliun) dalam 24 jam pertama sejak Joe Biden mengundurkan diri dari pemilihan presiden tahun 2024 dan mendukung pencalonannya. Menurut kampanye tersebut, mereka telah menerima lebih dari 888.000 sumbangan dari "donor akar rumput" di mana 60% di antaranya telah menyumbang untuk pertama kalinya selama siklus pemilu 2024.

"Curahan dukungan bersejarah untuk Wakil Presiden Harris mewakili energi dan antusiasme akar rumput yang memenangkan pemilu,” ungkap juru bicara kampanye Kevin Munoz. Secara terpisah, Future Forward, komite aksi politik Partai Demokrat terbesar di AS, mengatakan kepada majalah Politico bahwa mereka telah menerima komitmen baru sebesar USD150 juta dari donor besar dalam 24 jam terakhir.

Menurut CNN, Harris telah didukung oleh lebih dari 40 senator Partai Demokrat dan hampir 100 anggota DPR, serta beberapa gubernur, termasuk Gavin Newsom dari California, J.B. Pritzker dari Illinois, dan Josh Shapiro dari Pennsylvania.

Partai Demokrat akan memutuskan calon tersebut pada konvensi mereka pada bulan Agustus. Sementara, Partai Republik telah mencalonkan Trump sebagai calon presiden mereka dan J.D. Vance, senator dari Ohio, sebagai pasangannya.

Hitungan Hari, Kamala Sempat Ungguli Trump dalam Jajak Pendapat

Hitungan Hari, Kamala Sempat Ungguli Trump dalam Jajak Pendapat

Wakil Presiden AS Kamala Harris mengalahkan rivalnya dari Partai Republik Donald Trump dalam jajak pendapat pemilihan presiden secara nasional yang dirilis pertama yang dilakukan sejak Presiden AS Joe Biden mundur dari kampanyenya. Wakil presiden AS itu unggul dua poin, 44% berbanding 42% atas Trump, berdasarkan jajak pendapat Reuters/Ipsos.

Sementara dalam jajak pendapat seminggu sebelumnya, Harris (59) dan Trump (78) sama-sama memperoleh suara 44%. Jajak pendapat baru ini dilakukan dua hari setelah Biden mengumumkan pada hari Minggu bahwa dia mundur dari pencalonan dan mendukung Harris. Hal ini juga terjadi setelah Konvensi Nasional Partai Republik minggu lalu, di mana Trump secara resmi menerima nominasi dari partainya.

Harris, berdasarkan klaim tim kampanyenya, telah mendapatkan nominasi dari Partai Demokrat, dan telah mengumpulkan donasi dan dukungan serta mencatatkan rekor penggalangan dana setelah menerima kontribusi sebesar USD81 juta dalam 24 jam pertama setelah pengunduran diri Biden.

Namun, lembaga jajak pendapat yang mewakili tim kampanye Trump meremehkan hasil jajak pendapat tersebut. Kubu Trump beralasan kinerja moncer Harris itu didukung oleh liputan media yang luas mengenai pencalonannya dan kegembiraan di kalangan pemilih Partai Demokrat mengenai perombakan dalam pemilu.

Hasil jajak pendapat terbaru Reuters/Ipsos menunjukkan 56% pemilih terdaftar setuju dengan pernyataan bahwa Harris "tajam secara mental dan mampu menghadapi tantangan" dibandingkan dengan 49% yang menyatakan hal yang sama tentang Trump.

Namun, survei lain yang dilakukan setelah Biden membatalkan pencalonannya mengungkapkan bahwa Harris menghasilkan jajak pendapat yang lebih baik daripada pendahulunya, namun masih tertinggal dari Trump.

Sebuah survei nasional besar, jajak pendapat Morning Consult, menunjukkan bahwa wakil presiden tersebut tertinggal dua poin persentase dari Trump, yaitu 47% hingga 45%, dalam batas kesalahan. Dalam jajak pendapat PBS News/NPR/Marist yang dilakukan pada hari Senin, Trump juga unggul atas Harris dengan 46% hingga 45% pemilih terdaftar di AS.

Saling Susul di Survei Lanjutan, Pertarungan Bakal Sengit

Saling Susul di Survei Lanjutan, Pertarungan Bakal Sengit

Keunggulan Wakil Presiden AS Kamala Harris terhadap rivalnya dari Partai Republik Donald Trump dalam jajak pendapat pertama kali sejak Presiden AS Joe Biden mundur dari pencalonan tak berlangsung lama. Mantan Presiden AS Donald Trump kembali unggul atas Kamala Harris dalam jajak pendapat terbaru oleh Wall Street Journal dan Forbes/HarrisX.

Kamala diyakini akan menjadi calon presiden dari Partai Demokrat setelah Presiden Joe Biden menarik pencalonannya dan mendukungnya. Jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dirilis pada awal minggu menunjukkan Harris unggul dua poin atas Trump.

Akan tetapi, survei yang dipublikasikan setelahnya menunjukkan hal sebaliknya. Jajak pendapat WSJ yang dirilis pada hari Jumat menempatkan Trump pada posisi 49% dan Harris pada posisi 47%. Jajak pendapat tersebut dilakukan pada tanggal 23-25 Juli dan melibatkan 1.000 pemilih terdaftar.

Jajak pendapat daring HarrisX/Forbes terhadap 3.013 pemilih terdaftar, yang dilakukan dari Senin hingga Rabu, menghasilkan selisih dua poin yang sama, dengan Trump di 47% dan Harris di 45%. Survei tersebut juga mengungkapkan dukungan yang sangat besar (81%) untuk keputusan Biden untuk keluar dari perlombaan.

"Wakil Presiden Harris telah memberi energi pada basis Demokrat, memperlebar keunggulan dengan wanita pinggiran kota dan memperkecil kesenjangan dengan kaum independen," kata CEO HarrisX Dritan Nesho. "Dia masih berjuang dengan pria Afrika Amerika, dan Trump secara keseluruhan masih memiliki basis pemilih yang lebih terkonsolidasi."

Nesho berpendapat bahwa keputusan Biden untuk keluar telah membuat kompetisi kembali kompetitif. Tapi, Kamala dinilai tidak berani membuat terobosan berarti.

Kendati belum resmi menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat, Kamala sudah mendapatkan serangan dari kubu Trump dari Partai Republik. Trump bahkan mengatakan bahwa jika Kamala Harris memenangkan pilpres, maka perang besar di Timur Tengah dan Perang Dunia III akan pecah.

Trump telah berulang kali menuduh Wakil Presiden Kamala Harris dan Presiden Joe Biden menyeret AS ke dalam konflik global. Sebaliknya, Trump terus mengklaim bahwa dirinya akan mampu mengatasi konflik-konflik yang ada saat ini jika kembali berkuasa.

Berbicara menjelang pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Jumat, Trump berjanji bahwa perang Israel-Hamas akan berakhir sangat cepat jika dia kembali berkuasa di Gedung Putih. "Jika tidak, Anda akan berakhir dengan perang besar di Timur Tengah," katanya dengan berandai-andai Harris menang pilpres AS, seperti dikutip dari Russia Today, Minggu (28/7/2024). "Dan mungkin Perang Dunia III," kata Trump.

"Anda lebih dekat dengan Perang Dunia III saat ini daripada kapan pun sejak Perang Dunia II. Kita tidak pernah sedekat ini karena kita memiliki orang-orang yang tidak kompeten yang menjalankan negara ini," tandasnya.

Serangan terus menerus dari kubu Trump itu menunjukkan bahwapertempuran keduanya di pilpres AS, jika Kamala terpilih sebagai kandidat dari Partai Demokrat, dipastikan bakal sengit. Para pemilih Demokrat yang sebelumnya risau dengan kondisi Biden kini punya pengganti yang lebih muda dan enerjik, termasuk dibandingkan politisi-pengusaha gaek yang jadi lawannya.
(fjo)