Satu Suara Wujudkan Hilirisasi di Dalam Negeri
Mohammad Faizal
Rabu, 26 Juli 2023, 14:06 WIB
Kendati mendapat tekanan, pemerintah dan DPR satu suara membela keputusan Presiden Jokowi menyetop ekspor mineral serta mendorong hilirisasi di dalam negeri.
Respons Rekomendasi IMF, Bahlil: Mereka Tidak Ingin Kita Maju!
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berkomentar keras soal rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF) yang mengkritisi kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang diambil Indonesia. Dia menilai sikap itu seolah ingin menghambat kebijakan hilirisasi yang akan mendorong Indonesia menjadi negara maju.
"Beberapa lembaga internasional merekomendasikan kepada Indonesia untuk secara bertahap melakukan peninjauan kembali terhadap larangan ekspor komoditas, dan jangan diperluas. Jadi lembaga-lembaga ini tidak ingin negara kita maju," ujar Bahlil dalam Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan II tahun 2023 di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Bahlil menegaskan hilirisasi saat ini tengah didorong secara masif. Bahlil menyebut seandainya hilirisasi tidak ada manfaatnya untuk Indonesia, pasti lembaga-lembaga asing tersebut tidak akan memberikan rekomendasi-rekomendasi semacam itu. "Jadi ini mereka membuat antitesa," tandasnya.
Guna mengembangkan hilirisasi, Bahlil mengatakan bahwa pemerintah akan terus mendorong dengan beragam insentif. Itu penting untuk mengembangkan industri dalam negeri. "Saya melihat tidak ada cara lain, memang negara-negara maju itu harus melakukan proses industrialisasi lewat hilirisasi," tegasnya.
Bahlil menilai kebijakan tersebut memang tidak disukai oleh beberapa negara. Pasalnya, mereka harus mengeluarkan dana lebih untuk membangun industri di Indonesia jika hendak memanfaatkan komoditas yang dihasilkan negara ini.
"Indonesia dijajah karena komoditas, kita kirim barang mentah, itu agar Indonesia tidak maju, Presiden Jokowi minta untuk setop ekspor nikel, saya juga kan pengusaha tambang, karena perintah Presiden ya saya lakukan juga," ujar Bahlil.
Di sisi lain, kebijakan hilirisasi menurut Bahlil sudah terbukti mendatangkan nilai tambah yang besar. Dia mencontohkan nilai ekspor nikel mentah yang hanya berkonstribusi kurang lebih Rp45 triliun ke negara, sedangkan lewat kebijakan hilirisasi ini kontribusinya pada kas negara diperkirakan bisa mencapai Rp450 triliun.
Dampak lainnya yang lebih penting menurut Bahlil adalah terbukanya lapangan kerja baru. Hal tersebut kaitannya tentang kesejahteraan masyarakat yang akhirnya mendapatkan pekerjaan baru dari adanya industri hilir yang dibangun.
Menteri ESDM: Kita Jangan Cuma Jadi Tukang Gali Tambang
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif secara tegas membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kebijakan hilirisasi. Arifin ingin larangan ekspor mineral tetap berjalan dan tak dilonggarkan seperti yang diinginkan Dana Moneter International (IMF).
"Jangan dong. Kenapa melarang? Ini barang kan tidak terbarukan," tandasnya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Bahkan, Arifin menegaskan bahwa Indonesia siap jika ada gugatan. Arifin menekankan bahwa pemerintah harus dapat mempertahankan semaksimal mungkin kebijakan hilirisasi Indonesia. "Kenapa mereka tidak mau kerja sama, kenapa tidak mau membangun fasilitas processing di sini? Kenapa saat diperiksa baru jadi lapangan bukan sudah jadi 30, 40, 50 persen," cetusnya.
Menurutnya, tanpa hilirisasi, masyarakat Indonesia ibaratnya hanya menjadi tukang gali tambang saja, sementara negara lain melakukan ekspor barang jadi ke Indonesia. "Nah, kemudian kalau dia bikin processing barang jadi ekspor ke kita, kita ngapain? Kita jadi tukang gali tambang aja, jangan dong," tegasnya.
"Kita juga harus jadi harus jadi manajemen, terus anak-anaknya juga harus punya pendidikan yang lebih baik, kesehatan yang lebih baik di masa depan. Jangan mau jadi tukang gali aja," tukasnya.
Sebagaimana diketahui, IMF memberikan catatan tentang rencana hilirisasi nikel di Indonesia dalam dokumen "IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia". Dalam dokumen tersebut, IMF menyampaikan kebijakan Indonesia seharusnya berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut.
IMF menyebut kebijakan Indonesia juga harus mempertimbangkan dampak terhadap wilayah lain.
IMF lantas mengimbau Indonesia mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap terhadap pembatasan ekspor nikel serta tidak memperluas pembatasan ekspor ke komoditas tambang dan mineral lain.
Sikapi Pandangan IMF, Sri Mulyani: Kebijakan di Tangan Indonesia!
Rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF) agar Indonesia bisa kembali membuka ekspor nikel dan mineral lainnya ditolak mentah-mentah oleh para menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, IMF berhak memberikan pandangannya atas kebijakan pelarangan ekspor, namun kebijakan tetap di tangan pemerintah.
"Mereka IMF boleh saja punya pandangan, itu ada di artikel IV, tapi Indonesia, pemerintah punya kebijakan yang ditujukan untuk memperkuat struktur industri dan juga mendorong nilai tambah," tegas Sri Mulyani, di Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Sri Mulyani mengatakan, kebijakan hilirisasi tambang ini akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia. Kebijakan ini menurutnya sangat bagus dan tidak bermasalah. "Yang saya heran itu soal utang Indonesia ke IMF muncul kembali. Itu kan program IMF tahun berapa? 1997-1998 atau 2000 awal, waktu itu kan sudah dilunasi semua," ujar Sri.
Maka dari itu, Sri Mulyani menegaskan sekali lagi bahwa Indonesia sudah tidak memiliki utang kepada IMF. "Ini kan memang sudah lama banget, kenapa tiba-tiba muncul?" ucap Sri.
Sebagai informasi, IMF meminta Jokowi membuka kembali ekspor nikel melalui IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia. Dalam artikel tersebut, memang disebutkan bahwa IMF menyambut baik kebijakan Indonesia untuk mendorong nilai tambah. Hanya saja, IMF mengimbau agar Jokowi mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan ekspor ini ke komoditas lainnya.
Komisi VII Minta Pemerintah Abaikan IMF soal Kebijakan SDA
Tak hanya para menteri, kalangan DPR pun sepakat menukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal hilirisasi tambang. Anggota Komisi VII DPR Mulyanto tegas meminta pemerintah agar tidak mau didikte Dana Moneter Internasional (IMF).
Hal tersebut diungkapkannya menyusul permintaan IMF kepada pemerintah Indonesia agar melonggarkan kebijakan ekspor nikel dan mineral lainnya. DPR mengingatkan pemerintah untuk patuh pada konstitusi, bukan desakan dari luar.
"Pemerintah jangan mau diintervensi IMF karena Indonesia sebagai negara berdaulat berhak menentukan aturan terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki," ujar Mulyanto, Jumat (30/6/2023).
Dia menilai permintaan IMF yang disampaikan dalam IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia yang dikeluarkan Minggu (25/6), sangat tidak logis. Terlebih, saat ini Indonesia tidak punya kewajiban terhadap IMF. Permintaan tersebut dinilai sangat tidak relevan disampaikan sebuah lembaga kepada pemerintahan yang berdaulat.
Mulyanto juga minta pemerintah merespons permintaan itu dengan tegas, untuk menunjukkan wibawa Indonesia di hadapan lembaga-lembaga internasional. DPR tak ingin Indonesia dianggap lemah dan mudah dipermainkan bangsa atau negara lain.
"Sebaiknya IMF tidak mendikte Indonesia soal kebijakan domestik terkait hilirisasi mineral, termasuk kebijakan mana yang baik dan bermanfaat bagi Indonesia. Ini kan soal national interest kita dan pilihan-pilihan kebijakan dari negara yang berdaulat," tandasnya.
Dia pun mengatakan bahwa fraksinya sendiri memang tidak setuju dengan hilirisasi yang terlalu memanjakan investor. Apalagi hilirisasi nikel setengah hati, yang mengekspor produk nikel setengah jadi berupa Nickel Pig Iron (NPI) dan Feronikel dengan kandungan nikel yang rendah.
Dia menjelaskan, model hilirisasi di Indonesia saat ini tidak menghasilkan penerimaan negara yang memadai akibat terlalu sarat insentif yang diberikan, baik berupa bebas pajak pertambahan nilai, pph badan, maupun bea ekspor. Termasuk penetapan harga bijih nikel domestik yang hampir setengah dari harga internasionalnya.
"Sebagai negara yang rasional negara kita wajib secara terus-menerus melakukan penyempurnaan terkait kebijakan hilirisasi yang dikembangkan. Tidak perlu didikte oleh negara lain termasuk IMF. Ini kan mekanisme internal Indonesia dalam menjalankan roda pembangunan," tegasnya.