Menebak Banderol Baru Pertalite Dibandingkan Harga Keekonomiannya
Pemerintah hingga kini masih menggodok rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite jika kuotanya tak ditambah. Penentuan harga baru BBM subsidi ini dipastikan cukup sulit mengingat banyak hal yang mesti ditimbang pemerintah, khususnya daya beli.
Di bagian lain, Pemerintah sudah menggelontorkan subsidi sebesar Rp502 triliun untuk energi, termasuk di dalamnya untuk BBM dan LPG. Dengan subsidi tersebut, BBM jenis Pertalite saat ini dijual di harga Rp7.650 per liter dan Solar dijual Rp5.150 per liter. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan, harga subsidi tersebut terpaut jauh dari harga keekonomiannya.
Lantas berapa harga BBM subsidi yang akan ditetapkan? Hingga saat ini hal itu belum terungkap karena masih menunggu keputusan pemerintah. Sejumlah kalangan, dengan menimbang harga keekonomiannya, memperkirakan harga BBM subsidi, khususnya Pertalite, akan naik menjadi Rp10.000.
Sementara, jika mengacu pada harga keekonomian, maka harga Pertalite seharusnya berada di atas Rp10.000. Bahkan, BBM nonsubsidi jenis Pertamax yang saat ini dijual di harga Rp12.500 per liter masih berada di bawah harga keekonomiannya.
"Kita lihat harga keekonomian Pertamax Rp15.150 per liter. Namun kita masih memberikan harga eceran Rp12.500 per liter. Demikian juga Pertalite, harga keekonomiannya Rp13.150 per liter, ecerannya masih Rp7.650 per liter," papar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip Kamis (18/8/2022).
Dengan harga keekonomian Pertalite dan Pertamax sebesar itu, lanjut Airlangga, kedua BBM tersebut masih jauh lebih murah jika dibanding dengan harga BBM sejenis di negara-negara lain, terutama di kawasan ASEAN. "Misalnya saja Thailand yang menjual BBM dengan harga Rp19.500 per liter. Kemudian Vietnam Rp16.645 per liter dan Filipina Rp21.352 per liter. Kita masih relatif di bawah ASEAN," terangnya.
Menurut Airlangga, harga BBM ini memang dijaga agar tidak menimbulkan laju inflasi tinggi seperti yang sekarang terjadi di banyak negara. Untuk itu, pemerintah terus mengerahkan tim pengendalian inflasi pusat dan daerah untuk mendorong agar program kebijakan terkait keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi juga komunikasi secara efektif dengan masyarakat.
Namun, karena tingginya konsumsi dan keterbatasan APBN, harga BBM subsidi Pertalite kemungkinan harus disesuaikan. Kendatri demikian, kemungkinan besar banderolnya tak akan dinaikkan sesuai harga keekonomiannya. Lain cerita dengan Pertamax yang bukan BBM subsidi, ada kemungkinan harganya disesuaikan mendekati harga keekonomiannya.