Seriusnya Efek Kasus Rafael, Masyarakat Jadi Enggan Lapor Pajak
Kasus penganiayaan oleh anak pejabat pajak berbuntut panjang. Menyoroti kekayaan dan gaya hidup hedonis sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), masyarakat riuh di internet mengutarakan keengganan untuk melaporkan, bahkan membayar pajak.
Seperti ramai diberitakan, sosok mantan Kabag Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo (RAT), menjadi sorotan publik setelah kasus sang anak viral. Nilai harta RAT dinilai "mencengangkan" jika dikaitkan dengan jabatannya sebagai seorang abdi negara.
Kekayaan Rafael yang mencapai Rp56 miliar memang terbilang fantastis untuk jabatan yang disandangnya. Pasalnya, gaji ditambah tunjangan kinerja sebagai pejabat eselon III dalam sebulan hanya berkisar Rp37-46,5 juta. Sementara merujuk situs e-lhkpn, total kekayaan Rafael tembus Rp56,1 miliar. Mulai dari properti, surat berharga kas dan setara kas, tanah, hingga transportasi.
Imbasnya, kepercayaan publik terhadap instansi pajak pun tergerus. Beragam komentar di Instagram turut menghujani akun Instragram Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dengan berbagai kritik dan komentar pedas. Postingan Sri Mulyani mengenai kegiatannya di Bangalore, India pun menjadi target serangan netizen.
"Udah bu, ga usah posting2 deh Bu.. rakyat lagi terluka dan krisis percayaa.. maaf ya Bu.." ujar akun @diekebudiani, dikutip MNC Portal di Jakarta, Jumat (24/2/2023). Bahkan, ada netizen yang mengancam untuk tidak lagi membayar pajak. "Mau berhenti bayar pajak bolehkan bu," tulis akun @simontandiuas.
Ada pula netizen yang kemudian mengomentari bahwa Sri Mulyani perlu mengecek kembali bawahan-bawahan lainnya yang berperilaku hedonis. "Mohon bu Menteri, di cek lagi bawahan ibu yg anaknya berperilaku hedonis," ucap @teterugga.
Mereka bahkan mengkritisi Jeep Rubicon milik Mario yang pajak kendaraannya masih belum terbayar. "RUBICON GA PERLU BAYAR PAJAK.. AMAN BOSKU," cecar @priyohers. Bahkan, ada yang menyindir bahwa ketika bekerja di kantor pajak, tidak perlu membayar pajak. "Mau kerja di kantor pajak biar ga bayar pajak," ungkap @oismanafe. "Tugas netijen mengisi kolom komentar Anda. Kalo tugas anak pegawai pajak, kan mukulin anak orang," tutur @anggitajhn.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai reaksi warganet tersebut merupakan alarm bagi Kementerian Keuangan. Jika tak direspons dan dipulihkan, kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini diyakini akan tergerus.
"Masyarakat terus ditekan untuk lapor SPT sementara banyak pejabat negara di lingkungan Kemenkeu atau K/L yang lain yang tidak bayar pajak. Ini kan ironi," ujar Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Minggu (26/2/2023).
Kasus ini, kata dia, sudah telanjur berdampak ke publik. "Kasus ini sudah terlanjur mendegradasi secara luar biasa kepercayaan publik terhadap tata kelola perpajakan yang dilakukan oleh DJP Kemenkeu," tandasnya.
Karena itu, kata dia, Fitra mendorong Irjen Kemenkeu dan KPK melakukan penelusuran (tracking) dan validasi menyeluruh atau uji petik terhadap LHKPN pegawai Kemenkeu, khususnya di Ditjen Pajak.
"Kalau kasus ini ditangani serius dan dikembangkan untuk para pejabat lain yang punya kekayaan jumbo, tidak hanya di Ditjen Pajak, tapi juga di K/L lain, pelan-pelan masyarakat akan tumbuh trust-nya kembali," tuturnya.