Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Penentu Hilal Awal Ramadhan
Andryanto Wisnuwidodo
Jumat, 01 April 2022, 01:22 WIB
Cara menentukan awal Ramadhan penting diketahui umat muslim yang memakai dua metode, rukyat dari penglihatan bulan secara fisik dan hisab perhitungan astronomi.
Begini Cara Menentukan Awal Ramadhan Berdasarkan Hadis Nabi
Cara menentukan awal Ramadhan perlu diketahui umat muslim. Secara umum, ada dua metode dalam penentuan awal bulan Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya dalam kalender Qomariyah (Hijriyah). Pertama, didasarkan pada penglihatan bulan secara fisik atau disebut Rukyatul Hilal bil Fi'ly. Kedua, metode perhitungan astronomi (Hisab). Metode Hisab ini dipakai untuk membantu prosesi rukyat.
Di Indonesia, pemerintah menjadikan Ru'yatul Hilal sebagai dasar penetapan awal bulan Qamariyah, khususnya Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah atau bulan lainnya. Dilansir dari NU Online, Jumhurul Madzahib (mayoritas imam mazhab selain Syafi'iyyah) berpendapat bahwa pemerintah sebagai Ulil Amri dibolehkan menjadikan Ru'yatul Hilal.
Adapun dasar Hukumnya antara lain: 1. Hadis Muttafaq 'Alaihi yang Berbunyi: حدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Artinya: "Berpuasalah kalian pada saat kalian telah melihatnya (bulan), dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya (hilal bulan Syawal) Dan apabila tertutup mendung bagi kalian maka genapkanlah bulan Sya'ban menjadi 30 hari." (HR Al-Bukhari 1776 dan Imam Muslim 5/354)
Dari hadis di atas, Rasulullah SAW menetapkan "melihat bulan" (rukyatul hilal) sebagai causa prima dari permulaan ibadah puasa dan permulaan Idul Fitri, dan bukan dengan sudah wujud tidaknya ataupun apalagi cara menghitungnya.
Dari redaksi ucapan Rasulullah SAW di atas menyuruh umat muslim menyempurnakan bulan Sya'ban sebanyak 30 hari apalagi tidak berhasil melihat walaupun secara perhitungan astronomi (hisab) mungkin sudah ada.
2. Hadis Pengakuan Badui Melihat Hilal Ramadhan Pada masa Rasulullah SAW, beliau memerintahkan puasa langsung setelah datang kepada beliau persaksian seorang muslim tanpa menanyakan asal si saksi, apakah dia melihatnya di daerah mathla' yang sama dengan beliau atau berjauhan. Berikut hadisnya:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُومُوا غَدًا
Artinya: "Datang seorang Badui ke Rasulullah SAW seraya berkata: Sesungguhnya aku telah melihat hilal. (Hasan, perawi hadits menjelaskan bahwa hilal yang dimaksud sang badui yaitu hilal Ramadhan). Rasulullah SAW bersabda: Apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah? Dia berkata: Benar. Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata: Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Dia berkata: Ya benar. Kemudian Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berpuasa besok." (HR Abu Daud 283/6)
3. Kitab Fathul Qodir Fiqh Mazhab Hanafi pada jilid ke 4 hal 291وَإِذَا ثَبَتَ فِي مِصْرَ لَزِمَ سَائِرَ النَّاسِ فَيَلْزَمُ أَهْلَ الْمَشْرِقِ بِرُؤْيَةِ أَهْلِ الْمَغْرِبِ فِي ظَاهِرِ الْمَذْهَبِ
Artinya: "Apabila telah ditetapkan bahwa hilal telah terlihat di sebuah kota, maka wajib hukumnya penduduk yang tinggal di belahan bumi Timur untuk mengikuti ketetapan ru'yah yang telah diambil kaum muslimin yang berada di belahan bumi Barat".
Dalam ta'bir di atas dijelaskan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam yang tinggal di daerah Timur untuk mengikuti ketetapan ru'yah yang telah diambil oleh kaum muslimin di wilayah Barat. Dan sebaliknya, apabila mereka yang tinggal di wilayah Timur terlebih dahulu telah melihat dan menetapkannya, maka kewajibannya lebih utama karena secara otomatis umat Islam bagian Timur terlebih dahulu melihat hilal dari pada mereka yang tinggal di Barat.
4. Kitab Furu' Milik ibn Muflih fiqh Mazhab Hambali Juz 4 hal 426 إِنْ ثَبَتَتْ رُؤْيَتُهُ بِمَكَانٍ قَرِيبٍ أَوْ بَعِيدٍ لَزِمَ جَمِيعَ الْبِلَادِ الصَّوْمُ ، وَحُكْمُ مَنْ لَمْ يَرَهُ كَمَنْ رَآهُ وَلَوْ اخْتَلَفَتْ الْمَطَالِعُ
Artinya: "Apabila bulan telah terlihat dalam suatu tempat, baik jaraknya dekat atau jauh dari wilayah lain, maka wajib seluruh wilayah untuk berpuasa mengikuti ru'yah wilayah tersebut. Hukum ini juga berlaku bagi mereka yang tidak melihatnya sepertihalnya mereka yang melihatnya secara langsung, dan perbedaan wilayah terbit bukanlah penghalang dalam penerapan hukum ini."
5. Kitab Mawahib Jalil fi Syarh Mukhtashor Syaikh Kholil juz 6 hal 396أَمَّا سَبَبُهُ أَيْ الصَّوْمِ فَاثْنَانِ الْأَوَّلُ : رُؤْيَةُ الْهِلَالِ وَتَحْصُلُ بِالْخَبَرِ الْمُنْتَشِرِ
Artinya: "Adapun sebab diwajibkannya puasa ada dua, yang pertama: terlihatnya bulan, dengan syarat ru'yahnya melalui kabar yang sudah tersebar luas." Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penetapan bulan Ramadhan hanya ditetapkan dengan terlihatnya bulan tanpa disebutkan adanya syarat-syarat lain untuk diterimanya ru'yah ini, yaitu di antaranya tanpa dengan menyebutkan ketentuan perbedaan terbitnya bulan pada wilayah yang berjauhan (ikhtilaf matholi').
6. Bughyatul Mustarsyidin
لاَ يَثْبُتُ رَمَضَانُ كَغَيْرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ إِلاَّ بِرُؤْيَةِ الْهِلاَلِ أَوْ إِكْمَالِ الْعِدَّةِ ثَلاَثِيْنَ بِلاَ فَارِقٍ
Artinya: "Bulan Ramadhan sama seperti bulan lainnya tidak tetap kecuali dengan melihat hilal, atau menyempurnakan bilangan menjadi tiga puluh hari."
7. Al-'Ilm al-Manshur fi Itsbat al-Syuhurقَالَ سَنَدُ الْمَالِكِيَّةِ لَوْ كَانَ اْلإِمَامُ يَرَى الْحِسَابَ فِي الْهِلاَلِ فَأَثْبَتَ بِهِ لَمْ يُتْبَعْ لإِجْمَاعِ السَّلَفِ عَلَى خِلاَفِهِ
Artinya: "Para tokoh Mazhab Malikiyah berpendapat: "Bila seorang penguasa mengetahui hisab tentang (masuknya) suatu bulan, lalu ia menetapkan bulan tersebut dengan Hisab, maka ia tidak boleh diikuti, karena ijma' ulama salaf bertentangan dengannya."
Bagaimana Jika Malam ke-30 Sya'ban Tidak Terlihat Hilal? Apabila pada malam ke-30 Sya'ban belum juga terlihat hilal karena terhalangi oleh awan atau mendung maka bulan Sya'ban disempurnakan menjadi 30 hari. Melansir dari Kemenag Jawa Barat dijelaskan, salah seorang ulama Syafi'i, Al-Mawardi rahimahullah mengatakan, "Allah Ta'ala memerintahkan kita untuk berpuasa ketika diketahui telah masuk awal bulan. Untuk mengetahuinya adalah dengan salah satu dari dua perkara. Boleh jadi dengan Ru'yah Hilal untuk menunjukkan masuknya awal Ramadhan. Atau boleh jadi pula dengan menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.
Karena Allah menetapkan bulan tidak pernah lebih dari 30 hari dan tidak pernah kurang dari 29 hari. Jika terjadi keragu-raguan pada hari ke-29, maka berpeganglah dengan yang yakin yaitu hari ke-30 dan buang jauh-jauh keraguan yang ada."
Demikian cara menentukan awal Ramadhan yang lazim digunakan mayoritas umat muslim di Indonesia. Perlu diketahui, pengalaman tahun-tahun sebelumnya, metode Rukyatul Hilal bil Fi'ly dan metode perhitungan Hisab pernah beberapa kali terjadi perbedaan menentukan awal Ramadhan dan idul Fithri.
Apabila terjadi perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan, hendaknya umat muslim di Indonesia saling menghargai dan menghormati. Semoga tahun ini tidak ada perbedaan dalam menentukan awal puasa Ramadhan.Aamiin!
Wallahu A'lam
Mengenal 2 Metode Penentuan Hilal Ramadhan, Ini Perbedaannya
Metode penentuan hilal atau penanda awal bulan Hijriyah perlu dipahami umat Islam. Ada dua metode yang selalu berpolemik, yaitu metode Rukyatul Hilal bil Fi'ly (Rukyat) dan metode Hisab (perhitungan astronomi).
Hilal adalah istilah Arab untuk bulan sabit pertama atau bulan baru setelah ijtima'. Bulan sabit muda pertama ini dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi (ijtima', bulan baru) pada arah dekat matahari terbenam yang menjadi acuan permulaan bulan dalam kalender Islam.
Pengalaman tahun-tahun sebelumnya, penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan bulan-bulan lain dalan kalender Hijriyah sering terjadi perbedaan di Indonesia. Hal ini kerap menyita energi umat Islam. Perbedaan metode rukyat (pengamatan hilal) dan metode hisab (perhitungan astronomi) memang sulit untuk disatukan. Butuh toleransi konsepsi dan penggabungan antarkedua konsep yang nantinya melahirkan titik temu.
Berikut Dalil penentuan awal bulan Qomariyah:
يَسۡـــَٔلُوۡنَكَ عَنِ الۡاَهِلَّةِ ؕ قُلۡ هِىَ مَوَاقِيۡتُ لِلنَّاسِ وَالۡحَجِّ ؕ وَلَيۡسَ الۡبِرُّ بِاَنۡ تَاۡتُوا الۡبُيُوۡتَ مِنۡ ظُهُوۡرِهَا وَلٰـكِنَّ الۡبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَاۡتُوا الۡبُيُوۡتَ مِنۡ اَبۡوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, "Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji." Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (QS Al-Baqarah: 189)Dalam Hadis diterangkan, Humaid bin Mas’adah Al-Bahily bercerita kepadaku: Bisr bin Mufadhal bercerita kepada kami: Salamah bin Al-Qamah bercerita kepada kami, dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar, Ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah bersabda: (jumlah bilangan) bulan ada 29 hari. Apabila kalian melihat hilal (Ramadhan) , maka berpuasalah. Dan apabila kalian melihat hilal (Syawal) maka berbukalah. Namun apabila kalian terhalangi (oleh mendung) maka kadarkanlah." (HR Muslim)
Mari kita lihat perbedaan keduanya dilansir dari Jurnal "Fiqih Hisab Rukyah di Indonesia" karya Dosen STAIN Kudus, Jaenal Arifin.
1. Metode Rukyatul Hilal Rukyah secara harfiah berarti melihat. (Ahmad Warson Munawwir, 1984). Arti yang paling umum adalah melihat dengan mata kepala. Yang dimaksud di sini adalah ru'yah al-hilal, yakni melihat atau mengamati hilal pada saat matahari terbenam menjelang awal bulan Qomariyyah dengan mata atau teleskop.
Dalam astronomi dikenal dengan observasi. Dengan demikian, rukyah adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit untuk pertama kalinya setelah ijtima' (konjungsi), yaitu saat matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang. Dalam pendekatan astronomi, konjungsi merupakan peristiwa saat matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari. (Ibnu Mandzur, 2007)
Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah matahari terbenam (Maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis.
Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai Maghrib hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
2. Metode Hisab dan Wujud Al-Hilal Hisab menurut bahasa berarti hitungan, perhitungan, arithmetic (ilmu hitung), reckoning (perhitungan), calculus (hitung), computation (perhitungan), estimation (penilaian, perhitungan), appraisal (penaksiran). (Muhyiddin Khazin, 2004)
Sementara menurut istilah, hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan. Apabila hisab ini dalam penggunaannya dikhususkan pada hisab waktu atau hisab awal bulan maka yang dimaksudkan adalah menentukan kedudukan matahari atau bulan sehingga diketahui kedudukan matahari dan bulan tersebut pada bola langit pada saat-saat tertentu. (Susiknan Azhari, 2007)
Dasar digunakannya hisab sebagai metode dalam penentuan awal bulan Qamariyah adalah QS Al-Baqarah Ayat 185 dan 189; QS Yunus Ayat 5.
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Maka jika mendung terhadapmu, perkirakanlah sampai hari ke 30". Riwayat Imam Al-Bukhari: "Maka sempurnakanlah sampai hitungan 30 hari."
Perbedaan Metode Rukyat dan Hisab 1. Metode Rukyat - Dari sisi matla, terjadi perbedaan antara sedunia, senegara, dan semasafattul qasri.
- Dari saksi, terjadi perbedaan tentang keadilan dan bilanganya.
- Dari sisi alat, terjadi perbedaan pendapat antara yang boleh menggunakan alat dengan yang tidak boleh menggunakan alat.
- Dari sisi laporan, terjadi perbedaan antara pendapat yang mengharuskannya sesuai dengan metodologirukyat yaitu hisab dengan pendapat yang tidak mengharuskan.
- Dari sisi penetapan, terjadi perbedaan pendapat yang mengharuskan rukyat ditetapkan oleh hakim/pemerintah agar mempunyai daya laku secara umum, dengan pendapat yang tidak mengharuskannya.
2. Metode Hisab Dari sisi perhitungan terjadi perbedaan pendapat antar urfi dan haqiqi yaitu:
- Dari sisi haqiqi, terjadi perbedaan internal antara posisi hilal dan ijtima’
- Dari metode posisi hilal, terjadi perbedaan antara yang yang satu dengan yang lain tentang ufuk, ufuk haqiqi, ufuk mar’i, dan imkanur rukyat.
- Dalam metode ijtima' terjadi perbedaan tentang batas yaitu qabla ghurub dan qabla fajri.
- Dalam metode posisi hilal, terjadi perbedaan pendapat dalam segi metode perhitungannya, yaitu antara hisab taqribi dan haqiqi.
- Hisab taqribi haqiqi adalah prosedur sederhana, tanpa special trigonometri, koreksinya relatif sedikit.
- Hisab haqiqi tahqiqi adalah prosedur sedikit panjang, mempergunakan special trigonometri, koreksinya relatif banyak.
Penggabungan Kedua Konsep Bisa Jadi Solusi Hisab dan rukyat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Artinya, berpegang kepada hisab saja dan mengabaikan rukyah merupakan sunnah yang tidak diajarkan Rasulullah SAW. Sebaliknya menggunakan rukyah saja tanpa hisab itu pasti akan tersesat karena tidak didukung dengan keilmuan yang membidangi sehingga melahirkan ketidakakurasian rukyah tersebut.
Hal ini disebabkan kedua metode tersebut saling melengkapi tidak saling menjatuhkan hasil akhir hisab diproses melalui penggunaan pemikiran matematis. Kemampuan memadukan sistem hisab dan rukyat dapat menembus benteng ketegangan dan kekakuan pandangan para ahli hisab dan para ahli rukyat.
Tugas kita adalah meningkatkan kualitas hisab dalam rangka membantu pelaksanaan rukyat. Kemudian meningkatkan cara pelaksanaan rukyat demi persatuan umat Islam secara umum. Hal ini dilakukan untuk menjaga ukhuwah Islamiyah.
Wallahu A'lam
Bagaimana Lihat Hilal Ramadhan? Ini Penjelasan Ustaz Abdul Somad
Dalam satu hadis dinyatakan, “Berpuasalah kamu ketika melihat bulan dan berhari rayalah kamu ketika melihat bulan”. Apakah kata ‘melihat’ di sini boleh diinterpretasikan sebagai melihat secara ilmiah, bukan melihat dengan mata kepala, untuk menyatukan awal bulan Ramadhan ?
Ustaz Abdul Somad memberi penjelasan seputar hilal (bulan sabit muda pertama) seperti dikutip dari bukunya “30 Fatwa Seputar Ramadhan” yang merujuk kepada fatwa tiga ulama besar Al-Azhar; Syekh ‘Athiyyah Shaqar, Syekh DR Yusuf al-Qaradhawi dan Syekh DR Ali Jum’ah.
Berikut penjelasan Ustaz Abdul Somad:Tema penyatuan awal Ramadhan yang selanjutnya mengarah kepada penyatuan hari raya di seluruh negeri-negeri Islam adalah tema yang dibahas para ahli Fiqh pada abad-abad pertama. Juga dibahas para ulama di Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah (Lembaga Riset Islam) pada beberapa tahun terakhir.
Semuanya sepakat bahwa tidak ada kontradiksi antara agama Islam dan ilmu pengetahuan, agama Islam sendiri menyerukan ilmu pengetahuan. Dalam masalah ini, hadits mengaitkan puasa dan hari raya dengan melihat Hilal, jika tidak terlihat dengan mata kepala, maka kita menggunakan ilmu pengetahuan.
Bimbingan agar menyempurnakan jumlah hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari adalah arahan untuk menghormati Hisab yang merupakan salah satu bentuk ilmu pengetahuan. Mereka yang mengamati Hilal menggunakan teropong yang merupakan peralatan dari ilmu pengetahuan, juga menggunakan alat-alat pengintai Hilal dan peralatan lainnya.
Tema ini membutuhkan pembahasan yang panjang lebar, pembahasan ilmu pengetahuan dan agama, dibahas dalam juz kedua kitab Bayan li an-Nas min al-Azhar asy-Syarif (penjelasan untuk umat manusia dari Al-Azhar yang mulia).
Di sini saya sebutkan bahwa Konferensi Riset Islam ke-III yang dilaksanakan pada 1966 M menetapkan sebagai berikut:
1. Ru’yah adalah dasar untuk mengetahui masuknya bulan Qamariyyah, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits. Ru’yah adalah dasar, akan tetapi tidak berpedoman kepada Ru’yah jika tidak ada kepercayaan yang sangat kuat.
2. Penetapan Ru’yah dengan Mutawatir dan Istifadhah (berita dibawa oleh banyak orang), juga dengan Khabar Wahid (berita dibawa oleh satu orang), laki-laki atau perempuan, jika tidak ada faktor penyebab yang mempengaruhi kebenaran beritanya. Di antara faktor penyebab yang dapat merusak kebenaran berita Ru’yah adalah jika bertentangan dengan Hisab dari orang yang terpercaya.
3. Khabar Wahid mesti diamalkan, baik oleh orang yang membawa berita maupun yang mempercayainya. Adapun mewajibkan semua orang untuk mengikutinya, maka tidak boleh kecuali setelah Ru’yah ditetapkan oleh sebuah lembaga yang ditetapkan negara untuk itu.
4. Berpedoman kepada Hisab dalam penetapan masuknya bulan Ramadhan apabila tidak dapat diwujudkan lewat Ru’yah dan tidak mungkin menyempurnakan jumlah hari bulan sebelumnya menjadi tiga puluh hari.
5. Menurut konferensi ini, perbedaan penampakan Hilal tidak dianggap jika tempatnya berjauhan dan waktu malam diantara tempat-tempat tersebut masih bersambung, meskipun sedikit. Perbedaan penampakan Hilal diantara beberapa tempat baru dianggap jika waktu malam diantara tempat-tempat tersebut tidak bersambung.
6. Konferensi ini merekomendasikan kepada masyarakat dan negara-negara Islam agar di setiap kawasan negeri Islam memiliki lembaga penetapan awal bulan Qamariyyah dengan tetap melakukan kordinasi antara lembaga dan berkordinasi dengan lembaga Hisab terpercaya.
Mesir mengumumkan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan beberapa keputusan konferensi ini dan tetap berkordinasi dengan negara-negara lain. Demikianlah, saya ingin mengingatkan kaum muslimin bahwa ada unsur-unsur lain yang sangat penting dan memberikan pengaruh yang sangat kuat untuk menyatukan umat Islam.
Di antara yang terpenting adalah penyatuan hukum, sistem undang-undang, ekonomi dan budaya berdasarkan agama Islam. Tidak adanya penyatuan ini menyebabkan kaum muslimin semakin menjauh dan menyebabkan kaum muslimin menjadi korban negara-negara lain, menyebabkan keretakan ikatan kaum muslimin.
Sungguh benar Rasulullah SAW seperti yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, “Jika kaum muslimin membatalkan perjanjian mereka kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, maka musuh menguasai mereka dan mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka. Jika pemimpin mereka tidak berhukum dengan kitab Allah, maka akan dijadikan azab di tengah-tengah mereka".