Derita Rusia, Dihujani Sanksi Pasca Invasi
Mohammad Faizal
Senin, 14 Maret 2022, 17:26 WIB
Invasi Rusia ke Ukraina direspons cepat dan keras oleh Barat dan Sekutunya. Beragam sanksi langsung ditebar guna menghukum Rusia, rakyat dan para pemimpinnya.
Serang Ukraina, Rusia Panen Sanksi dari AS dan Sekutunya
Segera setelah Rusia memulai operasi militernya di Ukraina, Amerika Serikat (AS) resmi menjatuhkan sanksinya. Langkah itu lantas diikuti sekutu-sekutunya yang menghujani beragam sanksi ke Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menjadi target pertama sanksi Amerika. Tindakan itu juga diikuti Uni Eropa (UE) dan Inggris.
"Presiden Putin dan Menteri Lavrov secara langsung bertanggung jawab atas invasi Rusia yang tidak beralasan dan melanggar hukum lebih lanjut ke Ukraina, negara berdaulat yang demokratis," kata Departemen Keuangan AS dalam sebuah pernyataan hari Jumat waktu Washington atau Sabtu (26/2/2022) WIB.
Pejabat Rusia lainnya yang juga jadi target sanksi Washington adalah Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia Valery Gerasimov.
Sebelas anggota Dewan Keamanan Rusia, termasuk Direktur Badan Intelijen Asing Sergei Naryshkin dan Sekretaris Dewan Keamanan Federasi Rusia Nikolai Patrushev tak luput dari bidikan sanksi Amerika.
Sanksi tersebut mencakup pembekuan aset yang berbasis di AS dari para individu yang menjadi target. Warga negara Amerika juga dilarang melakukan semua transaksi yang melibatkan properti atau kepentingan apa pun dari individu yang masuk daftar sanksi tersebut.
Uni Eropa juga secara resmi menjatuhkan sanksi kepada Putin dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov. UE menuduh keduanya melanggar kedaulatan Ukraina. Sanksi Uni Eropa biasanya berupa pembekuan aset dan pembatasan perjalanan.
Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara juga memasukkan Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin, Wakil Ketua Dewan Keamanan Dmitry Medvedev, dan Menteri Dalam Negeri Vladimir Kolokoltsev ke daftar hitam sanksi.
"Presiden Putin dan Menteri Luar Negeri Lavrov ada dalam daftar orang yang terkena sanksi bersama dengan sisa anggota Duma (Parlemen Rusia) yang mendukung agresi ini," kata Kepala Kebijakan Uni Eropa Josep Borrell.
Sementara, Inggris melalui Perdana Menteri Boris Johnson juga mengumumkan sanksi untuk Putin dan Menlu Rusia Sergey Lavrov pada hari Jumat, sambil mendesak sekutu untuk memutuskan Moskow dari jaringan pembayaran internasional SWIFT untuk menimbulkan efek maksimum pada Presiden Putin.
Melanjutkan sanksi terhadap individu-individu tersebut, Amerika, Uni Eropa, Inggris dan sejumlah negara menambah derita Rusia dengan sanksi yang menyasar ekonomi negara tersebut.
AS misalnya, menetapkan setiap lembaga di sektor jasa keuangan Rusia sebagai target sanksi. Washington memberikan sanksi kepada dua bank milik negara Rusia, yakni Bank pembangunan negara Vnesheconombank (VEB) dan Perusahaan Saham Gabungan Publik Promsvyazbank (PSB). Terakhir, Negeri Paman Sam mengharamkan membeli minyak asal Rusia.
Uni Eropa juga membatasi akses Moskow ke pasar modal dan keuangan negara-negara Eropa. Sanksi tersebut juga diikuti pembekuan aset dan memblokir akses perbankan Rusia yang berada di Eropa. Targetnya 70% pasar perbankan dan perusahaan milik Rusia akan ditutup di Eropa.
Di Inggris, semua bank besar Rusia dibekukan dan dikeluarkan dari sistem keuangan negara tersebut. Tujuannya, Rusia tak bisa mengakses Poundssterling dan melakukan pembayaran melalui Inggris.
Negara lainnya, seperti Jepang, juga ikut-ikutan menekan Rusia dengan pemberian sanksi berupa larangan penerbitan obligasi Rusia di Jepang dan membekukan aset individu Rusia tertentu serta membatasi perjalanan ke Negeri Matahari Terbit itu.
Bertubi-tubi, Vodka dan Kucing pun Tak Luput dari Sanksi
Meski sanksi ekonomi yang diberikan sudah bertubi-tubi, Amerika Serikat (AS) dan sekutunya terus mencari cara untuk menghukum Rusia atas invasinya ke Ukraina.
Presiden Joe Biden belum lama ini mengumumkan sanksi baru Amerika terhadap Rusia. Dia mengumumkan bahwa Washington menurunkan hubungan perdagangan dengan Moskow dan melarang impor vodka, seafood, dan berlian Rusia.
"Amerika Serikat dan sekutu serta mitra kami terus sejalan untuk meningkatkan tekanan ekonomi pada (Presiden Rusia Vladimir) Putin dan untuk lebih mengisolasi Rusia di panggung global," kata Biden dalam pengumumannya dari Gedung Putih belum lama ini.
Biden juga melarang AS mengimpor produk-produk khas Rusia, termasuk seafood, vodka, dan berlian. Gedung Putih mengatakan langkah ini akan memutus pendapatan ekspor Rusia lebih dari USD1 miliar.
"Dan kami akan terus menekan Putin untuk menolak kemampuan Rusia meminjam dari lembaga internasional terkemuka, seperti Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia," kata Biden, seperti dikutip CNBC, Sabtu (12/3/2022).
Orang kaya Rusia ikut terimbas sanksi yang diberikan ke negaranya. Pemerintah Eropa misalnya, menyita kapal pesiar, jet pribadi hingga resort milik miliarder Rusia yang dinilai berada di lingkaran kekuasaaan Presiden Vladimir Putin.
Para oligarki yang asetnya disita antara lain miliarder Alexei Mordashov, yang kapal pesiar sepanjang 213 kaki miliknya disita di Imperia, Italia. Lalu kapal pesiar Igor Sechin sepanjang 280 kaki di pelabuhan Prancis La Ciotat dan kompleks resort kepunyaan Alisher Usmanov senilai USD18 juta atau setara dengan Rp256,7 miliar di Sardinia juga dirampas pemerintah setempat.
Seakan belum puas, sejumlah organisasi pun ikut-ikutan memberi sanksi bagi Rusia. Di bidang olah raga misalnya, FIFA dan UEFA melarang tim nasional dan klub Rusia tampil di semua kompetisi sepak bola internasional. Rusia juga dikeluarkan dari Piala Dunia 2022 dan timnya diskors dari semua kompetisi sepak bola internasional sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Bahkan, kucing milik warga Rusia pun ikut kena imbasnya. The International Feline Federation (FIFe) melarang kucing-kucing milik warga Rusia berkompetisi dalam pertunjukan FiFe.
"Dewan eksekutif FIFe terkejut dan ngeri bahwa tentara Federasi Rusia menginvasi Republik Ukraina dan memulai perang," kata FIFe yang berbasis di Paris. "FIFe tidak bisa hanya menyaksikan kekejaman ini dan tidak melakukan apa-apa," ungkap organisasi tersebut, seperti dilansir Russia Today, Kamis (3/3/2022).
Akibatnya, kucing-kucing milik warga Rusia dilarang masuk di pertunjukan FIFe. Selain itu, menurut FIFe, tidak ada kucing yang dibiakkan di Rusia yang dapat diimpor dan didaftarkan dalam buku silsilah FIFe. Selain itu, tidak ada kucing milik peserta pameran yang tinggal di Rusia yang boleh diikutsertakan di acara FIFe mana pun di luar Rusia, terlepas dari organisasi mana peserta pameran ini memegang keanggotaan mereka.
Dihujani Sanksi, Dubes Lyudmila: Rusia Akan Bertahan!
Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva menegaskan bahwa Rusia menghormati keputusan beberapa negara yang menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap negaranya.
"Kami melihat sanksi sebagai instrumen yang absolut dan sah. Satu-satunya badan di dunia yang bisa menjatuhkan sanksi adalah Dewan Keamanan PBB dan dari opini pribadi saya, itu tidak berhasil," ujar Lyudmila kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Selasa(1/3/2022).
Dia mengingatkan, selama ini pun beberapa negara yang dijatuhi sanksi tidak mengubah kebijakannya. Dia mencontohkan negara-negara yang pernah dijatuhkan sanksi seperti Iran dan Korea Utara.
"Kami, Rusia, adalah negara besar. Memang sanksi akan menyusahkan kami, tapi ingatlah bahwa Uni Soviet selama 70 tahun dijatuhkan sanksi, dan kami memiliki power yang besar. Kami memproduksi segalanya," tegas Lyudmila.
Dia mengakui bahwa kondisi ini pasti akan menyusahkan rakyatnya. Namun, dia meyakini bahwa Rusia akan bertahan. Lyudmila mengulas di tahun 2014, pertama kali Rusia dijatuhkan sanksi, dan di kala itu, negaranya sangat bergantung pada impor dan ekspor akan makanan.
"Tapi karena kami mengenakan larangan impor beberapa produk makanan Barat, kami mulai memproduksi makanan kami sendiri, dan sektor pertanian kami berkembang. Sekarang kami adalah negara eksportir gandum nomor satu di dunia, meski di 2014 kami tidak seperti itu," ungkap Lyudmila.
Dia menegaskan bahwa Rusia juga sangat gemar membeli produk lokal dan nasionalnya sendiri dibanding produk-produk Barat, dengan harga yang lebih murah, berkualitas, dan produksi sendiri.
"Di tahun 1990-an, Barat berusaha menghancurkan potensi industri kami, dan anehnya memang, mereka berhasil. Tapi, kami mulai memulihkan diri, dan kami memiliki segalanya, ada SDA, teritori luas, dan orang-orang yang berpendidikan baik. Kami memiliki potensinya, kami ingin merasa aman di dalam negara kami, kami tidak ingin ada misil mendekati negara kami, bukan kami yang membawa misil ke US, Kanada, atau negara lain," tandasnya.
Tersandera Sanksi Barat, Turis Rusia Jatuh Melarat
Nasib sial dialami banyak warga negara Rusia yang tengah berada di luar Tanah Airnya. Sanksi ekonomi yang diterapkan Barat ke Rusia membuat mereka tak bisa mengakses hartanya.
Ketika turis Rusia Konstantin Ivanov mencoba menarik uang dari rekening banknya di mesin ATM di Bali, Indonesia, transaksinya diblokir. Sanksi Barat terhadap bank-bank Rusia mulai dirasakan dampaknya oleh warga Rusia di luar negeri.
Kini, warga Rusia di berbagai negara harus berjuang mencari uang tunai atau beralih ke transaksi kripto untuk tetap bertahan hidup.
"Ini telah menciptakan masalah besar bagi kami. Kami benar-benar kehilangan keuangan kami, seperti mereka telah benar-benar dibekukan dan kami tidak dapat menggunakannya sama sekali di sini," ungkap Ivanov (27) pada Reuters, Kamis (10/3/2022). Agar bisa bertahan, dia mengungkap kemungkinan untuk mencari pekerjaan di Indonesia.
Bali adalah tujuan liburan populer bagi ribuan turis Rusia yang berbondong-bondong ke pulau itu sebelum pandemi Covid-19. Turis Rusia juga termasuk yang pertama datang ke Bali ketika perbatasan dibuka kembali sebagian tahun lalu. Sekitar 1.150 warga Rusia masuk ke Indonesia pada Januari 2022.
Rifki Saldi Yanto, manajer kafe lokal, mengatakan dia telah melihat penurunan pelanggan dari Rusia dalam beberapa hari terakhir dan banyak dari mereka sekarang membayar dengan uang tunai daripada kartu kredit.
Tak hanya itu, lebih dari 7.000 orang Rusia terdampar di Thailand, tujuan pantai populer lainnya karena pembatalan penerbangan, mata uang rubel jatuh bebas, dan masalah pembayaran yang diblokir.
Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak jatuhnya Uni Soviet tahun 1991, setelah negara-negara Barat bergerak dalam beberapa hari terakhir untuk mengisolasinya dari sistem keuangan global.
Sistem pembayaran internasional SWIFT telah memutus beberapa bank Rusia dari jaringannya, sementara Visa dan Mastercard menyatakan memblokir penggunaan luar negeri dari kartu mereka yang dikeluarkan oleh bank Rusia mulai 9 Maret.