Peta Koalisi Setelah 5 Parpol Bertemu Jokowi
Dzikry Subhanie
Senin, 10 April 2023, 00:59 WIB
Setelah Koalisi Perubahan terbentuk, lima parpol pendukung pemerintah merapatkan barisan dan berencana membentuk Koalisi Kebangsaan. Bagaimana sikap PDIP?
Koalisi Besar Tanpa Parpol Terbesar?
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menghadiri acara Silaturahmi Ramadan bersama Presiden Joko Widodo yang digelar di Kantor DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Minggu (2/4/2023). Foto/Istimewa/Tim Media Prabowo SubiantoSILATURAHMI Ramadan yang digelar di Kantor DPP PAN, Warung Buncit, Jakarta Selatan, Minggu, 2 April 2023, seolah menjadi babak baru arah koalisi jelang Pilpres 2024. Seusai silaturahmi yang dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan ketua umum parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), muncul wacana pembentukan Koalisi Besar yang belakangan disebut Koalisi Kebangsaan.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto merasa ada kesamaan frekuensi antarpimpinan partai politik di KIB (Golkar, PAN, PPP) maupun KKIR (Gerindra dan PKB). Bahkan, Prabowo menyebut dirinya dan pimpinan parpol lain telah masuk tim Presiden Jokowi.
Selain Prabowo, hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menjadi tuan rumah.
Prabowo awalnya membeberkan dalam Silaturahmi Ramadan juga membahas komitmen kebangsaan untuk menjamin pembangunan yang ada di Indonesia. Prabowo mengaku semuanya memiliki frekuensi yang sama. "Ternyata ada, jadi kita merasa ada frekuensi yang sama, ada kecocokan. Dan kalau dilihat pimpinan partai kita sudah masuk, dengan Pak Cak Imin kita masuk timnya Pak Jokowi sebetulnya sekarang, ya kan?" kata Prabowo.
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengungkapkan, pertemuan lima ketua umum parpol dengan Presiden Jokowi dalam Silaturahmi Ramadan tersebut bukan sekadar basa basi politik. Pertemuan itu juga membahas koalisi besar di Pilpres 2024. "Tidak sekadar basa-basi politik, enggak. kita ingin meningkatkan spiritualitas kita agar kokoh, komitmen kebangsaan, kemudian soliditas komitmen kebersamaan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar bangsa kita, persoalan kebangsaan, dan tentu keberlanjutan pembangunan. Kira-kira itu intinya," kata Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan.
Menteri Perdagangan itu menyebut akan ada lanjutan pertemuan antarpartai politik tersebut, termasuk terbentuknya koalisi besar serta sosok calon presiden (capres). Menurutnya, seluruh proses itu ada waktunya. "Bisa dilihat, tentu akan ada lanjutan, diskusi mengenai koalisi besar, capresnya bagaimana, itu perjalanan, ada waktunya," ujar Zulhas.
Zulhas menekankan, yang terpenting seluruh parpol yang hadir dalam Silaturahmi Ramadan itu memiliki semangat yang sama pada Pemilu 2024. "Yang penting kita semua ingin bersama-sama agar pemilu kita nanti damai, sejuk, sehingga kita bisa fokus dan produktif dalam melanjutkan pembangunan," katanya.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan hal senada. Menurutnya, parpol-parpol yang hadir dalam Silaturahmi Ramadan merupakan gerbong yang paling siap melanjutkan program pembangunan dengan cepat. Airlangga menekankan, pembentukan koalisi besar penting karena Indonesia yang juga negara besar akan menghadapi sejumlah tantangan ke depan.
"Ini butuh kebersamaan. Kebersamaan itu koalisi besar. Koalisi besar itu mempunyai ideologi yang sama. Kami ini semuanya ada di pemerintahan, baik Pak Prabowo, Pak Zulkifli Hasan, Pak Mardiono, Cak Imin itu DPR-nya kan juga berada dalam gerbongnya pemerintah," kata Airlangga.
PDIP dan Nasdem Absen
Ketidakhadiran dua parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin dalam pertemuan tersebut memang jadi sorotan. Kedua parpol tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Nasdem.
Wartawan pun bertanya kepada Presiden Jokowi apakah mengundang PDIP dan Nasdem dalam silaturahmi tersebut. "Oh diundang. Yang mengundang sekali lagi ya, yang mengundang adalah Ketua PAN Bapak Zulkifli Hasan," kata Jokowi kepada wartawan di lokasi acara.
Zuilhas kemudian menjelaskan, ketidakhadiran ketua umum PDIP dan Nasdem karena sedang berada di luar negeri. "Memang ini forum ketua umum, Nasdem dan PDIP sedang ke luar negeri," ujar Zulhas.
Airlangga Hartarto dan Prabowo Subianto menyatakan hal senada. Mereka menyebutkan Ketum Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sedang berada di luar negeri, sehingga tidak bisa menghadiri pertemuan silaturahmi tersebut.
Ketidakhadiran perwakilan PDIP dalam silaturahmi tersebut memang menjadi tanda tanya besar. Apalagi, PDIP merupakan parpol terbesar hasil Pemilu 2019.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani menepis sinyalemen partainya tidak diundang dalam pertemuan tersebut. "Jadi bukannya tidak diundang, dan bukannya tidak mau hadir. Namun berhalangan hadir pada waktu itu. Jadi insyaallah pada kesempatan yang lain PDI Perjuangan akan hadir," kata Puan, Selasa (4/4/2023).
Pengamat politik Ahmad Khoirul Umam menilai, keputusan Megawati dan PDIP tidak hadir dalam pertemuan yang menggagas Koalisi Besar merupakan keputusan brilian. Meskipun Ketum PAN mengatakan PDIP diundang, tapi jelas tidak satu pun perwakilan pengurus partai berlogo banteng moncong putih itu hadir. “Ketiadaan perwakilan PDIP kemarin itu pastilah atas perintah atau sepengetahuan Megawati. Artinya, ketika ide Koalisi Besar diluncurkan, maka jelas dan terang bahwa PDIP bukan bagian dari gerbong Koalisi Besar tersebut," tegas Umam.
Sementara, absennya Nasdem dalam silaturahmi bisa jadi karena partai yang dipimpin Surya Paloh ini telah menentukan sikap membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Selain Nasdem, dua parpol lainnya yang tergabung dalam koalisi yang mengusung Anies Baswedan sebagai Capres 2024 ini adalah Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Willy Aditya tidak mempermasalahkan partainya tidak diundang dalam acara silaturahmi parpol pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. "Bagi Nasdem itu tidak masalah. Sebenarnya silaturahmi itu kan untuk menjalin ukhuwah persatuan. Jadi ya tidak pandang bulu," ujar Willy, Minggu (2/4/2023).
Willy mengatakan, dalam ajaran agama mana pun tidak menganjurkan untuk memutus tali silaturahmi. "Memutus silaturahmi itu termasuk dosa yang disegerakan, ini kan konteksnya Ramadan. Yang penting bukan Nasdem yang punya nawaitu memutus tali silaturahmi. Karena prinsip kita, negara bangsa ini tidak cukup diselesaikan oleh beberapa kelompok saja. Seluruh komponen dan elemen harus berpartisipasi," jelas Willy.
Jonathan Simanjuntak, Carlos Roy Fajarta, Kiswondari, Fahmi Bahtiar
Peluang Prabowo Diusung Koalisi Kebangsaan
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Foto/Dok MPIPrabowo Subianto berpeluang diusung oleh Koalisi Kebangsaan. Elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra ini selalu menempati posisi tiga besar.
Menurut Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay, memang belum ada pembicaraan khusus dalam pertemuan lima ketum parpol itu mengenai capres maupun calon wakil presiden (cawapres). Saleh menjelaskan, masing-masing parpol juga memiliki keputusan tersendiri terkait capres dan cawapres. Misalnya Golkar yang keputusan Munas 2019 memutuskan untuk mencalonkan Airlangga Hartarto.
"Begitu juga dengan partai-partai lain, seperti Ibu Megawati kan diserahkan ke dia semua nih. Bu Megawati ke mana arahnya, kita tunggu dulu arahnya Bu Megawati ke mana,” terangnya.
Saleh menduga bahwa keputusan final soal capres-cawapres Koalisi Besar ini tidak diputuskan dalam waktu dekat, dan akan diputuskan jelang waktu terakhir di masa pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya. Apalagi, Saleh memastikan bahwa pembicaraan antara 5 ketum parpol termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor DPP PAN 2 April 2023, belum ada pembicaraan pada satu nama.
“Jadi kemarin pembicaraannya belum memfinalisasi satu nama, bukan berarti peluangnya Pak Prabowo untuk didukung itu tidak ada. Apalagi Pak Prabowo saya lihat hasil surveinya lumayan bagus, kalau dia surveinya bagus tentu orang rasional,” tandas Saleh.
Sementara, Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, penentuan pasangan calon di Pilpres 2024 akan ditetapkan secara kolektif kolegial, musyawarah mufakat, penuh kekeluargaan, dan tidak voting. "Ukuran-ukuran rasionalitas politik berdasarkan akal sehat akan menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan paslon. Dan, siapa pun yang akan ditetapkan sebagai paslon adalah menjadi figur yang harus diperjuangkan bersama-sama," kata Yoga, Sabtu (8/4/2023).
Yang jelas, lanjut Yoga, pihaknya akan terus berkomunikasi dengan seluruh partai politik agar Koalisi Kebangsaan ini dapat terwujud dan paslon yang diusung dapat memenangi Pilpres 2024.
Pengamat Politik Ujang Komarudin menilai, dalam Koalisi Besar yang terpenting adalah posisi Golkar. Apakah Golkar akan menerima jika koalisi ini mencapreskan Prabowo. "Tinggal Airlangga sebenarnya, yang lain seperti Zulkifli Hasan dan Mardiono ikut saja," kata Ujang, Sabtu (8/4/2023).
Perihal konfigurasi bakal capres-cawapres 2024, Ujang mengatakan Koalisi Besar juga tampaknya tak bakal mengalami kesulitan. Sebab, ada Presiden Jokowi sebagai king maker.
Menurut Ujang, dalam data berbagai survei, hanya tiga tokoh yang memiliki elektabilitas capres tinggi yakni Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo. "Capres yang elektabilitasnya tinggi di antara internal Koalisi Besar tidak lain hanya Prabowo," jelas Ujang.
Ujang juga tak yakin Koalisi Besar akan mencapreskan Ganjar. Terlebih, seusai isu penolakan Ganjar terhadap Timnas Israel bermain di Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia.
Survei Terbaru
Jika dibandingkan dengan empat ketua umum parpol lainnya yang kini disebut tengah menggagas Koalisi Besar atau Koalisi Kebangsaan, Prabowo memang unggul. Survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) menjadi contohnya.
LSI mengungkapkan tren elektabilitas Prabowo Subianto mengalami penguatan jika dibandingkan nama Ganjar Pranowo untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal itu diketahui dari hasil survei nasional yang dilakukan pada 31 Maret-4 April 2023 kepada 1.229 responden melalui metode random digit dialing (RDD).
Pada kategori pilihan presiden dengan simulasi tiga nama, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, terjadi pertarungan yang sangat ketat. Prabowo paling banyak dipilih sekitar 30,3%, Ganjar 26,9%, dan Anies 25,3%.
"Untuk pertama kalinya sejak setahun terakhir, Prabowo Subianto kembali jadi nomor satu, meskipun belum terlalu signifikan unggulnya," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, dalam pemaparan hasil survei, Minggu (9/4/2023).
Djayadi melanjutkan, jika melihat dari tren pilihan presiden dengan simulasi tiga nama tersebut, Prabowo mengalami peningkatan sekitar 3,6% dari 26,7%. Sementara itu, Ganjar turun signifikan selama dua bulan terakhir, sekitar delapan persen dari 35% ke 26,9%. Lalu, Anies cenderung stabil mengalami sedikit penguatan sebesar 1,3%.
"Yang menarik di situ, penurunan delapanan persen suara Ganjar terpecah menjadi undecided, lalu sebagian ke Prabowo dan sedikit ke Anies," kata Djayadi.
Sementara, pada kategori pilihan presiden dengan simulasi 19 nama, terjadi persaingan yang kuat antara tiga nama teratas, yaitu Ganjar dengan 19,8%, Prabowo 19,3%, dan Anies 18,4%. "Jadi, pada dasarnya kita nggak tahu siapa yang lebih unggul kalau melihat kategori 19 nama ini. Tiga nama teratas sama kuat," tuturnya.
Pada kategori simulasi tiga nama calon presiden menurut sosio-demografi, Prabowo unggul 31,8% di pedesaan. Hal ini lebih besar dibandingkan Ganjar sekitar 28,1% dan Anies 21,9%. Sedangkan di perkotaan, Prabowo dan Anies imbang dengan perolehan 28,7% dan Ganjar 25,7%.
Namun, yang paling menarik adalah perolehan suara di wilayah Jawa Timur. Ia mengungkapkan, data di Jawa Timur mulai mengalami pergeseran dari Ganjar yang biasanya cukup tinggi, saat ini diambil alih oleh Prabowo. "Suara di wilayah Jawa Timur, Prabowo unggul 38,2%, Ganjar 30%, dan Anies 14,2%," katanya.
Kiswondari, Dzikry Subhanie
Miliki Golden Ticket, PDIP Percaya Diri
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto/Dok MPIDi tengah munculnya wacana Koalisi Besar yang belakangan disebut Koalisi Kebangsaan, berbagai simulasi duet calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2024 bermunculan. Beberapa di antaranya adalah Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo, Prabowo-Airlangga Hartarto, hingga Prabowo-Puan Maharani.
Di tengah berbagai simulasi duet kandidat Pilpres 2024 itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menegaskan bahwa sebagai partai pemenang harus mencalonkan capres dari internal. "Yang pertama, internal. Pasti. Pemenang posisinya capres, yes," kata Ketua DPP PDIP Said Abdullah kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Said mengatakan, ini bukan soal siapa yang punya kursi tertinggi. Namun, kata dia, posisinya adalah PDIP merupakan parpol pemenang Pemilu 2019. "Dudukkan dulu pada positioningnya bahwa PDIP adalah partai pemenang Pemilu 2019. Basis pencalonan 2024 kan hasil Pemilu 2019," ujarnya.
Menurut dia, hal tersebut sederhana yang tidak perlu lagi diprovokasi bahwa PDIP merupakan partai pemenang Pemilu 2019. Soal Koalisi Besar, Said menjelaskan bahwa karakter PDIP bergotong royong. Dia mengatakan, Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo yang berseberangan di pilpres bisa bersatu. Sedangkan Puan saat ini tengah mengintensifkan lobi-lobi dengan elite parpol. "(Puan) Bukan berhenti (safari), Mbak Puan ini sekarang punya tugas untuk intensifkan lobi-lobi itu tadi," pungkasnya.
Pengamat politik Ahmad Khoirul Umam menilai Koalisi Besar adalah strategi politik untuk mengepung PDIP agar bersedia menyerahkan golden ticket-nya. Seperti diketahui, PDIP yang dipimpin Megawati Soekarnoputri merupakan satu-satunya parpol yang bisa mengusung calon presiden sendiri pada Pilpres 2024.
PDIP memiliki 128 kursi DPR RI. Jumlah tersebut telah melebihi batas perolehan kursi DPR RI bagi parpol yang ingin mengusung capres-cawapres. Berdasarkan aturan UU, parpol atau gabungan parpol yang berhak mengusung capres-cawapres pada Pilpres 2024 harus memiliki minimal 115 kursi DPR RI.
"Namun PDIP tampaknya tidak ingin mudah teperdaya oleh agenda kepentingan Koalisi Besar tersebut. PDIP membatasi ruang negosiasinya dengan menegaskan bahwa mereka siap bergabung asal posisi capres diserahkan kepada PDIP,” ujar Umam dalam keterangan tertulis yang dikutip Kamis (6/4/2023).
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) ini menilai, sikap Megawati dan PDIP untuk tidak hadir dalam pertemuan yang menggagas Koalisi Besar merupakan keputusan brilian. Meskipun Ketum PAN mengatakan PDIP diundang, tapi jelas tidak satu pun perwakilan pengurus partai berlogo banteng moncong putih itu hadir. “Ketiadaan perwakilan PDIP kemarin itu pastilah atas perintah atau sepengetahuan Megawati. Artinya, ketika ide Koalisi Besar diluncurkan, maka jelas dan terang bahwa PDIP bukan bagian dari gerbong Koalisi Besar tersebut," tegas Umam.
Umam menerangkan, dengan pengalaman matang Megawati di belantika politik nasional, PDIP tampaknya mencium aroma partainya sedang “dibujuk” atau “didikte” untuk menyerahkan tiketnya kepada pencapresan Prabowo yang hendak diusung oleh mesin Koalisi Besar. Belakangan, Jokowi memang terlihat sering berkunjung ke berbagai daerah bersama Prabowo.
"PDIP tampaknya juga paham bahwa gerbong Koalisi Besar tengah mengepung dirinya agar bersedia "berpuas diri" menempati posisi nomor sebagai posisi cawapres. Karena itu, bagi PDIP, proposal pencapresan Prabowo yang diajukan Koalisi Besar itu bisa diartikan sebagai penghinaan. Karena PDIP memiliki elektabilitas partai yang lebih tinggi, punya capres potensial yang elektabilitasnya juga lebih tinggi, dan bahkan punya Golden Ticket yang bisa mengusung calon sendiri,” paparnya.
Jika PDIP tersinggung, Umam mengibaratkan lebih baik tiketnya disobek daripada dipakai orang lain. “Karena itu, sikap Megawati dan PDIP untuk tidak menyerahkan golden ticket-nya dan mempertegas ruang negosiasi dengan mengkavling posisi capres, merupakan langkah cerdas dan bijak untuk menyelamatkan marwah partainya,” terangnya.
Menurut Umam, sikap diam PDIP kali ini mencerminkan keteguhan sikapnya. Ini menunjukkan PDIP yang tidak mudah tergiur untuk ramai-ramai ikut berhelatan pilpres bersama partai-partai yang hendak mendompleng kekuatan mesin politiknya. Lagi pula PDIP juga punya jagoan sendiri yang tetap punya kans untuk memenangkan Pilpres 2024. Sikap PDIP ini menunjukkan kematangannya dalam berpolitik, yang siap dengan segala konsekuensi, baik menang maupun kalah dalam kontestasi.
"PDIP tidak seperti partai-partai lain yang lemah dan tidak kuat berpuasa dari kekuasaan. PDIP memiliki cara pandang politik ideologis dan harga diri yang tinggi dalam berdemokrasi. Hal itu dibuktikan, PDIP pernah berpengalaman 10 tahun menjalankan peran opisisi, dan juga ‘akan pernah’ 13 tahun berada di pemerintahan sebagai partai penyokong utama,” ucapnya.
Umam memprediksi, menguatnya strategi politik untuk mengepung PDIP ini memunculkan reaksi atas positioning Jokowi di mata internal PDIP. Dia menyebut Jokowi dianggap seperti “kacang lupa kulitnya”. Jokowi dinilai seolah tidak paham dari mana dia berasal. “Bagi PDIP, Jokowi lebih sibuk memikirkan partai lain dari pada partainya sendiri. Itulah mengapa ketika di forum Rakernas Harlah ke-50 PDIP pada 10 Januari 2023 lalu, Ketum PDIP Megawati kembali mengungkit posisi Jokowi sebagai ‘Petugas Partai’, untuk sekadar menegaskan agar Jokowi tidak lupa kedudukannya di hadapan PDIP sendiri,” pungkasnya.
Sementara, pengamat politik Jerry Massie menilai PDIP masih akan ngotot mencalonkan Puan sebagai wakil Prabowo dalam Koalisi Besar. Namun, kalau opsi ini tak terealisasi, bisa saja PDIP akan mencalonkan dua kadernya sendiri, yakni Puan-Ganjar Pranowo.
Jerry pun berharap akan ada tiga paslon capres-cawapres pada Pilpres 2024. "Saya berharap ada tiga capres biar ada perubahan, soalnya selama ini hanya ada dua pasang capres. Kalau hanya dua (paslon) berarti demokrasi kita stagnan dan itu berdampak buruk dalam sistem kepemiluan kita," katanya kepada SINDOnews, Minggu (9/4/2023).
Jika PDIP tetap tak mau bergabung dengan Koalisi Kebangsaan, peluang munculnya tiga paslon capres-cawapres terbuka. Ketiga paslon tersebut berasal dari Koalisi Kebangsaan, Koalisi Perubahan, dan PDIP. Mungkinkah? Menarik ditunggu hingga pendaftaran capres-cawapres pada 19 Oktober 2023 – 25 November 2023.
Kiswondari, Fahmi Bahtiar, Dzikry Subhanie