Saling Cerca, Mengutuk Dalang di Balik Pembantaian Bucha
Mohammad Faizal
Kamis, 07 April 2022, 19:32 WIB
Di tengah kecamuk perang, dunia dikejutkan kabar horor dari Bucha, Ukraina. Ratusan warga sipil diduga jadi korban pembantaian, bergelimpangan di seantero kota.
Horor di Bucha, Korban Pembantaian Bergelimpangan di Jalan
Kabar mengejutkan sekaligus mengerikan muncul di tengah panasnya perang Rusia-Ukraina. Hampir 300 orang, diduga warga sipil korban pembantaian, ditemukan di Bucha, sebuah kota komuter di luar Ibu Kota Ukraina, Kiev.
Hal itu diungkapkan Wali Kota Bucha setelah tentara Ukraina merebut kembali kota penting itu dari Rusia. "Di Bucha, kami telah menguburkan 280 orang di kuburan massal," kata Wali Kota Bucha Anatoly Fedoruk kepada AFP melalui telepon.
Dia mengatakan jalan-jalan kota yang hancur parah dipenuhi dengan mayat. "Semua orang ini dibunuh, ditembak di bagian belakang kepala," kata Fedoruk seperti dilansir dari Al Arabiya, Minggu (3/4/2022).
Sang wali kota mengatakan, korban-korban terdiri dari pria dan wanita, dan dia juga telah melihat seorang anak laki-laki berusia 14 tahun di antara yang tewas. "Banyak dari mayat-mayat itu dibalut perban putih untuk menunjukkan bahwa mereka tidak bersenjata," ungkapnya.
Ia menambahkan di kota itu banyak mobil di jalan-jalan dengan isi seluruh keluarga yang terbunuh: anak-anak, wanita, nenek, pria. Dia juga mengklaim beberapa korban tampak telah mencoba menyeberangi sungai Buchanka ke wilayah yang dikuasai Ukraina dan kemudian terbunuh. "Ini adalah konsekuensi dari pendudukan Rusia," cetusnya.
Fedoruk mengatakan tidak mungkin untuk mengatakan berapa banyak warga sipil yang tewas selama pertempuran dengan pasukan Rusia. Pihak berwenang menurutnya akan membersihkan mayat setelah penyapu ranjau memberi mereka lampu hijau dalam 3-4 hari.
Pasukan Ukraina kembali menguasai Bucha minggu ini. Kota itu tidak dapat diakses selama hampir sebulan karena dikuasai oleh pasukan Rusia.
Sebut Tragedi Bucha Kejahatan Perang, Biden Desak Putin Diadili
Tak menunggu lama setelah kabar pembantaian di Kota Bucha tersiar, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden langsung bereaksi. Pada Senin (4/4/2022), Biden menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan kejahatan perang dan menyerukan agar pemimpin Rusia itu diadili.
Tuduhan Biden ini menambah deras kecaman global atas pembunuhan warga sipil di Kota Bucha, Ukraina. "Anda melihat apa yang terjadi di Bucha," kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih. "Ini menjamin dia adalah penjahat perang," lanjut Biden, seperti dikutip dari Reuters.
Penemuan kuburan massal dan mayat terikat yang kelihatannya ditembak dari jarak dekat di Bucha, di luar Kiev, sebuah kota yang direbut kembali oleh pasukan Ukraina dari pasukan Rusia, tampaknya akan memicu AS dan Eropa untuk menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Moskow.
"Kami harus mengumpulkan informasi. Kami harus terus menyediakan senjata yang dibutuhkan Ukraina untuk melanjutkan pertempuran. Dan, kami harus mendapatkan semua detailnya, sehingga ini bisa menjadi kenyataan, mengadakan pengadilan kejahatan perang," papar Biden.
“Putin brutal. Dan, apa yang terjadi di Bucha keterlaluan, dan semua orang melihatnya," kata Biden ketika utusan PBB-nya mengumumkan Washington akan meminta penangguhan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Sementara, Kremlin dengan tegas membantah tuduhan terkait pembunuhan warga sipil, termasuk di Bucha. Kremlin menyebut, kuburan dan mayat telah direkayasa oleh Ukraina untuk menodai Rusia.
Di bagian lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut pembunuhan itu sebagai "genosida" dalam pidatonya dari Bucha pada hari Senin, ketika wartawan memasuki kota itu dan mendokumentasikan kehancurannya.
Kednati demikian, pejabat pertahanan AS mengatakan bahwa Pentagon tidak dapat secara independen mengkonfirmasi kekejaman terhadap warga sipil di salah satu kota di Ukraina tersebut.
Gara-gara Bucha, Rusia Terancam Ditendang dari Dewan HAM PBB
Keanggotaan Rusia terancam ditangguhkan dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB akibat pembantaian di Kota Bucha, Ukraina. Militer Rusia menjadi tersangka utama aksi keji tersebut, meski belum ada bukti-bukti nyata mengenai dalang sebenarnya.
Langkah penangguhan Rusia di Dewan HAM PBB diprakarsai oleh Amerika Serikat (AS) sebagai tanggapan atas penemuan ratusan mayat setelah pasukan Rusia menarik diri dari kota-kota dekat ibukota Ukraina, Kiev, yang memicu seruan agar pasukannya diadili atas kejahatan perang.
Majelis Umum PBB akan menggelar pemungutan suara mengenai apakah akan menangguhkan Rusia dari badan Dewan HAM PBB atau tidak. Juru bicara Majelis Umum PBB Paulina Kubiak mengatakan, sesi khusus darurat majelis di Ukraina akan dilanjutkan pada Kamis pukul 10 pagi waktu setempat ketika resolusi "untuk menangguhkan hak-hak keanggotaan Federasi Rusia di Dewan HAM" akan dilakukan pemungutan suara.
Sementara Dewan HAM PBB berbasis di Jenewa, para anggotanya dipilih oleh Majelis Umum yang beranggotakan 193 negara untuk masa jabatan tiga tahun. Resolusi Maret 2006 yang membentuk Dewan HAM PBB menyatakan bahwa majelis dapat menangguhkan hak keanggotaan suatu negara yang melakukan pelanggaran berat dan sistematis terhadap hak asasi manusia.
Resolusi singkat yang akan dipilih menyatakan "keprihatinan besar atas krisis hak asasi manusia dan kemanusiaan yang sedang berlangsung di Ukraina, khususnya atas laporan pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Federasi Rusia, termasuk pelanggaran berat dan sistematis dan pelanggaran HAM," seperti dikutip dari ABC News.
Agar disetujui atau tidak, resolusi tersebut membutuhkan dua pertiga mayoritas anggota majelis yang memilih "ya" atau "tidak." Suara abstain tidak dihitung.
Pada 24 Maret lalu, Majelis Umum PBB memberikan suara 140-5 dengan 38 abstain terhadap resolusi menyalahkan Rusia atas krisis kemanusiaan di Ukraina dan mendesak gencatan senjata segera serta perlindungan bagi jutaan warga sipil dan rumah, sekolah dan rumah sakit penting untuk kelangsungan hidup mereka.
Pemungutan suara itu hampir persis sama dengan resolusi 2 Maret yang diadopsi majelis yang menuntut gencatan senjata Rusia segera, penarikan semua pasukannya dan perlindungan bagi semua warga sipil. Suara saat itu 141-5 dengan 35 abstain.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield membuat seruan agar Rusia dicopot dari kursinya di Dewan HAM yang beranggotakan 47 orang setelah video dan foto korban pembantaian di Kota Bucha beredar. "Kami percaya bahwa anggota pasukan Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina, dan kami percaya bahwa Rusia harus bertanggung jawab," kata Thomas-Greenfield, awal pekan ini.
Dengan keras dia bahkan menyebut partisipasi Rusia di Dewan HAM adalah lelucon. "Gambaran dari Bucha dan kehancuran di seluruh Ukraina mengharuskan kita sekarang untuk mencocokkan kata-kata kita dengan tindakan," katanya.
Menanggapi tudingan itu, Duta Besar Rusia di Jenewa, Gennady Gatilov, menyebut tindakan AS itu sebagai "keberanian yang tidak berdasar dan murni emosional yang terlihat bagus di depan kamera – seperti yang disukai AS." "Washington mengeksploitasi krisis Ukraina untuk keuntungannya sendiri dalam upaya untuk mengecualikan atau menangguhkan Rusia dari organisasi internasional," kata Gatilov.
Rusia dan empat anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto - Inggris, China, Prancis, dan Amerika Serikat - semuanya saat ini memiliki kursi di Dewan HAM, yang bergabung kembali dengan AS tahun ini.
Rusia Sebut Pembantaian Bucha Provokasi dan Rekayasa
Selama akhir pekan, pihak berwenang dan media Ukraina mengedarkan rekaman dari Kota Bucha yang memperlihatkan sejumlah mayat di jalan-jalan kota. Rusia yang dituding oleh Kiev sebagai pelaku kekejian itu membantah keras.
Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa semua foto dan video adalah "provokasi" yang sengaja dipentaskan untuk mendiskreditkan Moskow. Pihak Rusia menegaskan, pasukannya telah sepenuhnya ditarik dari kota itu pada awal 30 Maret.
Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev mengecam provokasi Bucha dan informasi di rumah sakit bersalin Mariupol sebagai, "Palsu yang dibuat dalam imajinasi sinis propaganda Ukraina."
"Pemalsuan ini dibuat untuk sejumlah besar uang oleh banyak agen Public Relation (PR) dan 'pabrik troll' yang diawasi pemerintah Barat dan NGO 'lentur' mereka." Medvedev bahkan menambahkan bahwa batalyon nasionalis Ukraina siap membunuh warga sipil demi memfitnah dan menuding Rusia tidak manusiawi.
"Hari demi hari, berita tentang 'cerita horor' dan 'kemenangan' (oleh Angkatan Darat Ukraina) menjadi lebih delusi. Namun, mesin palsu Kiev tidak berhenti pada apa pun!" tegas Medvedev.
Dia juga menunjuk pada penyebaran ideologi Nazi di kalangan militer Ukraina, menekankan di hampir setiap unit Angkatan Darat Ukraina yang disita oleh pasukan Rusia, spanduk, literatur, dan poster Nazi ditemukan. "Ini bukan permainan estetika fasis seperti yang coba dibuktikan orang Barat kepada kami. Ini adalah ideologi," tegasnya.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov menggambarkan provokasi Bucha sebagai "serangan palsu lainnya" yang coba digunakan Ukraina untuk melawan Rusia.
Dia menekankan adegan mengerikan di Bucha dipentaskan setelah pasukan Rusia meninggalkan kota, dengan pihak berwenang Ukraina, yang dibujuk oleh "pelindung Barat" mereka, mempromosikan "video palsu" dari Bucha melalui media sosial.
"Prajurit Rusia meninggalkan kota ini pada 30 Maret, pada tanggal 31 Maret walikota kota dengan sungguh-sungguh mengatakan semuanya beres, dan 2 hari kemudian kita melihat bagaimana pertunjukan itu diselenggarakan di jalanan, yang sekarang mereka coba gunakan untuk tujuan anti-Rusia," ujar Lavrov.
Ini terjadi setelah media Ukraina dan Barat menuduh Rusia berada di balik pembunuhan massal warga sipil di Bucha ketika mereka menyebarkan rekaman yang menunjukkan mayat berserakan di jalan-jalan kota.
Moskow dengan keras menolak tuduhan itu, menyebut rekaman dari Bucha sebagai "provokasi lain" yang diproduksi Kiev secara khusus untuk media di Barat.
Bulan lalu, juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov menolak klaim keterlibatan Rusia dalam serangan 9 Maret di rumah sakit bersalin Mariupol sebagai "provokasi informasi oleh Kiev".
Dia menekankan rezim gencatan senjata telah diumumkan pasukan Rusia pada 9 Maret untuk memungkinkan evakuasi penduduk Mariupol, dan bahwa pesawat Rusia tidak terbang di atas kota hari itu. Militer Rusia juga berulang kali memperingatkan tentang kehadiran pasukan Ukraina dan militan resimen neo-Nazi Azov di rumah sakit kota itu.
Hindari Saling Tuding, China Minta Pembantaian Bucha Diselidiki
Saling tuding mengenai dalang pembunuhan massal di Bucha membuat China ikut buka suara. China mengatakan gambar-gambar kematian warga sipil di Bucha, Ukraina, "sangat mengganggu" tetapi jangan ada yang disalahkan sampai semua fakta diketahui.
"China mendukung semua inisiatif dan langkah-langkah yang kondusif untuk mengurangi krisis kemanusiaan di negara itu, dan siap untuk terus bekerja sama dengan komunitas internasional untuk mencegah bahaya apa pun terhadap warga sipil,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian.
"Kebenaran dan penyebab insiden itu harus diverifikasi. Semua pihak harus menahan diri dan menghindari tuduhan yang tidak berdasar sebelum kesimpulan penyelidikan ditarik," imbuhnya seperti dilansir dari ABC News, Rabu (6/4/2022).
Zhao juga kembali mengulangi keberatan China terhadap sanksi, sambil menuduh Amerika Serikat (AS) telah memanipulasi situasi untuk mendapat keuntungan dari kekacauan dan menghasilkan banyak uang.
"Sejarah dan kenyataan telah membuktikan bahwa sanksi tidak membawa perdamaian dan keamanan, tetapi hanya membawa kerugian - kalah atau kerugian berlipat, menambah ekonomi dunia yang sudah sulit dan berdampak pada sistem ekonomi dunia yang ada," kata Zhao.
Pernyataan Zhao menegaskan pernyataan Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun, yang sebelumnya menyerukan penyelidikan dan juga menggambarkan laporan serta gambar kematian warga sipil di Bucha sebagai "sangat mengganggu."
"Keadaan yang relevan dan penyebab spesifik dari insiden itu harus diverifikasi dan ditetapkan,” kata Zhang dalam pidatonya pada Dewan Keamanan pada Selasa (5/4).
Dia mengatakan, sebelum gambaran lengkapnya jelas, semua pihak harus menahan diri dan menghindari tuduhan yang tidak berdasar. China yang telah menyerukan pembicaraan sementara juga menolak untuk mengkritik Rusia.
China juga menentang sanksi ekonomi terhadap Moskow dan menyalahkan Washington serta NATO karena memprovokasi perang dan memicu konflik dengan mengirim senjata ke Ukraina.
Tagar China mengungkapkan insiden kematian Bucha harus diselidiki secara menyeluruh menjadi topik yang tren di Weibo, Twitter versi China, dengan hampir 30 juta views dan lebih dari 500 diskusi pada Rabu sore.
Terlepas dari sikap pro-Rusia yang secara teratur menyensor postingan, pendapat terbagi antara dukungan untuk Moskow, menuntut Rusia bertanggung jawab, tuduhan tidak dapat dipercaya terhadap Barat dan Ukraina, serta menyerukan penyelidikan yang tidak memihak.