Menentang Pasokan Bom Tandan untuk Ukraina
Mohammad Faizal
Senin, 10 Juli 2023, 16:02 WIB
Rencana AS memasok munisi tandan atau bom cluster - senjata yang dilarang di lebih dari 100 negara - ke Ukraina mendapat tentangan dari lawan maupun kawan.
AS Pasok Ukraina dengan Bom Cluster, Rusia: Ini Tindakan Gila!
Foto/Reuters
Rusia mengecam keras langkah Amerika Serikat (AS) yang secara resmi telah mengumumkan akan memasok Ukraina dengan bom cluster atau munisi tandan yang dilarang komunitas internasional. Moskow menyebut pengiriman senjata berbahaya itu ke Ukraina sebagai tindakan gila.
Senjata itu bagian dari paket bantuan militer senilai USD800 juta yang membuat total bantuan AS menjadi lebih dari USD40 miliar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.
Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov mengatakan keputusan AS memasok Ukraina dengan bom cluster adalah pengakuan kegagalan dan upaya putus asa untuk mencegah kekalahan. "Amunisi cluster adalah tanda keputusasaan. Tindakan seperti itu berbicara tentang kesadaran AS dan satelitnya tentang impotensi mereka," kata Antonov kepada wartawan.
Antonov menilai, AS tidak mau mengakui kemunduran dan kegagalan upaya militer Ukraina untuk melakukan serangan terhadap wilayah Rusia. Oleh karena itu, mereka kemudian melakukan tindakan gila baru, dengan mengirim senjata terlarang ke Ukraina. "Tingkat provokasi AS saat ini benar-benar di luar skala, membawa umat manusia lebih dekat ke perang dunia baru," tegasnya
Munisi tandan dilarang oleh lebih dari 100 negara. Mereka biasanya melepaskan sejumlah besar bom kecil yang dapat membunuh tanpa pandang bulu di area yang luas dan yang gagal meledak menimbulkan bahaya selama beberapa dekade setelah konflik berakhir.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres ikut mempertanyakan keputusan Washington tentang pasokan bom cluster ke Ukraina.
Menanggapi kerisauan banyak pihak, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan bahwa Ukraina telah memberikan jaminan tertulis bahwa mereka akan menggunakannya dengan sangat hati-hati untuk meminimalkan risiko terhadap warga sipil.
Sekutu AS pun Menentang Pengiriman Bom Cluster ke Ukraina
Foto/Reuters
Negara-negara sekutu Amerika Serikat (AS) menyatakan kegelisahannya atas keputusan Washington memasok Ukraina dengan bom cluster. Pada hari Jumat, AS mengonfirmasi pengiriman senjata kontroversial itu ke Ukraina, dengan Presiden Joe Biden menyebutnya sebagai "keputusan yang sangat sulit".
Inggris, Kanada, dan Spanyol semuanya menyatakan menentang penggunaan senjata tersebut. Bom cluster telah dilarang oleh lebih dari 100 negara karena bahaya yang ditimbulkannya bagi warga sipil.
Bom tersebut biasanya melepaskan banyak bom kecil yang dapat membunuh tanpa pandang bulu di area yang luas. Amunisi tersebut juga menimbulkan kontroversi atas tingkat kegagalan - atau kesia-siaannya. Bom yang tidak meledak dapat bertahan di tanah selama bertahun-tahun.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN pada hari Jumat, Biden mengatakan bahwa dia telah berbicara dengan sekutu tentang keputusan tersebut, yang merupakan bagian dari paket bantuan militer senilai USD800 juta. Presiden AS itu mengatakan bahwa dia membutuhkan beberapa saat untuk diyakinkan untuk melakukannya, tetapi dia telah bertindak karena orang-orang Ukraina kehabisan amunisi.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan kepada wartawan bahwa bom cluster Amerika yang dikirim ke Ukraina jauh menemui kegagalan daripada yang telah digunakan oleh Rusia dalam konflik tersebut. Keputusan tersebut dengan cepat dikritik oleh kelompok hak asasi manusia. Amnesty International menyatakan munisi tandan menimbulkan ancaman besar bagi kehidupan sipil, bahkan lama setelah konflik berakhir.
Pada hari Sabtu, beberapa sekutu Barat AS menolak untuk mendukung keputusannya. Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menyoroti bahwa Inggris adalah salah satu dari 123 negara yang telah menandatangani Konvensi Munisi Tandan, yang melarang produksi atau penggunaan senjata dan melarang penggunaannya.
Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles bahkan melangkah lebih jauh, mengatakan kepada wartawan bahwa negaranya memiliki komitmen kuat bahwa senjata dan bom tertentu tidak dapat dikirim ke Ukraina. "Tidak untuk bom cluster dan ya untuk pertahanan sah Ukraina, yang kami pahami tidak boleh dilakukan dengan bom cluster," katanya seperti dikutip dari BBC, Minggu (9/7/2023).
Pemerintah Kanada juga menyatakan sangat prihatin tentang potensi dampak bom - yang kadang-kadang tidak meledak selama bertahun-tahun - pada anak-anak. Kanada juga mengatakan menentang penggunaan bom tandan dan tetap sepenuhnya mematuhi Konvensi Munisi Tandan. "Kami menganggap serius kewajiban kami di bawah Konvensi untuk mendorong adopsi universal," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Kami yakin bahwa teman-teman AS kami tidak menganggap enteng keputusan untuk memasok amunisi semacam itu," kata juru bicara pemerintah Jerman Steffen Hebestreit kepada wartawan di Berlin.
Kantor hak asasi manusia PBB juga mengecam, dengan seorang perwakilan mengatakan penggunaan amunisi semacam itu harus segera dihentikan dan tidak digunakan di sembarang tempat.
Seorang juru bicara kementerian pertahanan Rusia menggambarkan langkah itu sebagai tindakan putus asa dan bukti ketidakberdayaan dalam menghadapi kegagalan 'serangan balik' Ukraina yang banyak dipublikasikan. Juru bicara kementerian luar negeri Rusia Maria Zakharova juga mengatakan jaminan Ukraina akan menggunakan munisi tandan secara bertanggung jawab "tidak berarti apa-apa".
Anggota NATO: Memasok Bom Cluster ke Ukraina Tindakan Salah
Foto/Reuters
Tak hanya lawan, pihak kawan pun risau dengan rencana pengiriman munisi tandan atau bom cluster ke Ukraina. Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles menegaskan, bom cluster tidak boleh digunakan oleh Ukraina dalam keadaan apa pun.
Pernyataan keras itu muncul sehari setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan mengirim persenjataan kontroversial itu ke Ukraina, di tengah kekurangan peluru konvensional.
"Spanyol, berdasarkan komitmen tegasnya dengan Ukraina, juga memiliki komitmen tegas bahwa senjata dan bom tertentu tidak dapat dikirim dalam keadaan apa pun," kata Robles kepada wartawan setelah rapat umum di Madrid.
"Spanyol mengatakan tidak untuk bom cluster dan ya untuk pertahanan sah Ukraina, yang kami pahami tidak boleh dilakukan dengan bom cluster," tambah Robles, menurut Reuters, yang dinukil Russia Today, Minggu (9/7/2023).
Gedung Putih pada hari Jumat mengumumkan bahwa Presiden Joe Biden telah mengesahkan pengiriman amunisi konvensional yang ditingkatkan tujuan ganda (DPICM) dalam jumlah yang tidak ditentukan ke Kiev, berdasarkan rekomendasi "dengan suara bulat" dari tim keamanan nasional presiden.
Amunisi yang dapat ditembakkan dari artileri 155 mm yang dipasok NATO ke Ukraina itu akan menyebarkan banyak bom kecil di area yang luas, Namun, beberapa di antaranya biasanya gagal untuk meledak sehingga menimbulkan risiko besar bagi warga sipil selama bertahun-tahun setelah pertempuran berakhir.
Bahaya itulah yang membuat amunisi tandan dilarang oleh lebih dari 120 negara, meskipun AS, Ukraina, dan Rusia bukan pihak yang ikut dalam larangan tersebut.
Keputusan Biden juga dikritik oleh Jerman dan Inggris. Namun, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pada hari Jumat mengatakan kepada wartawan bahwa pengiriman senjata ini diperlukan untuk "menjembatani" kesenjangan sampai pendukung Barat Kiev dapat meningkatkan produksi peluru 155 mm konvensional.
Berbicara kepada CNN pada hari Jumat, Biden lebih blak-blakan. "Itu adalah keputusan yang sangat sulit di pihak saya," katanya, mengklaim bahwa dirinya menandatangani pasokan karena Ukraina kehabisan amunisi.
"Bom cluster adalah satu lagi 'Wunderwaffe' (senjata ajaib) yang Washington dan Kiev pertaruhkan, tanpa memikirkan konsekuensi dahsyatnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova pada konferensi pers pada hari Jumat.
"Melalui pengiriman munisi tandan, Washington de-facto menjadi kaki tangan dalam menambang wilayah (Ukraina) dan akan berbagi tanggung jawab penuh atas kematian anak-anak Rusia dan Ukraina," tandasnya.
Trauma, Kamboja Minta Ukraina Tak Gunakan Bom Cluster
Foto/Reuters
Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen mendesak Ukraina untuk tidak menggunakan bom cluster. Dia mengutip "pengalaman menyakitkan" Kamboja tentang munisi tandan AS yang dijatuhkan pada awal 1970-an, yang telah menyebabkan puluhan ribu orang cacat atau terbunuh.
"Ini akan menjadi bahaya terbesar bagi Ukraina selama bertahun-tahun atau hingga seratus tahun jika bom curah digunakan di wilayah yang diduduki Rusia di wilayah Ukraina," ungkap Hun Sen, dilansir CNA.
Hun Sen menegaskan hal itu setelah Washington mengumumkan rencana untuk mengirim senjata mematikan tersebut ke Kiev untuk melawan pasukan Rusia. Kelompok kemanusiaan sebelumnya juga mengutuk keras keputusan AS untuk memasok bom tandan, yang bisa saja tidak meledak dan berpotensi membahayakan warga sipil selama bertahun-tahun.
Hun Sen mengatakan, di negaranya, sudah lebih dari setengah abad belum ada cara untuk menghancurkan sisa bom cluster yang tak meledak. "Sebagai rasa kasihan saya kepada rakyat Ukraina, saya memohon kepada presiden AS sebagai pemasok dan presiden Ukraina sebagai penerima untuk tidak menggunakan bom curah dalam perang karena korban sebenarnya adalah warga Ukraina," katanya.
Amerika menjatuhkan jutaan bom di Kamboja dan Laos selama Perang Vietnam pada 1960-an dan 1970-an dalam upaya untuk menyerang basis komunis. Dan setelah 30 tahun perang saudara yang berakhir pada tahun 1998, Kamboja adalah salah satu negara dengan ranjau paling banyak di dunia.
Efek dari kampanye pengeboman AS dan ladang ranjau yang tersisa dari konflik telah lama dirasakan. Sekitar 20.000 orang Kamboja terbunuh selama empat dekade terakhir setelah menginjak ranjau darat atau persenjataan yang tidak meledak.
Pekerjaan pembersihan berlanjut hingga hari ini, dengan pemerintah berjanji untuk membersihkan semua ranjau dan persenjataan yang tidak meledak pada tahun 2025. Pada bulan Januari, sekelompok penjinak ranjau Ukraina mengunjungi ladang ranjau Kamboja untuk belajar dari pengalaman pahit puluhan tahun.
Sebelumnya, Washington mengatakan telah menerima jaminan dari Ukraina bahwa mereka akan berusaha meminimalkan risiko bagi warga sipil. Presiden AS Joe Biden pun mengakui bahwa memasok senjata ini ke Ukraina adalah "keputusan yang sulit".