Krisis Pangan di Depan Mata, Indonesia Bersiaga
Mohammad Faizal
Selasa, 28 Juni 2022, 16:13 WIB
Dampak perubahan iklim dan konflik Rusia-Ukraina saat ini memicu potensi terjadinya krisis pangan global yang bisa menimbulkan kelaparan dan kemiskinan ekstrem.
Jokowi Serukan Upaya Bersama Atasi Krisis Pangan di KTT G7
Presiden Joko Widodo (Jokowi ) menyerukan negara G7 dan G20 bersama-sama mengatasi ancaman krisis pangan. Jokowi menekankan, tanpa upaya nyata, krisis pangan bisa mendorong rakyat di negara-negara berkembang jatuh ke jurang kelaparan dan kemiskinan ekstrem.
Hal itu ditegaskan Presiden Jokowi saat menyampaikan pandangannya di KTT G7 sesi II dengan topik ketahanan pangan dan kesetaraan gender, yang berlangsung di Elmau, Jerman, 27 Juni 2022.
"323 juta orang di tahun 2022 ini, menurut World Food Programme, terancam menghadapi kerawanan pangan akut. G7 dan G20 memiliki tanggung jawab besar untuk atasi krisis pangan ini. Mari kita tunaikan tanggung jawab kita, sekarang, dan mulai saat ini," tegas orang nomor satu Indonesia tersebut, Selasa (28/6/2022).
Presiden Jokowi menegaskan, pangan adalah permasalahan hak asasi manusia yang paling dasar. Para perempuan dari keluarga miskin dipastikan menjadi yang paling menderita menghadapi kekurangan pangan bagi anak dan keluarganya.
"Kita harus segera bertindak cepat mencari solusi konkret. Produksi pangan harus ditingkatkan. Rantai pasok pangan dan pupuk global, harus kembali normal," tegas Presiden.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menegaskan pentingnya dukungan negara G7 untuk mengreintegrasi ekspor gandum Ukraina dan ekspor komoditas pangan dan pupuk Rusia dalam rantai pasok global.
Menurut Presiden, terdapat dua cara untuk merealisasikan hal tersebut. Yang pertama adalah fasilitasi ekspor gandum Ukraina dapat segera berjalan. Yang kedua menurut Presiden adalah komunikasi secara proaktif kepada publik dunia bahwa komoditas pangan dan pupuk dari Rusia tidak terkena sanksi.
"Komunikasi intensif ini perlu sekali dilakukan sehingga tidak terjadi keraguan yang berkepanjangan di publik internasional. Komunikasi intensif ini juga perlu dipertebal dengan komunikasi ke pihak-pihak terkait seperti bank, asuransi, perkapalan dan lainnya," jelasnya.
Jokowi juga menaruh perhatian besar pada dampak perang terhadap rantai pasok pangan dan pupuk. Khusus untuk pupuk, kata Presiden, jika gagal ditangani, maka krisis beras yang menyangkut 2 miliar manusia terutama di negara berkembang dapat terjad.
Di akhir sambutannya, Presiden kembali menyerukan pentingnya negara G7 dan G20 untuk bersama-sama mengatasi krisis pangan, Jokowi juga mengundang para pemimpin G7 untuk hadir dalam KTT G20 di Bali.
"Saya tunggu para pemimpin G7 untuk hadir dalam KTT G20. Sampai jumpa di Bali, 15-16 November 2022," pungkasnya.
Krisis Pangan Mengintai, Mentan: Kencangkan Sabuk Pengaman
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengingatkan para kepala daerah bahwa dunia saat ini sedang dihadapkan pada ancaman krisis pangan. Secara khusus, Indonesia perlu menguatkan sabuk pengaman agar siap menghadapi krisis pangan yang mungkin terjadi.
Mentan menjelaskan, dampak perubahan iklim hingga konflik yang tidak bisa terhindarkan menjadi pemicu krisis pangan. Perubahan iklim membuat sektor pertanian bakal mengalami gangguan. Musim hujan yang berkepanjangan, atau musim panas yang berlarut bakal memengaruhi masa tanam dan musim panen sektor pertanian.
"Ancaman Krisis pangan itu bukan besok, bukan lusa, hari ini sudah di depan mata kita, kurang apa Allah kasih kita air yang banyak, kurang apa kita dikasih angin yang terus bertiup, kurang apa kita diberikan matahari," ujar Mentan SYL pada sambutannya dalam acara peringatan Hari Krida Pertanian, Rabu (22/6/2022).
Dampak perang Ukraina-Rusia saat ini juga telah menyebabkan gangguan pada rantai pasok global. Hal tersebut praktis membuat harga komoditas melambung tinggi. "Perang mengakibatkan harga gandum naik 300%, biasanya 10%, berarti besok kita bermasalah dengan gandum," ujarnya.
Karena itu, pada perayaan Hari Krida Pertanian Mentan secara khusus mengajak seluruh kepala daerah untuk bersama-sama mengencangkan sabuk pengamannya. Para kepala daerah harus memperkuat sektor pertanian yang menjadi komoditas di daerahnya masing-masing.
"Pada peringatan Hari Krida ini kira tujukan pada semua bupati, semua gubernur di seluruh Indonesia, perkuat daerah masing-masing pada ketahanan pangan yang ada," tegasnya.
Negara-negara Mulai Stop Ekspor Pangan, Indonesia Waspada
Indonesia mewaspadai dampak penghentian ekspor oleh sejumlah negara terhadap ketersediaan pangan di dalam negeri. Tercatat, sebanyak 24 negara sempat melarang ekspor komoditas pangan maskipun kemudian 7 di antaranya melaksanakan relaksasi.
"Kita tahu sudah lebih dari 24 negara melakukan pelarangan ekspor, dan sekarang 7 negara sudah mencabut larangannya. Jadi sekarang ada 17 negara, sehingga isu keamanan pangan sangat penting," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam rangkaian acara Panen Raya Nasional, Rabu (22/6/2022).
Airlangga mengatakan, ada tiga kunci mewujudkan ketersediaan pangan, yaitu mengamankan suplai, diversifikasi pangan dan efisiensi. Terkait diversifikasi pangan mencakup protein kelautan dan budidaya, sehingga ketergantungan Indonesia terhadap impor terhadap satu komoditas bisa dikurangi.
Dia mengatakan, arahan Presiden Joko Widodo adalah selain menjaga suplai, juga menjaga pergudangan dan offtaker-nya.
"Di sisi lahan, pertanian Indonesia tiga kali lipat lebih besar dibandingkan Thailand sehingga yang perlu di dorong adalah efisiensi dan produktivitas. Ke depan diversifikasi pangan, harus ada komoditas unggulan antara lain substitusi gandum, misalnya dengan sagu dan sorgum," paparnya.
Airlangga mengatakan bahwa komoditas seperti itu akan terus didorong termasuk produk-produk perikanan tambak maupun budidaya untuk menjadi substitusi daging. "Terkait ayam, produksi cukup bagus dan ada permintaan dari Singapura untuk mengekspor ayam," tuturnya.
Krisis Pangan Mengintai, Saatnya Hapus Kebiasaan Buang Makanan
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mewanti-wanti agar Indonesia sedapat mungkin mengurangi masalah food loss (kehilangan pangan) dan food waste (menyia-nyiakan makanan) di tengah ancaman krisis pangan yang menghadang.
Food loss diartikan sebagai hilangnya bahan makanan di rantai pasok. Hal tersebut disebabkan biasanya karena bahan makanan yang rusak sebelum sampai ke konsumen. Hal itu bisa terjadi karena tanaman yang rusak atau gagal panen akibat iklim yang buruk.
Sementara food waste merupakan makanan sisa atau makanan yang tidak habis oleh konsumen yang pada akhirnya menyebabkan menumpuknya limbah makanan. Food waste biasanya terjadi akibat sifat dan kebiasaan konsumen yang kerap membuang makanan jadi.
"Isu itu kini menjadi penting di tengah ancaman global. Hasil kajiaan FAO menunjukkan sepertiga bahan pangan yang diproduksi dunia terbuang dan menjadi sampah yang tidak dapat didaur ulang," kata Mentan saat membuka workshop Food Loss and Food Waste, Selasa (21/6/2022).
Di saat bersamaan, sambung Mentan, kebutuhan bahan makanan terus meningkat akibat jumlah populasi dunia yang terus bertambah setiap tahunnya. Bahkan, pada tahun 2050 diprediksi bahan makanan harus memenuhi kebutuhan untuk 9 miliar manusia. Populasi yang meningkat, kata dia, tidak sepadan dengan produksi yang dihasilkan jika tidak ada penanganan yang dini mulai saat ini.
Mengutip catatan Bappenas, jelas Mentan, jumlah food loss dan food waste di Indonesia pada 2019 berkisar 115-184 kg per kapita per tahun. Karena itu, penanganan food loss and waste menjadi salah satu pilar dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional.
"Sebagai contoh, mengurangi 25% kehilangan produksi padi di Indonesia akan meningkatkan ketersediaan pangan beras hingga 4 kg per kapita," tandasnya.
Masalah makanan sisa dan terbuang tak hanya berkaitan dengan krisis pangan, namun juga dengan lingkungan akibat penumpukan sampah yang ditimbulkan. Limbah makanan yang membusuk juga berdampak pada kualitas udara yang dihirup seluruh masyarakat di Indonesia.
Karena itu, persoalan food loss dan food waste dinilai sudah selayaknya menjadi perhatian khusus dan dibuatkan sebuah rekomendasi kebijakan agar dapat diatasi.