Link Copied
Putusan Penundaan Pemilu yang Bikin Gaduh

Putusan Penundaan Pemilu yang Bikin Gaduh

By Dzikry Subhanie
Putusan PN Jakarta Pusat soal penundaan pemilu menuai polemik. Partai peserta Pemilu 2024 bereaksi. Presiden Jokowi mendukung langkah banding KPU.

Putusan PN Jakarta Pusat Dinilai Gila dan Kelewatan

Putusan PN Jakarta Pusat Dinilai Gila dan Kelewatan
PUTUSAN Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memenangkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) menuai kontroversi. Ada yang menilai itu sebagai putusan gila dan kelewatan.

PN Jakpus meminta KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025. Penundaan tahapan pemilu yang tentu berimbas pada penundaan pemilu ini merupakan putusan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang menerima gugatan Partai Prima. "Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya," tulis putusan PN Jakarta Pusat yang dikutip Kamis (2/3/2023).

Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima), partai yang tidak lolos verifikasi yang dilakukan KPU, menggugat lembaga yang dipimpin Hasyim Asy'ari itu karena merasa dirugikan. Partai Prima dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang kemudian ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Admnistrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu yang diterima Penggugat pada tanggal 15 Oktober 2022 Pukul 00.35 WIB. Hasil rekapitulasi menyatakan status akhir Penggugat yakni Partai Prima TMS alias Tidak Memenuhi Syarat.

Hal ini berakibat Penggugat tidak bisa mengikuti tahapan pemilu selanjutnya berupa Verifikasi Faktual Partai Politik Calon Peserta Pemilu 2024.

Adapun isi lengkap putusan PN Jakarta Pusat sebagai berikut:
Dalam Eksepsi.
- Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas Dalam Pokok Perkara

1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat:
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Penggugat
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta-merta
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp410 juta.

Putusan tersebut langsung ditanggapi berbagai pihak seperti dari pemerintah, partai politik, maupun pengamat hukum tata negara. Denny Indrayana, pakar hukum tata negara yang juga pernah menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM, menilai putusan tersebut keliru. Menurutnya, PN Jakarta Pusat tak punya kompetensi untuk menunda pemilu.

Denny mengatakan, penundaan pemilu bukanlah yurisdiksi putusan pengadilan negeri. Karena itu, dia menilai putusan majelis hakim itu tak punya dasar. "Tidak bisa pengadilan negeri tidak punya kompetensi untuk menunda pemilu. Putusan-putusan yang di luar yusridiksi seperti ini, adalah putusan yang tak punya dasar, dan karenanya tidak bisa dilaksanakan," terang Denny.

Refly Harun, ahli hukum tata negara yang dikenal kerap bersikap kritis terhadap pemerintah, mengeluarkan pernyataan lebih keras tentang putusan yang diambil hakim Tengku Oyong, Bakri, dan Dominggus Silaban tersebut. "Ini putusan yang gila, putusan yang kelewatan, kebangetan," kata Refly Harun dalam streaming video melalui kanal YouTube Refly Harun menanggapi putusan PN Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).

Juru Bicara PN Jakpus Zulkifli Atjo berkilah putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Menurutnya, KPU masih punya kesempatan untuk mengajukan banding.

Lantas, bagaimanajika KPU tidak melaksanakan putusan tersebut? "Pengadilan dalam hal ini tidak mempunyai kapasitas membicarakan konsekuensi. Apalagi putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap," ujar Zulkifli kepada MPI, Jumat (3/3/2023).Irfan Maulana, Achmad Al Fiqri, Abdul Malik Mubarok

Perlawanan KPU dan Komitmen Presiden Jokowi Soal Tahapan Pemilu

Perlawanan KPU dan Komitmen Presiden Jokowi Soal Tahapan Pemilu

Gedung KPU. Foto/Dok MPI

Komisi Pemilihan Umum (KPU) banding atas putusan PN Jakarta Pusat yang menerima gugatan Partai Prima dan berimbas pada penundaan Pemilu 2024. Banding tersebut didukung Presiden Jokowi.

KPU menegaskan, penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berlangsung tetap dilanjutkan. Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, ihwal Putusan PN Jakarta Pusat tersebut tidak menyasar pada Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal Pemilu 2024.

"Pertama tahapan dan jadwal Pemilu 2024 itu dituangkan dalam produk hukum berupa Peraturan KPU tentang tahapan dan jadwal Pemilu 2024. Putusan ini tidak menyasar kepada PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal Pemilu 2024 sehingga dasar hukum tentang tahapan dan jadwal masih sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat," ujarnya, Kamis (2/3/2023).

Hasyim menjelaskan, KPU telah menyatakan perlawanan sebagai bentuk jawaban atas putusan PN Jakarta Pusat tersebut. Menurutnya, gugatan Partai Prima selaku partai politik tersebut sudah diuji sebelumnya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Kami sampaikan kewenangan untuk menguji produk-produk pejabatan urusan negara dalam hal ini KPU, sebagai penyelenggara negara yang khususnya menyelenggarakan pemilu itu ranah wewenangnya ada di PTUN dan kami nyatakan ini sudah diuji oleh PTUN sehingga dengan begitu putusan KPU tentang penetapan parpol peserta Pemilu 2024 masih berlaku sah," tegasnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah mendukung langkah KPU untuk banding atas putusan PN Jakpus. "Pemerintah mendukung KPU untuk naik banding," kata Jokowi kepada wartawan di Bandung, Senin (6/3/2023).

Menurut Jokowi, putusan PN Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024 merupakan sebuah kontroversi yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Presiden menegaskan, pemerintah berkomitmen tahapan Pemilu 2024 dapat berjalan dengan baik. "Ya kan sudah saya sampaikan bolak-balik, komitmen pemerintah untuk tahapan pemilu ini berjalan dengan baik," katanya.

Presiden Jokowi berharap tahapan Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai jadwal. Sebab, pemerintah telah menyiapkan anggaran untuk penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan. "Penyiapan anggaran juga sudah disiapkan dengan baik. Saya kira tahapan pemilu kita harapkan tetap berjalan," kata Jokowi.

Terkini, banding KPU atas putusan PN Jakpus tersebut akan disampaikan pekan ini. Ketua Divisi Penanganan Hukum KPU Afifuddin mengatakan, KPU memiliki waktu 14 hari sejak putusan tersebut dibacakan. "Minggu ini (banding), tinggal dimatangkan saja," katanya kepada wartawan, Selasa (7/3/2023).

Menurutnya, KPU tengah mempersiapkan memori banding. Di dalamnya KPU akan mengungkapkan fakta soal penggugat yakni Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). "Intinya kita jelasin tentang aturan-aturan terkait sengketa pendaftaran Parpol, sidang sengketa di Bawaslu, PTUN, PN, dan alasan-alasan yang menguatkan KPU," katanya.Muhammad Farhan, Raka Dwi Novianto, Irfan Maulana

Penundaan Pemilu Bertentangan dengan Konstitusi

Penundaan Pemilu Bertentangan dengan Konstitusi

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan perdata Partai Prima, salah satunya menunda Pemilu 2024, bertentangan dengan konstitusi. Akan banyak dampak serius jika penundaan pemilu terlaksana.

Pasal 22 E UUD 1945 menyebutkan "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali." Karena itu pula, banyak yang beranggapan putusan menunda pemilu bertentangan dengan konstitusi.

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah pun dengan tegas nenyatakan segala upaya untuk menunda Pemilu Serentak 2024 adalah bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945). "Karena itu, putusan PN Jakarta Pusat telah cacat hukum," demikian pernyataan sikap LHKP PP Muhammadiyah, dikutip Senin (6/3/2023).

LHKP PP Muhammadiyah pun mengimbau para elite dan tokoh bangsa untuk secara bersama-sama menyukseskan terselenggaranya Pemilu Serentak 2024 sesuai jadwal yang telah ditetapkan serta tidak lagi membuat kegaduhan dengan pernyataan penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan demi sehatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, akan banyak dampak jika pemilu ditunda. Dampak yang dimaksud yakni akan berakhirnya masa jabatan lembaga eksekutif dan legislatif pada Oktober 2024. Bila Pemilu 2024 ditunda, Adi merasa tak elok akan ada jabatan Pelaksana tugas (Plt) di lembaga legislatif dan eksekutif. "DPR itu akan berakhir 1 Oktober 2024. Presiden akan berakhir pada 20 Oktober 2024," tutur Adi dalam Talk Politic With Reinhard, Senin (6/3/2023).

"Kalau Pemilu 2025, pertanyaannya adalah, siapa yang akan menjadi Presiden setelah tanggal 20 Oktober itu? Ini kan mengerikan. Saya khawatir akan terjadi huru-hara politik," katanya.

Menurut Adi, tak mungkin bila jabatan Presiden diisi oleh Plt. Begitu juga dengan jabatan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Bagi Adi, putusan PN Jakpus itu mengerikan. Ia khawatir, akan banyak orang yang deklarasi diri sebagai Presiden maupun anggota legislator pada Oktober 2024.

"Oleh karena itu, ini sangat potensial terjadi chaos, karena akan muncul kelompok kepentingan politik yang bertarung mengklaim dirinya Presiden, mengklaim dirinya anggota dewan secara sah mengatasnamakan rakyat," terang Adi.

"Karena ada lagi orang yang secara definitif, sah secara konstitusional untuk menjadi Presiden. Jokowi itu, 20 Oktober berakhir, artinya tanggal 21 Oktober mesti ada Presiden yang baru," tandasnya.

Membantah Ada Pesanan

Sementara, Partai Prima membantah adanya pesanan di balik gugatan terhadap KPU yang dilayangkan ke PN Jakpus. Ketua Umum DPP Partai Prima Agus Jabo Priyono menyatakan, tudingan adanya pesanan di balik gugatannya hanya persepsi dari pihak-pihak tertentu. "(Pesanan gugatan tunda pemilu) Itu kan persepsi, persepsi jadi liar. Karena apa? Ada agenda politik yang besar yang kita tak masuk ke sana," kata Agus Jabo dalam Talk Politic With Reinhard di iNews, Senin (6/3/2023).

Baginya, putusan pengabulan gugatan perdata yang berisi tuntutan untuk menunda pemilu itu bukan menjadi ranah Partai Prima. Ia menegaskan, gugatan yang menuntut KPU menunda pemilu itu hanya bagian untuk memperjuangkan haknya sebagai warga negara. Sebab, ia merasa proses verifikasi faktual yang dilakukan KPU penuh kejanggalan. Salah satunya, terkait proses pendaftaran keanggotaan ke SIPOL KPU. Partai Prima mengklaim telah mendaftar 100% keanggotaan ke SIPOL KPU tapi hasil verifikasi hanya 97%.

"Kan ini sudah punya jalan untuk perjuangkan hak kami. Kalau kami meminta keadilan kepada lembaga yang punya kewenangan untuk melindungi keadilan itu, apakah salah?" kata Agus Jabo.

"Soal putusannya apa, itu bukan urusan kita, itu urusan dari pengadilan, kita hanya memohon keadilan yang dizalimi oleh pelaksana pemilu selama ini. Kita tidak punya tendensi untuk tunda pemilu, enggak ada. Kita mendaftar dan berjuang seperti ini supaya bisa mengikuti Pemilu 2024," katanya.

Dilaporkan ke KY


Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menjatuhkan putusan penundaan Pemilu 2024 dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY), Senin (6/3/2023). Pelapor adalah Kongres Pemuda Indonesia (KPI).

Presiden KPI Pitra Romadoni Nasution mengatakan, amar putusan hakim PN Jakpus tersebut dinilai telah melampaui kewenangan untuk mengadili. "Kompetensi absolutnya itu lebih PTUN Jakarta dan Bawaslu. Mengenai hasil pemilihan umum kalaupun ada sengketa, itu ke MK bukan PN Jakpus," ujarnya.

Pada putusan perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, PN Jakpus memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diwajibkan membayar Rp500 juta atas kerugian yang diderita Partai Prima. Perkara ini ditangani majelis hakim yang diketuai Tengku Oyong dengan anggota H Bakri dan Dominggus.

Ketiganya dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik. Pitra menegaskan bahwa putusan tersebut melanggar konstitusi NKRI yaitu UUD 1945 yang mengatur pemilu dilaksanaka lima tahun sekali. Achmad Alfiqri, Irfan Maulana
(zik)