Minyakita Langka Salah Siapa
Minyakita Langka Salah Siapa
Mohammad Faizal
Selasa, 14 Februari 2023, 16:39 WIB

Produk andalan pemerintah guna menjaga ketersediaan dan keterjangkauan minyak goreng, Minyakita, terbelit masalah. Produk terobosan itu kini mahal dan langka.

Minyakita Bermasalah, Komisi VI Bakal Panggil Mendag

Minyakita Bermasalah, Komisi VI Bakal Panggil Mendag
Foto/Arif Julianto

Khawatir persoalan yang menghinggapi Minyakita berlarut-larut, lembaga legislatif pun gerah. Komisi VI DPR berencana memanggil Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan untuk membahas perihal kelangkaan dan naiknya harga Minyakita yang kini mencapai Rp16.000-Rp17.000 per liter, di atas harga eceran tertinggi (HET) yang sebesar Rp14.000.

Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade khawatir jika masalah ini tidak cepat diselesaikan, permasalahan minyak goreng seperti yang terjadi di akhir tahun 2021 dan awal tahun 2022 lalu akan terulang kembali.

"Jangan sampai pemerintah mengulang permasalahan di akhir tahun 2021 dan awal tahun 2022. Ini PR (pekerjaan rumah), untuk itu kami sudah mengagendakan untuk memanggil Mendag," ujar Andre dikutip dari laman DPR RI, Selasa (14/2/2023).

DPR menuntut permasalahan minyak goreng ini harus diselesaikan secepat mungkin. Dikhawatirkan, jika berlarut-larut, permasalahan ini akan menjadi bola salju dan berdampak pada ketersediaan dan harga minyak goreng menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Maret-April 2023 mendatang.

"Kalau Februari enggak selesai, ini akan jadi guliran bola salju karena kita akan masuk di Ramadhan dan Lebaran yang permintaannya akan lebih banyak, konsumsi masyarakat akan lebih banyak," cetusnya.

Andre mengatakan, Komisi VI akan menunggu kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. DPR berharap permasalahan minyak goreng dapat segera diselesaikan hingga akhir bulan ini.

"Kami Komisi VI akan terus mengawasi, mengingatkan, dan mendukung pemerintah agar ini (minyak goreng) tidak langka lagi. Kita belajar dari pengalaman masa lalu lah, malu kita negara produsen CPO terbesar di dunia, tapi rakyatnya kesulitan mendapat minyak goreng murah," tandasnya.

Persoalan Minyakita belakangan menjadi sorotan karena langka dan harganya mahal. Bahkan, setelah ditelusuri, ditemukan kejanggalan-kejanggalan seperti adanya sejumlah agen yang mensyaratkan pembelian produk lain agar pedagang bisa membeli Minyakita.

Di Medan, Sumatera Utara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan praktik penjualan bersyarat (tying agreement) terhadap Minyakita. Temuan KPPU mengungkap, setiap pembelian 10 pack Minyakita (isi 6 botol/pack), pedagang diwajibkan membeli 1 kotak margarin merek tertentu (isi 60 bungkus) dari distributor.

"Hal yang sama juga ditemukan berdasarkan hasil pantauan KPPU di beberapa Kantor Wilayah seperti di Surabaya, Balikpapan, Makasar, Bandung dan Yogyakarta," kata Kepala Kantor Wilayah I KPPU Ridho Pamungkas.

Temuan KPPU soal Minyakita: Marak Penjualan Bersyarat

Temuan KPPU soal Minyakita: Marak Penjualan Bersyarat
Foto/Ikhsan PSP

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan berbagai masalah yang membelit minyak goreng subsidi Minyakita. KPPU menemukan adanya dugaan pelanggaran persaingan usaha atau kecurangan dalam penjualan Minyakita.

Sebagai informasi, menyikapi kelangkaan Minyakita, KPPU berinisiatif melakukan berbagai pengawasan lapangan atas distribusi dan penjualan produk tersebut di berbagai wilayah tugas kantor wilayah KPPU. Dari pengawasan tersebut ditemukan berbagai fakta seperti ketidaktersediaan produk, upaya penjualan bersyarat yang mewajibkan pembelian produk lain, dan upaya membuka kemasan Minyakita untuk dijual sebagai minyak goreng curah.

"Perilaku tersebut berupa dugaan penjualan bersyarat atas Minyakita, atau potensi kecurangan dengan membuka kemasan Minyakita untuk dijual sebagai minyak curah," beber biro humas KPPU dalam laporannya, Senin (13/2/2023).

Menurut KPPU, umumnya penjualan bersyarat dilakukan dalam bentuk penjualan Minyakita yang mewajibkan pembelian produk lain milik produsen atau distributor atau pengecer, seperti margarin, minyak goreng kemasan premium, sabun cuci, tepung terigu, dan sebagainya.

Kondisi tersebut ditemukan melalui pengawasan lapangan oleh Kantor Wilayah KPPU di berbagai provinsi, antara lain Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Banten.

Penjualan bersyarat atau tying sales merupakan salah satu bentuk pelanggaran undang-undang persaingan usaha sehingga menjadi fokus pengawasan oleh KPPU.

Menyikapi berbagai temuan tersebut, kanto-kantor wilayah KPPU telah mengambil sejumlah langkah pencegahan. Dalam hal ini, KPPU berkoordinasi dengan Satgas Pangan dan pemerintah setempat.

Advokasi dilakukan dengan memberikan peringatan atau memanggil para pihak yang diduga melanggar, maupun penegakan hukum melalui kegiatan pra-penyelidikan atau penelitian inisiatif. KPPU berharap upaya-upaya pencegahan tersebut mampu mengoreksi masalah yang menghinggapi Minyakita dalam waktu dekat.

Ini Alasan Pedagang Pasar Terpaksa Jual Minyakita di Atas HET

Ini Alasan Pedagang Pasar Terpaksa Jual Minyakita di Atas HET
Foto/Antara

Kendati harga Minyakita telah ditetapkan dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter oleh pemerintah, kenyataan berbeda terjadi di lapangan. Sejumlah pedagang terang-terangan menjual minyak goreng bersubsidi itu di atas HET.

Berdasarkan penelusuran MNC Portal Indonesia (MPI) di Pasar Jaya Cibubur, Jakarta Timur, misalnya, salah seorang pedagang mengaku terpaksa menjual Minyakita melebihi HET. Menurut pedagang bernama Elis tersebut, hal itu dia lakukan karena harga Minyakita dari agen pun sudah mahal.

Tak hanya itu, dia mengaku untuk bisa mendapatkan Minyakita, pedagang juga harus membeli produk lain yang dijual secara bundling dengan Minyakita. Jika tidak mau, kata dia, maka pedagang sulit mendapatkan Minyakita.

"Kalau kita mau dapat Minyakita, kita harus mau digandeng. Kalau nggak mau digandeng, enggak dikasih Minyakita," ujarnya saat ditemui MNC Portal Indonesia (MPI), Sabtu (11/2/2023).

Lebih jauh Elis menjelaskan, tanpa di-bundling pun harga Minyakita dari agen sudah di atas HET. "Modalnya aja udah Rp14.833, itunglah Rp15.000 sama kuli, berapa kita harus jual?" cetusnya.

Padahal, seharusnya Minyakita dijual ke pedagang di bawah HET agar penjual bisa menetapkan harga jula sesuai dengan patokan pemerintah, yakni Rp14.000 per liter.

Pedagang lainnya, Udin, juga mengaku harus membeli produk lain agar dapat membeli Minyakita dari agen. "Stoknya susah, kan kalau beli harus 'kawinan', bukan Minyakita doang, harus dengan minyak yang lainnya," ungkapnya.

Akibat mahal dan persyaratan bundling yang diterapkan sejumlah agen, Santi, pedagang lainnya, mengaku memilih untuk stop menjual Minyakita.

"Kalau saya mending enggak jual, karena barangnya langka. Saya jarang kebagian. Di agen harganya juga udah Rp14.000 per liter. Kalau di agen harganya segitu, otomatis saya harus jual di atas itu dong. Nggak bisa kalau harus maksa sesuai HET, bisa hancur usaha saya," tandasnya.

Harga Murah Minyakita Jadi Sumber Masalah?

Harga Murah Minyakita Jadi Sumber Masalah?
Foto/Aldhi Chandra

Terkait masalah yang menghinggapi Minyakita belakangan ini, Ketua umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung membeberkan akar masalahnya. Menurutnya, langka dan mahalnya harga Minyakita tak lepas dari banyaknya konsumen yang beralih dari minyak goreng kemasan premium ke minyak goreng yang dipatok di harga Rp14.000 per liter tersebut.

Di sisi lain, sambung dia, minyak goreng premium yang lebih mahal menjadi kurang laku di pasaran. Imbasnya, para produsen mengurangi produksi Minyakita untuk mendongkrak lagi harga minyak goreng premium.
Gulat Manurung mengatakan, pergeseran pilihan konsumen itu adalah hal yang wajar. Tak hanya harganya yang jauh lebih murah, dari sisi kemasan pun Minyakita cukup menarik perhatian pembeli termasuk ibu-ibu kelas menengah ke atas.

"Kemasan Minyakita yang menggoda dan kualitasnya yang bagus juga menggoda ibu-ibu yang ekonomi mampu, (sekarang ikut) membeli Minyakita," paparnya melalui keterangan tertulis, Kamis (9/2/2023).

Gulat menambahkan, di lapangan penjualan minyak goreng premium juga tergerus oleh efek Minyakita yang dijual di ritel modern. Menurut dia, tak sedikit ritel modern melakukan pesta diskon minyak goreng premium karena banyaknya stok namun tidak laku terjual.

"Minyak goreng premium malah yang kelabakan karena nggak laku dan terpaksa pesta diskon di pasar-pasar modern," ungkapnya.

Terkait dengan itu, Gulat mengaku sebelum Minyakita diluncurkan di pasaran, pihaknya sudah mengusulkan agar warna kemasan produk itu sengaja dibuat lebih norak. Harapannya, agar masyarakat kelas menengah ke atas malu membeli produk tersebut. Selain itu, penjualannya pun menurut dia harus fokus di pasar dan warung-warung tradisional saja, dan tidak masuk ke ritel modern.

Adanya pergeseran pembelian kalangan menengah atas dari minyak goreng premium ke Minyakita sebelumnya diakui oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan. Dia menyebut Minyakita diserbu berbagai kalangan lantaran harganya yang lebih murah, kualitasnya yang baik dan dikemas dengan rapi seperti tampilan minyak premium pada umumnya.

Mendag juga mengakui bahwa Minyakita yang banyak tersedia di ritel modern juga mendorong masyarakat menengah ke atas ikut membeli minyak goreng yang diperuntukkan bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah tersebut. Hal itu membuat penjualan minyak goreng premium anjlok.

Untuk mengatasi masalah itu, Mendag mengatakan jalan keluar pertama adalah menambah produksi Minyakita dari 300.000 ton menjadi per 450.000 per bulan. Mendag juga menegaskan bahwa Minyakita akan fokus didistribusikan ke pasar tradisional agar produsen minyak goreng premium tak dirugikan.
(fjo)