Sri Lanka Terkini: Kehabisan Bensin, Mau Impor Tak Punya Uang
Krisis di Sri Lanka terus berlanjut. Terkini, Perdana Menteri (PM) baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa negaranya sudah kehabisan stok bensin.
Sri Lanka tak mampu mengimpor bahan bakar karena tidak miliki cukup uang. Sri Lanka membutuhkan setidaknya USD75 juta (sekitar Rp1,05 triliun) dalam valuta asing untuk beberapa hari ke depan guna membayar impor penting, termasuk obat-obatan.
"Kami kehabisan bensin. Saat ini, kami hanya memiliki stok bensin untuk satu hari," kata Wickremesinghe pada hari Senin dalam sebuah pidato kenegaraan, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (17/5/2022).
Sri Lanka, lanjut dia, menderita kekurangan bahan bakar dan obat-obatan. Pemerintahnya juga tidak dapat mengumpulkan dolar untuk membayar tiga pengiriman minyak, di mana kapal-kapal menunggu di luar pelabuhan Colombo untuk pembayaran sebelum menurunkan muatan mereka.
Wickremesinghe mengambil alih jabatan sebagai PM baru Sri Lanka setelah pendahulunya; Mahinda Rajapaksa, dipaksa mengundurkan diri setelah berminggu-minggu protes atas penanganan pemerintah terhadap krisis ekonomi yang berubah menjadi kerusuhan mematikan.
Presiden Sri Lanka saat ini, Gotabaya Rajapaksa, sebenarnya menggantikan posisi Mahinda, kakak laki-lakinya. Sedangkan Wickremesinghe, seorang anggota Parlemen kubu oposisi, pernah memegang jabatan serupa lima kali sebelumnya. Mereka melakukan upaya putus asa untuk menenangkan para pengunjuk rasa.
Krisis ekonomi dan politik menyebabkan protes luas terhadap Presiden Rajapaksa dan keluarganya, yang berpuncak pada pengunduran diri Mahinda sebagai perdana menteri pekan lalu menyusul kekerasan mematikan.
Pengunjuk rasa telah menolak penunjukan Wickremesinghe sebagai perdana menteri dan terus menuntut pengunduran diri Gotabaya Rajapaksa. Para pengunjuk rasa dan pakar menuduh Rajapaksa salah urus ekonomi yang mengarah ke krisis.
Meskipun mengakui masa-masa sulit di depan, pemimpin baru itu mendesak orang-orang untuk dengan sabar menanggung derita beberapa bulan ke depan dan bersumpah dia akan mengatasi krisis. Dia mengatakan pemerintah juga kehabisan uang tunai untuk menggaji 1,4 juta pegawai negeri pada bulan Mei, dan dia akan beralih ke pencetakan uang sebagai upaya terakhir.
"Melawan keinginan saya sendiri, saya terpaksa mengizinkan pencetakan uang untuk membayar pegawai sektor negara dan untuk membayar barang dan jasa penting," ujarnya.
Dia juga memperingatkan bahwa tarif bahan bakar dan listrik akan dinaikkan secara substansial dan pemerintahnya juga akan menjual maskapai nasional yang kehilangan pendapatan untuk mengurangi kerugian.
Sementara itu, di ibu kota, antrean panjang becak motor, alat transportasi paling populer di kota, terjadi di SPBU dalam penantian bahan bakar yang sia-sia. "Saya telah mengantre selama lebih dari enam jam," kata seorang pengemudi, Mohammad Ali, kepada kantor berita Reuters.
Masyarakat menghabiskan enam sampai tujuh jam di antrean hanya untuk mendapatkan bensin. Pengemudi lain, Mohammad Naushad, mengatakan pom bensin yang dia tunggu kehabisan bahan bakar. "Kami sudah di sini sejak pukul 07.00-08.00. Sampai sekarang masih belum jelas apakah ada bahan bakar minyak atau tidak," katanya.
Terpukul oleh pandemi COVID-19, kenaikan harga minyak dan pemotongan pajak oleh Rajapaksa, negara kepulauan strategis di Samudra Hindia tersebut berada di tengah krisis yang tak tertandingi sejak kemerdekaannya pada tahun 1948.
Wickremesinghe belum mengumumkan menteri-menteri kunci termasuk menteri keuangan, yang akan bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk bantuan keuangan yang sangat dibutuhkan negara.
Mantan Menteri Keuangan Ali Sabry telah mengadakan pembicaraan awal dengan pemberi pinjaman multilateral, tetapi dia mengundurkan diri bersama dengan Mahinda Rajapaksa minggu lalu.