Kisruh Pemilu AS, dari Tuntutan Hukum hingga Upaya Pembunuhan
Kisruh Pemilu AS, dari Tuntutan Hukum hingga Upaya Pembunuhan
Mohammad Faizal
Selasa, 16 Juli 2024, 15:42 WIB

Pertarungan Biden Vs Trump jilid II pada Pemilu Amerika Serikat kali ini dipenuhi gejolak, dari tuntutan hukum hingga upaya pembunuhan salah satu kandidat.

Trump, Kandidat yang Dinyatakan Bersalah dan Terancam Penjara

Trump, Kandidat yang Dinyatakan Bersalah dan Terancam Penjara

Semakin dekatnya waktu pemilihan umum (pemilu) Amerika Serikat (AS) 5 November mendatang, situasi politik di Negeri Paman Sam kian panas. Kandidat dari Partai Republik, Donald Trump, harus menghadapi tuntutan hukum yang menurutnya merupakan upaya untuk menjegal dirinya merebut kursi kepresidenan.

Majelis hakim pengadilan New York pada Kamis (30/5/2024) menyatakan mantan presiden AS tersebut bersalah atas 34 dakwaan dalam kasus uang tutup mulut untuk bintang porno Stormy Daniels. Menurut laporan AFP, secara teori, Trump bisa menghadapi hukuman hingga empat tahun penjara untuk setiap tuduhan memalsukan catatan bisnis.

Meski demikian, para ahli hukum menilai sebagai pelaku pertama kali, dia tidak mungkin masuk penjara. Terlepas dari itu, putusan pengadilan New York tersebut merupakan perkembangan yang sangat mengejutkan dalam lima bulan menjelang pemilu AS, di mana Trump berupaya untuk merebut kembali kekuasaan di Gedung Putih.

Sidang pidana pertama terhadap mantan presiden AS itu berakhir dengan Trump dinyatakan bersalah atas 34 dakwaan memalsukan catatan bisnis. Tindakan itu untuk menyembunyikan pembayaran yang dimaksudkan guna membungkam bintang porno Stormy Daniels terkait skandal perselingkuhan mereka. Trump—yang dibebaskan tanpa jaminan langsung berbicara keras kepada wartawan di luar ruang persidangan setelahnya, dengan mencap putusan tersebut sebagai "aib" dan "kecurangan".

Putusan pengadilan ini dinilai mendorong rakyat Amerika ke dalam wilayah politik yang belum dipetakan. Namun, hal ini tidak menghalangi Trump untuk melanjutkan pencalonannya sebagai presiden AS, bahkan jika Hakim Juan Merchan menjatuhkan hukuman penjara padanya.

Trump dihukum karena memalsukan catatan bisnis untuk mengganti biaya pengacaranya, Michael Cohen, sebesar USD130.000 kepada Stormy Daniels pada malam pemilu tahun 2016, ketika klaimnya bahwa Trump telah berhubungan seks dengannya bisa berakibat fatal bagi kampanyenya. Persidangan tersebut menampilkan kesaksian panjang dari bintang film dewasa tersebut, yang bernama asli Stephanie Clifford dan yang menjelaskan kepada pengadilan secara rinci apa yang dia katakan sebagai hubungan seksual pada tahun 2006 dengan Trump yang sudah menikah.

Jaksa berhasil mengajukan kasus yang menuduh bahwa uang tutup mulut dan penyembunyian pembayaran secara ilegal adalah bagian dari kejahatan yang lebih luas untuk mencegah pemilih mengetahui perilaku Trump. Pengacara Trump membantah tuduhan mencoba memengaruhi pemilu dan menegaskan bahwa mantan presiden tersebut tidak melakukan kesalahan apa pun.

Persidangan ini telah mengalihkan perhatian Trump dari kampanyenya untuk menggulingkan Biden. Namun, kandidat berusia 78 tahun ini juga berhasil menyedot perhatian media, dengan pidato hariannya di depan kamera di luar ruang sidang dimana dia mengeluhkan dirinya sebagai korban politik.

Keith Gaddie, seorang analis politik dan profesor di Texas Christian University, mengatakan dampak politik dari peristiwa mengejutkan tersebut belum dapat ditentukan.

Tuntutan hukum yang menghadangTrump tak hanya itu saja, dia juga menghadapi tuduhan federal dan negara bagian karena dituding berkonspirasi untuk membatalkan hasil pemilu tahun 2020 yang dimenangkan oleh Biden, dan karena menimbun dokumen rahasia setelah meninggalkan Gedung Putih.

Joe Biden, Petahana Gaek yang Jadi Bulan-bulanan Pascadebat

Joe Biden, Petahana Gaek yang Jadi Bulan-bulanan Pascadebat

Kendati tak menghadapi masalah hukum berat seperti rivalnya, calon Presiden dari Partai Demokrat sekaligus petahana Joe Biden tak luput dari kontroversi. Selain masalah hukum anaknya, Hunter Biden, banyak kalangan menilai sang petahana berusia 81 tahun itu sudah uzur dan tak lagi cakap untuk memimpin negara sebesar Amerika.

Kekhawatiran mengenai kondisi Biden yang kerap "bengong" dan salah ucap di beberapa kesempatan makin mengemuka setelah sebuah laporan dari New York Times menyebutkan dugaan bahwa orang nomor satu AS itu menderita penyakit Parkinson, tetapi dirahasiakan.

Surat kabar Amerika itu melaporkan bahwa catatan pengunjung menunjukkan seorang dokter spesialis penyakit Parkinson mengunjungi Gedung Putih setidaknya delapan kali dari Agustus 2023 hingga Maret 2024. Catatan itulah yang jadi bahan kesimpulan awal laporan bahwa Biden diduga menderita penyakit Parkinson.

Kekhawatiran bahwa Biden mungkin sakit Parkinson sebenarnya telah meningkat sejak dia tersandung, tampak lemah, dan kadang-kadang kehilangan pemikiran. Terakhir, dalam debat capres pada 27 Juni melawan Donald Trump, performa sang presiden jauh dari prima.

Namun, isu Parkinson tersebut dibantah oleh Gedung Putih. "Apakah presiden pernah dirawat karena Parkinson? Tidak," tepis juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre dalam sebuah pengarahan. "Apakah dia sedang dirawat karena Parkinson? Tidak, bukan dia," lanjut Jean-Pierre. "Apakah dia minum obat untuk Parkinson? Tidak!"

Terlepas dari itu, performanya di sejumlah kegiatan resmi membuat Biden memperoleh kritik dari beberapa anggota Partai Demokrat. Biden disebut tidak memiliki ketajaman mental untuk mencalonkan diri sebagai capres mereka melawan Trump dalam pemilihan presiden 5 November mendatang.

Dalam debat perdana melawan Trump, para pendukung Biden dibuat kecewa karena sang presiden tersandung di awal debat—dan pada satu momen dia bahkan tampak bengong membeku di atas panggung.

Dalam debat itu, Presiden Biden mengajukan pertanyaan tentang utang negara. Dia mengatakan AS memiliki 1.000 miliarder dan jika mereka membayar 25% pajak, maka mereka akan menghasilkan USD500 juta untuk membantu melunasi utang tersebut. Namun kemudian pembicaraannya mulai meracau, dengan Biden bergumam dan berhenti berbicara sejenak.

"(Kami) memastikan bahwa kami dapat membuat setiap orang...eh, memenuhi syarat untuk melakukan apa yang dapat saya lakukan dengan...uh...dengan Covid. Permisi, dengan, berurusan dengan semua yang harus kami lakukan dengan...uh...lihat."

Biden juga sempat mengalami momen-momen lain di mana dia gagal dalam menyampaikan garis dan angka. Salah satu momen tersebut adalah jawaban dari Biden mengenai imigrasi. "Saya telah mengubah cara pandang bahwa sekarang Anda berada dalam situasi di mana 40% lebih sedikit yang melintasi perbatasan secara legal, terutama ketika (Trump) meninggalkan jabatannya, untuk melanjutkan momen ini sampai kita mendapatkan larangan total, dibandingkan dengan apa yang akan kita lakukan dengan lebih banyak Patroli Perbatasan," katanya.

Menanggapi ocehan tak jelas Biden, Trump kemudian berkata singkat: "Saya benar-benar tidak tahu apa yang dia katakan pada akhir pembicaraan ini."

Biden Ogah Digantikan Meski Wacana Calon Alternatif Bermunculan

Biden Ogah Digantikan Meski Wacana Calon Alternatif Bermunculan

Performa Presiden Joe Biden sebagai petahana dalam pemilihan presiden melawan kandidat Partai Republik Donal Trump disebut tidak mumpuni. Kendati bersikeras tetap maju, hal itu memicu suara dari dalam kubunya yang memunculkan calon-calon alternatif pengganti Biden.

Wakil Presiden Kamala Harris disebut-sebut sebagai alternatif utama untuk menggantikan Biden jika dia memutuskan untuk tidak melanjutkan kampanye pemilihannya kembali. Itu diungkapkan tujuh sumber senior di kampanye Biden, Gedung Putih, dan Komite Nasional Demokrat dengan pengetahuan tentang diskusi terkini tentang topik tersebut.

Penampilan Biden yang tidak jelas, terkadang tidak koheren, pada debat pertama melawan Trump telah memicu gelombang kepanikan di dalam partai Demokrat atas kekhawatiran bahwa ia mungkin tidak cukup sehat untuk menjalani masa jabatan kedua, dan memicu seruan untuk melakukan hal yang sama.

Melansir Reuters, beberapa tokoh Demokrat yang berpengaruh juga telah mengajukan alternatif Biden selain Harris, termasuk anggota kabinet populer dan gubernur Demokrat seperti Gavin Newsom dari California, Gretchen Whitmer dari Michigan, dan Josh Shapiro dari Pennsylvania.

"Namun upaya untuk menghindari Harris hanyalah angan-angan dan hampir mustahil," kata sumber tersebut, yang tidak ingin disebutkan namanya. Jika ditunjuk sebagai calon dari partai tersebut, Harris, 59, akan mengambil alih dana yang dikumpulkan oleh kampanye Biden dan mewarisi infrastruktur kampanye.

"Dia juga memiliki pengakuan nama tertinggi di antara semua kandidat yang ada, dan jajak pendapat tertinggi di antara anggota Partai Demokrat yang bisa dianggap serius sebagai kandidat," kata sumber tersebut. Dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos yang diterbitkan pada hari Selasa, Harris membuntuti Trump dengan selisih satu poin persentase, yaitu 42% berbanding 43%, perbedaan yang berada dalam margin kesalahan jajak pendapat sebesar 3,5 persen poin, yang secara statistik menunjukkan kekuatan yang sama dengan margin kesalahan Biden.

Terlepas dari itu, Biden tetap bersikukuh bahwa dirinya adalah kandidat yang akan mengalahkan Donald Trump dari Partai Republik dalam pemilu November. Biden yang meski menyebut kinerjanya dalam debat CNN pada 27 Juni melawan Trump sebagai "episode yang buruk" menegaskan bahwa tidak ada kondisi serius pada dirinya.

"Saya kelelahan. Saya tidak mendengarkan naluri saya dalam hal persiapan dan – dan malam yang buruk," ungkap Biden, kepada pembawa acara ABC News George Stephanopoulos dalam rekaman wawancara di Madison, Wisconsin. "Saya baru saja mengalami malam yang buruk. Saya tidak tahu kenapa," tambah Biden dengan suara serak, sesekali tersandung kata-katanya.

Biden dengan lembut namun berulang kali ditanyai oleh Stephanopoulos tentang apakah dia bersikap realistis dalam keyakinannya bahwa dia bisa mengalahkan Trump, mengingat meluasnya jajak pendapat antara keduanya dan meningkatnya kekhawatiran dari para kandidat Partai Demokrat terpilih. "Saya rasa tidak ada orang yang lebih memenuhi syarat," jawab Biden dalam wawancara tersebut.

Ketika ditanya apakah dia akan mundur jika rekan-rekannya dari Partai Demokrat di Kongres mengatakan dia merugikan peluang mereka untuk terpilih kembali pada bulan November, Biden berkata bahwa hanya Tuhan yang mungkin membuatnya melakukan hal itu.

Akan tetapi, kekhawatiran terus muncul. Perwakilan AS Lloyd Doggett mengatakan kepada CNN setelah wawancara, “Setiap hari penundaan yang dia (Biden) lakukan membuat semakin sulit bagi orang baru untuk bergabung untuk mengalahkan Donald Trump.” "Ini buruk," kata salah satu staf Demokrat di DPR, yang menolak disebutkan namanya, kepada Reuters. "Wawancara ini tidak memberikan konfirmasi apa pun selain mengonfirmasi kekhawatiran serius yang kita semua alami."

Bahkan sebelum ABC News menayangkan wawancara lengkapnya, beberapa orang sudah mengambil keputusan tentang dampak wawancara tersebut. "Saya tidak melihat bagaimana dia (Biden) bertahan selama seminggu sebagai calon presiden," kata seorang staf senior di DPR dari Partai Demokrat kepada Reuters setelah menonton klip pendek yang dirilis ABC News sebelum wawancara.

Namun, sebelumnya pada hari Jumat, Biden mengatakan kepada orang banyak dalam pidatonya yang berapi-api di Madison bahwa beberapa anggota Partai Demokrat berusaha mendorongnya keluar dari pencalonan setelah perdebatan dengan Trump. Namun dia mengatakan dalam wawancara dengan ABC News bahwa para petinggi Partai Demokrat tidak akan memintanya untuk mundur.

Biden mengatakan dia berbicara selama satu jam dengan Ketua DPR Hakeem Jeffries dari New York dan lebih lama dengan Perwakilan Jim Clyburn dari Carolina Selatan. Selama wawancara, Biden menyoroti rekam jejaknya selama menjabat, dengan mengatakan bahwa ia memperluas NATO, meningkatkan perekonomian, dan memiliki rencana perdamaian untuk Timur Tengah. Dia juga berbicara tentang perluasan layanan kesehatan dan membuat perubahan pada sistem perpajakan jika dia memenangkan masa jabatan kedua.

Upaya Pembunuhan Donald Trump Coreng Proses Pemilu AS

Upaya Pembunuhan Donald Trump Coreng Proses Pemilu AS

Kabar mengejutkan mengguncang dunia, ketika mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ditembak pria bersenjata saat kampanye pemilihan presiden (pilpres) di Pennsylvania pada hari Sabtu, waktu Amerika.Kendati selamat dari peluru yang dilepas penembak runduk yang lolos dari deteksi Secret Service tersebut, Trump menderita luka di telinga kanannya, dan satu peserta kampanye tewas serta dua lainnya terluka.

Upaya pembunuhan calon presiden (capres) dari Partai Republik itu menjadi puncak kegaduhan dalam pemilu AS ke-60 ini. Hal itu juga menjadi aib yang mencoreng proses politik damai di negara yang kerap digadang-gadang sebagai simbol demokrasi dunia tersebut.

Peristiwa mengejutkan ini sebagian memperkuat gelombang simpati dan dukungan terhadap Trump. Namun, sebagian lagi menanggapi peristiwa ini dari sudut pandang "teori konspirasi" hanya beberapa menit setelah upaya pembunuhan itu digagalkan.

"Pentas/pertunjukan!" adalah kata yang tersebar dan menjadi trending di X di Amerika Serikat beberapa menit setelah kabar percobaan pembunuhan terhadap mantan Presiden Donald Trump tersebar. Pentas atau pertunjukan adalah kata yang identik atau mengacu pada teori konspirasi di media sosial, yang seringkali menimbulkan keraguan.

Dalam 24 jam terakhir pascapenembakan, hal ini telah membanjiri percakapan online arus utama, dan unggahan yang berisi spekulasi, kebencian, dan pelecehan tanpa bukti telah ditonton jutaan kali di X. Namun yang menonjol adalah bagaimana kegilaan ini mencengkeram semua sisi spektrum politik.

Seperti biasa, teori konspirasi terkadang dimulai dengan pertanyaan dan kebingungan yang wajar. Mereka berpusat pada dugaan kegagalan keamanan, dan banyak pengguna yang bertanya bagaimana hal ini bisa terjadi. Bagaimana penyerang bisa sampai ke atap? Mengapa mereka tidak dihentikan? Gelombang ketidakpercayaan, spekulasi dan disinformasi mengalir ke dalam kekosongan penjelasan tersebut.

"Kelihatannya sangat dibuat-buat,” baca salah satu postingan di X yang ditonton 1 juta kali. "Tidak ada seorang pun di antara kerumunan itu yang berlari atau panik. Tak seorang pun di antara kerumunan itu yang mendengar suara senjata sungguhan. Saya tidak mempercayainya. Saya tidak percaya padanya."

Terlepas dari itu, Presiden AS Joe Biden segera menggelar seruan kepada rakyat Amerika setelah kabar penembakan lawan politiknya itu beredar. Biden meminta rakyat AS menenangkan diri dan menurunkan suhu politik. Seruan Biden disampaikan dalam suasana formal di Oval Office Gedung Putih pada hari Minggu.

"Penembakan Trump pada pertemuan massa di Pennsylvania pada hari Sabtu menyerukan kita semua untuk mengambil langkah mundur," kata Biden. "Untungnya Trump tidak mengalami cedera serius," katanya lagi, seperti dikutip Reuters, Senin (15/7/2024).

"Kami tidak bisa membiarkan kekerasan ini dinormalisasi. Retorika politik di negeri ini semakin memanas. Ini waktunya untuk menenangkan diri," seru Biden. "Kita semua mempunyai tanggung jawab untuk melakukan hal ini," tandasnya.

"Di Amerika, kami menyelesaikan perbedaan kami di kotak suara. Sekarang, itulah cara kami melakukannya. Di kotak suara. Bukan dengan peluru," tegasBiden dalam pidato yang berdurasi sekitar tujuh menit itu.
(fjo)