Penundaan Pemilu Bertentangan dengan Konstitusi
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan perdata Partai Prima, salah satunya menunda Pemilu 2024, bertentangan dengan konstitusi. Akan banyak dampak serius jika penundaan pemilu terlaksana.
Pasal 22 E UUD 1945 menyebutkan "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali." Karena itu pula, banyak yang beranggapan putusan menunda pemilu bertentangan dengan konstitusi.
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah pun dengan tegas nenyatakan segala upaya untuk menunda Pemilu Serentak 2024 adalah bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945). "Karena itu, putusan PN Jakarta Pusat telah cacat hukum," demikian pernyataan sikap LHKP PP Muhammadiyah, dikutip Senin (6/3/2023).
LHKP PP Muhammadiyah pun mengimbau para elite dan tokoh bangsa untuk secara bersama-sama menyukseskan terselenggaranya Pemilu Serentak 2024 sesuai jadwal yang telah ditetapkan serta tidak lagi membuat kegaduhan dengan pernyataan penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan demi sehatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, akan banyak dampak jika pemilu ditunda. Dampak yang dimaksud yakni akan berakhirnya masa jabatan lembaga eksekutif dan legislatif pada Oktober 2024. Bila Pemilu 2024 ditunda, Adi merasa tak elok akan ada jabatan Pelaksana tugas (Plt) di lembaga legislatif dan eksekutif. "DPR itu akan berakhir 1 Oktober 2024. Presiden akan berakhir pada 20 Oktober 2024," tutur Adi dalam Talk Politic With Reinhard, Senin (6/3/2023).
"Kalau Pemilu 2025, pertanyaannya adalah, siapa yang akan menjadi Presiden setelah tanggal 20 Oktober itu? Ini kan mengerikan. Saya khawatir akan terjadi huru-hara politik," katanya.
Menurut Adi, tak mungkin bila jabatan Presiden diisi oleh Plt. Begitu juga dengan jabatan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Bagi Adi, putusan PN Jakpus itu mengerikan. Ia khawatir, akan banyak orang yang deklarasi diri sebagai Presiden maupun anggota legislator pada Oktober 2024.
"Oleh karena itu, ini sangat potensial terjadi chaos, karena akan muncul kelompok kepentingan politik yang bertarung mengklaim dirinya Presiden, mengklaim dirinya anggota dewan secara sah mengatasnamakan rakyat," terang Adi.
"Karena ada lagi orang yang secara definitif, sah secara konstitusional untuk menjadi Presiden. Jokowi itu, 20 Oktober berakhir, artinya tanggal 21 Oktober mesti ada Presiden yang baru," tandasnya.
Membantah Ada Pesanan
Sementara, Partai Prima membantah adanya pesanan di balik gugatan terhadap KPU yang dilayangkan ke PN Jakpus. Ketua Umum DPP Partai Prima Agus Jabo Priyono menyatakan, tudingan adanya pesanan di balik gugatannya hanya persepsi dari pihak-pihak tertentu. "(Pesanan gugatan tunda pemilu) Itu kan persepsi, persepsi jadi liar. Karena apa? Ada agenda politik yang besar yang kita tak masuk ke sana," kata Agus Jabo dalam Talk Politic With Reinhard di
iNews, Senin (6/3/2023).
Baginya, putusan pengabulan gugatan perdata yang berisi tuntutan untuk menunda pemilu itu bukan menjadi ranah Partai Prima. Ia menegaskan, gugatan yang menuntut KPU menunda pemilu itu hanya bagian untuk memperjuangkan haknya sebagai warga negara. Sebab, ia merasa proses verifikasi faktual yang dilakukan KPU penuh kejanggalan. Salah satunya, terkait proses pendaftaran keanggotaan ke SIPOL KPU. Partai Prima mengklaim telah mendaftar 100% keanggotaan ke SIPOL KPU tapi hasil verifikasi hanya 97%.
"Kan ini sudah punya jalan untuk perjuangkan hak kami. Kalau kami meminta keadilan kepada lembaga yang punya kewenangan untuk melindungi keadilan itu, apakah salah?" kata Agus Jabo.
"Soal putusannya apa, itu bukan urusan kita, itu urusan dari pengadilan, kita hanya memohon keadilan yang dizalimi oleh pelaksana pemilu selama ini. Kita tidak punya tendensi untuk tunda pemilu, enggak ada. Kita mendaftar dan berjuang seperti ini supaya bisa mengikuti Pemilu 2024," katanya.
Dilaporkan ke KY
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menjatuhkan putusan penundaan Pemilu 2024 dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY), Senin (6/3/2023). Pelapor adalah Kongres Pemuda Indonesia (KPI).
Presiden KPI Pitra Romadoni Nasution mengatakan, amar putusan hakim PN Jakpus tersebut dinilai telah melampaui kewenangan untuk mengadili. "Kompetensi absolutnya itu lebih PTUN Jakarta dan Bawaslu. Mengenai hasil pemilihan umum kalaupun ada sengketa, itu ke MK bukan PN Jakpus," ujarnya.
Pada putusan perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, PN Jakpus memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diwajibkan membayar Rp500 juta atas kerugian yang diderita Partai Prima. Perkara ini ditangani majelis hakim yang diketuai Tengku Oyong dengan anggota H Bakri dan Dominggus.
Ketiganya dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik. Pitra menegaskan bahwa putusan tersebut melanggar konstitusi NKRI yaitu UUD 1945 yang mengatur pemilu dilaksanaka lima tahun sekali.
Achmad Alfiqri, Irfan Maulana