Lengsernya PM Pakistan dan Isu Campur Tangan Amerika Serikat
Mohammad Faizal
Selasa, 19 April 2022, 16:02 WIB
Perdana Menteri (PM) Pakistan Imran Khan lengser oleh mosi tidak percaya Parlemen. Gonjang-ganjing politik itu disertai isu keterlibatan Amerika Serikat (AS).
PM Pakistan Imran Khan Terguling lewat Mosi Tidak Percaya
Perdana Menteri (PM) Pakistan Imran Khan akhirnya lengser dari jabatannya oleh mosi tidak percaya di Parlemen, Sabtu. Khan kehilangan kekuasaan, hanya beberapa hari setelah dia memblokir upaya mosi tidak percaya di Parlemen.
Pengesahan mosi pada hari Sabtu (9/4) terjadi setelah Mahkamah Agung Pakistan memutuskan bahwa mantan bintang kriket itu bertindak tidak konstitusional dengan sebelumnya memblokir proses pemungutan suara dan membubarkan Parlemen.
Khan sebelumnya mencoba untuk menghindari pemungutan suara dalam mosi tidak percaya dengan membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu lebih awal, tetapi keputusan Mahkamah Agung memerintahkan pemungutan suara di Parlemen untuk dilanjutkan.
Mosi tidak percaya, yang membutuhkan 172 suara di Parlemen dari 342 kursi, ternyata didukung oleh 174 anggota Parlemen.
"Kami tidak akan membalas dendam. Kami tidak akan memenjarakan orang, tetapi hukum akan berjalan," kata pemimpin oposisi Pakistan Shehbaz Sharif, dalam pidatonya setelah pemungutan suara yang menggulingkan Imran Khan, seperti dikutip Al Jazeera.
Mengantisipasi kekalahannya, Imran Khan, yang menuduh oposisi berkolusi dengan Amerika Serikat untuk menggulingkannya, pada hari Jumat meminta para pendukungnya untuk menggelar aksi unjuk rasa secara nasional pada hari Minggu (10/4/2022).
Pilihan Khan terbatas dan jika dia melihat jumlah pemilih yang besar dalam dukungannya, dia mungkin mencoba untuk menjaga momentum protes jalanan sebagai cara untuk menekan Parlemen untuk mengadakan pemilu dini.
Imran Khan (69) naik ke tampuk kekuasaan pada 2018 dengan dukungan militer, tetapi baru-baru ini kehilangan mayoritas suara Parlemen ketika sekutunya mundur dari pemerintahan koalisinya.
Partai-partai oposisi menyebut Khan telah gagal untuk menghidupkan kembali ekonomi yang terpukul oleh Covid-19. Dia juga dinilai gagal memenuhi janji untuk membuat Pakistan bebas korupsi.
Rusia Sebut AS Hukum Imran Khan karena Kebijakan Luar Negerinya
Gonjang-ganjing politik Pakistan terkait posisi Perdana Menteri (PM) Imran Khan menuai reaksi dari Rusia. Seteru sengit Amerika Serikat (AS) itu menguatkan tudingan bahwa Washington berada di belakang upaya tersebut.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia mengecam Amerika Serikat (AS) atas "campur tangan dalam urusan internal" Pakistan.
"Cara situasi berkembang tidak diragukan lagi bahwa Amerika Serikat memutuskan untuk menghukum Imran Khan karena ketidaktaatan: sekelompok wakil dari partai Perdana Menteri tiba-tiba membelot ke oposisi dan parlemen segera mengajukan pertanyaan tentang pemungutan suara mosi tidak percaya," papar juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.
Zakharova menunjukkan para pejabat Amerika telah memberikan "tekanan kasar" pada perdana menteri Pakistan dan memberinya ultimatum untuk menghentikan kunjungannya ke Moskow pada 23 hingga 24 Februari.
"Ketika dia benar-benar datang ke (Moskow), Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Asia Selatan dan Tengah Donald Lu memanggil Asad Majeed, duta besar Pakistan untuk Washington, dan menuntut agar kunjungan itu segera dihentikan, yang juga ditolak," ujarnya.
Zakharova kemudian melanjutkan dengan mengutip laporan pertemuan antara Majeed dan Lu pada 7 Maret. Dalam pertemuan itu, pejabat Amerika memperingatkan Duta Besar Pakistan tentang "konsekuensi" jika Khan, sebagai Perdana Menteri, selamat dari mosi tidak percaya.
Mosi itu diajukan di Majelis Nasional Pakistan pada hari berikutnya, pada 8 Maret, oleh pemimpin Oposisi Shahbaz Sharif, pemimpin Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N). Dia menggambarkan dugaan campur tangan AS sebagai upaya "tidak tahu malu".
Zakharova juga mengungkapkan harapan bahwa para pemilih Pakistan “diberitahu” tentang keadaan ini ketika mereka memberikan suara mereka di kotak suara dalam pemilu yang akan datang. Pernyataan pejabat Rusia itu muncul sehari setelah Khan akhirnya menyebut Lu sebagai pejabat Amerika yang telah mengeluarkan surat "ancaman" kepada Islamabad melalui Duta Besar Pakistan di AS.
Khan mengungkapkan hal ini di kediamannya saat berbicara dengan sekelompok anggota parlemen yang meninggalkan partai Pakistan Tehreek-e-Insaaf (PTI). Dia mengatakan bahwa pemerintahan Presiden AS Joe Biden tidak senang dengan perjalanannya ke Moskow pada 24 Februari, ketika Presiden Vladimir Putin mengumumkan dimulainya operasi militer khusus di Ukraina.
Sebelum 3 April, Khan belum mengungkapkan detail pasti dari "surat ancaman", yang pertama kali dia acungkan di depan ribuan orang pada pertemuan publik di Islamabad. Dia menjuluki surat itu sebagai "konspirasi asing" untuk menggulingkan pemerintahannya.
Dalam pidato langsung yang disiarkan televisi di seluruh Pakistan pada 31 Maret, Perdana Menteri Khan menuduh AS menghasut mosi tidak percaya terhadapnya untuk merusak "kebijakan luar negeri independen" Islamabad dalam pemerintahannya.
Khan bahkan "secara tidak sengaja" menyebut AS, yang kemudian dengan cepat mengoreksi dirinya sendiri. Sebelum pidatonya, Khan juga mengadakan pertemuan Komite Keamanan Nasional (NSC), yang terdiri dari kepemimpinan politik dan militer Pakistan. Dalam pertemuan tersebut, dia menyampaikan bukti konspirasi asing untuk menggulingkan pemerintahannya.
Setelah pertemuan NSC, Kantor Luar Negeri Pakistan mengatakan mereka telah mengeluarkan "manuver yang diperlukan" dari pemerintah asing melalui "saluran diplomatik". Khan sejak itu mengkonfirmasi bahwa nota protes telah diserahkan ke Kedutaan Besar Amerika di Islamabad atas dugaan campur tangan dalam politik internal Pakistan.
Meskipun Lu telah menghindari membenarkan atau menyangkal tuduhan yang ditujukan kepadanya oleh Perdana Menteri Khan, Gedung Putih telah menolak klaim telah ikut campur dalam politik Pakistan.
"Kami mengikuti perkembangan di Pakistan, dan kami menghormati dan mendukung proses konstitusional Pakistan dan supremasi hukum," papar Lu kepada harian India Hindustan Times dalam wawancara pada 2 April.
AS Ucapkan Selamat ke PM Baru Pakistan Setelah Imran Digulingkan
Pemerintah Amerika Serikat (AS) secara resmi mengucapkan selamat kepada Shehbaz Sharif karena menjadi perdana menteri (PM) baru Pakistan. Sharif berkuasa setelah pendahulunya, Imran Khan, digulingkan dalam mosi tidak percaya Parlemen pekan lalu.
Washington berharap momen pergantian pemimpin ini akan menandakan perbaikan hubungan kedua negara. Harapan itu tersirat dari pernyataan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Hubungan kedua negara rusak oleh retorika keras anti-AS mantan Perdana Menteri Imran Khan dan tuduhannya bahwa Washington beradai di balik penggulingannya. "Pakistan telah menjadi mitra penting dalam berbagai kepentingan bersama selama hampir 75 tahun dan kami menghargai hubungan kami," kata Blinken.
"Amerika Serikat mengucapkan selamat kepada Perdana Menteri Pakistan yang baru terpilih Shehbaz Sharif dan kami berharap dapat melanjutkan kerja sama jangka panjang kami," lanjut Blinken, seperti dikutip Reuters, Kamis (14/4/2022).
"Amerika Serikat memandang Pakistan yang kuat, makmur, dan demokratis sebagai hal yang esensial bagi kepentingan kedua negara kami," imbuh Blinken.
Pernyataan Blinken datang dua hari setelah Sharif (70), yang bersahabat dengan Barat, mengambil sumpah jabatan setelah berhari-hari kekacauan politik yang menyebabkan penggulingan Khan dalam mosi tidak percaya Parlemen.
Khan, mantan bintang kriket yang berubah menjadi politisi, berusaha untuk menggagalkan pemungutan suara dengan membubarkan Parlemen dan mengadakan pemilu dini setelah mengeklaim bahwa Washington berkolusi dengan lawan-lawan politiknya untuk menggulingkannya.
Namun Khan (69) tidak memberikan bukti atas tuduhannya, yang telah dibantah oleh Amerika Serikat. Pengadilan Tertinggi Pakistan menyatakan tindakan Khan tidak konstitusional dan memerintahkan pemungutan suara Parlemen untuk dilanjutkan. Mayoritas anggota Parlemen mendukung penggulingan Khan pada hari Minggu.
Terlepas dari nada hangat Blinken, para analis mengatakan mereka tidak mengharapkan Washington untuk mencari perluasan hubungan yang signifikan, tetapi sebagian besar tetap fokus pada kerja sama keamanan, terutama pada kontraterorisme dan Afghanistan.
Para analis mengatakan mereka memperkirakan Sharif, saudara dari mantan perdana menteri Nawaz Sharif, akan disibukkan dengan masalah-masalah domestik yang mendesak, terutama mencoba mengatasi krisis ekonomi yang serius.
Militer Pakistan Sangkal Konspirasi AS Lengserkan Imran Khan
Militer Pakistan menepis tudingan adanya campur tangan Amerika Serikat (AS) dalam pelengseran mantan Perdana Menteri Imran Khan melalui mosi tidak percaya di parlemen. Tudingan tersebut awalnya diutarakan oleh Khan dalam pidatonya.
Khan (69), yang memimpin negara Asia Selatan bersenjata nuklir berpenduduk 220 juta orang selama tiga setengah tahun, menuduh Washington mendukung penggulingannya karena dia telah mengunjungi Moskow melawan saran AS. Washington membantah tuduhan itu.
Khan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 24 Februari, hari dimana pasukan Rusia secara brutal menginvasi negara tetangganya Ukraina.
Khan awalnya memblokir langkah mosi tidak percaya itu, dengan mengatakan sebuah forum para pemimpin sipil dan militer, Komite Keamanan Nasional (NSC), telah mendukung dugaan konspirasi tersebut.
Namun juru bicara militer, Mayor Jenderal Babar Iftikhar, membantahnya. "Anda dapat melihat dengan jelas apakah ada kata konspirasi dalam pernyataan itu. Saya rasa tidak," katanya dalam konferensi pers seperti dikutip dari Al Araby, Jumat (15/4/2022).
Iftikhar mengacu pada pernyataan NSC bulan ini yang menyatakan keprihatinan atas bahasa non-diplomatik yang digunakan dalam kabel dari "negara asing", yang secara luas dianggap berarti Amerika Serikat, tentang mosi tidak percaya.
Iftikhar juga membantah pernyataan Khan bahwa kepala staf militer, Jenderal Qamar Javed Bajwa, telah menawarkan untuk membantu menengahi kebuntuannya dengan oposisi. Sebaliknya, katanya, Khan telah meminta Bajwa untuk menyampaikan kepada oposisi atas namanya bahwa dia akan mengadakan pemilihan umum cepat jika mosi tidak percaya itu ditarik.
"(Bajwa) pergi ke oposisi dan mengajukan permintaan ini di depan mereka, dan setelah diskusi rinci mereka mengatakan bahwa mereka tidak akan mengambil langkah seperti itu, dan bahwa 'kami akan melanjutkan seperti yang telah kami rencanakan'," kata Iftikhar. Dia juga mengklarifikasi bahwa Amerika Serikat tidak pernah meminta pangkalan militer di Pakistan setelah penarikan pasukan pimpinan AS dari Afghanistan Agustus lalu.
Partai Khan mengatakan bahwa Washington berbalik melawannya setelah dia mengatakan "sama sekali tidak" dalam sebuah wawancara TV sebagai tanggapan atas pertanyaan apakah dia akan memberikan pangkalan itu kepada Amerika. Majelis rendah parlemen Pakistan akhirnya memberikan suara mendukung pencopotan Khan dari jabatannya pada Minggu lalu.
Partai-partai oposisi dan analis mengatakan militer membantu Khan memenangkan pemilu pada 2018, yang dibantah keduanya, tetapi dukungan itu berkurang setelah perselisihan mengenai penunjukan kepala intelijen negara itu akhir tahun lalu.
Mantan menteri informasi Khan, Fawad Chaudhry, menyerukan pembentukan komisi yudisial untuk menyelidiki tuduhan bahwa AS berkonspirasi untuk menggulingkan Khan. Khan telah menyiarkan tuduhan konspirasi dalam demonstrasi publiknya, menuntut percepatan pemilu cepat. Pemilihan umum parlemen berikutnya sendirinya dijadwalkan pada 2023.