Memitigasi Kembalinya Wabah PMK
Memitigasi Kembalinya Wabah PMK
Mohammad Faizal
Selasa, 31 Mei 2022, 17:12 WIB

Setelah dinyatakan bebas PMK pada tahun 1986, Indonesia kini kembali dihadapkan pada bencana merebaknya wabah yang menjangkiti hewan ternak tersebut.

Wabah PMK Terdeteksi di 15 Provinsi dan 52 Kabupaten-Kota

Wabah PMK Terdeteksi di 15 Provinsi dan 52 Kabupaten-Kota

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menerangkan, saat ini wabah virus PMK (Penyakit Kuku dan Mulut) sudah menyebar di 15 provinsi di Indonesia.

Jumlah tersebut telah bertambah dari pengumuman Mentan sebelumnya pada 11 Mei 2022 lalu melalui konferensi pers virtual yang menyebut hanya ada 2 provinsi yang terjangkit wabah PMK, yaitu Aceh dan Jawa Timur.

"Sampai dengan 17 Mei 2022, penyebaran PMK sudah di 15 provinsi dan 52 kabupaten kota," ujar Mentan SYL dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi IV DPR RI, Senin (23/5/2022).

Mentan menjelaskan, dalam 15 provinsi yang terjangkit, terdapat jumlah populasi sapi sebanyak 13,8 juta ekor, sedangkan yang terdampak dari adanya wabah PMK sudah 3,9 juta ekor. "Berdasarkan hasil konfirmasi test PCR di laboratorium, sebanyak 13 ribu ekor atau 0,36% dari populasi ternak ," jelas Mentan.

Kendati demikian, Mentan SYL mengklaim bahwa penanganan yang dilakukan sudah menunjukkan perkembangan yang siginifikan. Walaupun terjadi peningkatan penularan wabah ke daerah lain. "Ternak sembuh itu sebanyak 2.632 ekor, dan yang mati sebanyak 99 ekor," ujarnya.

Mentan SYL menambahkan, saat ini pihaknya telah menyusun beberapa langkah untuk menangani virus yang sudah menyebar di 15 provinsi tersebut. Harapannya bisa mengurangi dampak dari adanya wabah PMK.

"Agenda temporary meliputi pengadaan vaksin, penetapan penggunaan vaksin darurat, pembatasan lalu lintas dan produk hewan," tandasnya.

Potensi Kerugian Akibat Wabah PMK Ditaksir Hampir Rp10 Triliun

Potensi Kerugian Akibat Wabah PMK Ditaksir Hampir Rp10 Triliun

Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menjangkiti hewan ternak saat ini telah menyebar di 16 provinsi di Indonesia. Seiring dengan itu, kerugian yang terjadi juga semakin bertambah.

Hal itu diakui Direktur kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Ira Firgorita. Dia mengatakan, wabah PMK berdampak secara ekonomi.

"Penyakit ini menyebabkan kerugian yang sangat besar. Pasti ada penurunan produktivitas, misal penurunan produksi daging, susu, hingga kematian hewan," ujarnya dalam Webinar bersama Kadin, Selasa (24/5/2022).

Hasil kajian beberapa ahli, kata dia, potensi kerugian dari PMK ini bisa mencapai Rp9,9 triliun, bahkan lebih.

Saat wabah muncul, pemerintah melakukan langkah-langkah mitigasi dengan cara melakukan pembatasan aktivitas lalu lintas hewan ternak. Namun, virus PMK sangat cepat dan mudah untuk menyebar, bahkan bisa melalui udara dan kontak fisik. Hal ini praktis mempengaruhi tata niaga hewan ternak.

Menurut Ira, adanya wabah ini juga berpotensi memunculkan larangan ekspor hewan ternak. Pasalnya, beberapa negara sudah mengetahui adanya wabah PMK di Indonesia.

"Kita sudah menerima pernyataan untuk penghentian sementara dari Australia, Malaysia untuk ekspor, ini tentu dampak yang harus kita hadapi," jelasnya.

Cegah PMK, Bea Cukai Diminta Perketat Masuknya Sapi Impor

Cegah PMK, Bea Cukai Diminta Perketat Masuknya Sapi Impor

Agar wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tak makin meluas, bea cukai diminta memperketat masuknya sapi impor. Selain itu, fasilitas karantina hewan dan bibit hewan ternak yang diimpor pun perlu diperbanyak.

"Titik-titik pemeriksaan serta pengawasan sapi impor perlu diperketat oleh Bea Cukai. Selain itu, karantina untuk sapi tersebut juga perlu menjadi fokus pemerintah supaya PMK tidak semakin meluas," kata peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta, Jumat (27/5/2022).

Aditya menilai, setiap pulau juga perlu memiliki fasilitas karantina hewan dan bibit hewan ternak yang diimpor untuk menghindari penyebaran virus yang dapat menyebar dengan cepat melalui udara. Meskipun Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan virus PMK ini tidak berbahaya bagi manusia, akibatnya bisa fatal bagi hewan ternak seperti sapi.

Penyakit ini juga mengakibatkan penurunan penjualan daging sapi di sejumlah daerah. Menurut Aditya, jika diteruskan dan kembali terjadi, akan berpengaruh terhadap harga sapi yang naik, produksi dalam negeri yang menurun dan penurunan pendapatan peternak.

Menurut Outlook Daging Sapi 2020 dari Kementan, sekitar 30-40% kebutuhan daging sapi nasional dipenuhi melalui impor, baik impor daging sapi atau hewan sejenis lembu lainnya maupun impor sapi bakalan. Impor didominasi oleh Australia.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mulai mendiversifikasi dan mengimpor dari India. Indonesia masih membutuhkan impor daging maupun bibit hewan ternak karena ada keterbatasan pasokan domestik.

Permintaan daging secara nasional semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi dan peningkatan pendapatan terutama bagi kelas menengah yang semakin bertambah. Sementara, produksi dalam negeri masih belum mampu untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan daging sapi.

Menurut Profil Komoditas Daging Sapi dari Kementerian Perdagangan, laju pertumbuhan populasi sapi nasional berdasarkan data dalam 30 tahun terakhir adalah 1,44%. Sementara laju pertumbuhan permintaan daging tumbuh cepat yaitu 4,7% per tahun.

"Permintaan dan produksi yang timpang tersebut, menyebabkan Indonesia masih harus untuk melakukan impor sapi dan daging sapi untuk memenuhi kebutuhan domestik," ujar Aditya.

Karena itu, penelitian CIPS juga merekomendasikan, pemerintah perlu memastikan regulasi yang ada dapat mengakomodir seluruh importir daging sapi yang memenuhi syarat, baik swasta maupun BUMN, supaya mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengimpor.

"Untuk memberikan perlindungan pada konsumen terkait risiko penyakit hewan, pemerintah lebih baik fokus pada peningkatan kinerja sistem pemantauan kesehatan daripada membatasi impor hanya untuk BUMN," tandasnya.

PMK Merebak, Kementan Kembali Produksi Vaksin Setelah 3 Dekade

PMK Merebak, Kementan Kembali Produksi Vaksin Setelah 3 Dekade

Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti hewan ternak mendorong Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Kementerian Pertanian (Kementan) kembali memproduksi vaksin PMK setelah 3 dekade.

Pengembangan vaksin PMK oleh Pusvetma pernah dilakukan untuk membebaskan Indonesia dari PMK pada 1983-1986.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri mengatakan, pembuatan vaksin ini sebagai tindak lanjut instruksi Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan agar Pusvetma segera memproduksi vaksin setelah munculnya kasus PMK di Jawa Timur pada akhir April lalu.

"Saat ini proses pengembangan produksi vaksin PMK sedang berlangsung sejak menteri menginstrusikan Pusvetma memproduksi kembali vaksin PMK," ujarnya dikutip dari keterangan resmi Kementan, Senin (30/5/2022).

Upaya vaksinasi yang efektif, serta tindakan pengendalian yang ketat, sistematis dan berkelanjutan terbukti efektif memberantas PMK di sebagian besar negara yang terjangkit. Dengan vaksin PMK, Kuntoro berharap Indonesia bisa kembali menjadi negara bebas PMK.

Kepala Pusvetma Edy Budi Susila menjelaskan, berbekal pengalaman pengembangan vaksin PMK Pusvetma pada 1983-1986, Pusvetma yakin dapat mengembangkan vaksin dalam negeri guna pengendalian PMK ke depan.

"Proses pembuatan vaksin PMK ini dengan menggunakan teknologi tissue culture dengan sel BKH 21. Vaksin bersifat inaktif dan diformulasikan dengan adjuvant," bebernya.

Kendati demikian, Edy mengatakan, pengembangan produksi vaksin PMK ini memerlukan proses karena Pusvetma sebelumnya tidak memproduksi vaksin penyakit tersebut sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK tanpa vaksinasi oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada 1990.

Dengan berbagai tantangan yang ada, Edy memastikan tim Pusvetma akan mampu melakukan pengembangan produksi vaksin yang dibutuhkan walaupun memerlukan berbagai penyesuaian. "Pusvetma akan memaksimalkan kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang ada di fasilitas produksi vaksin Pusvetma," tuturnya.
(fjo)