Link Copied
Timbul Tenggelam Wacana Tunda Pemilu

Timbul Tenggelam Wacana Tunda Pemilu

By Dzikry Subhanie
Sempat tenggelam, wacana tunda Pemilu 2024 muncul lagi. Kali ini disuarakan sejumlah ketua umum parpol. Elite politik dan publik pun bereaksi.

Disuarakan Muhaimin Iskandar, Digemakan Zulkifli Hasan

Disuarakan Muhaimin Iskandar, Digemakan Zulkifli Hasan

Wakil Ketua DPR RI dan Ketua Umum DPP PKB A Muhaimin Iskandar. Foto/Dok MPI

Usulan tentang penundaan Pemilu 2024 kembali bergulir. Jika pada Januari 2022 yang menyuarakannya adalah seorang menteri, kali ini giliran sejumlah ketua umum parpol pendukung Joko Widodo (Jokowi).

Diketahui, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada 9 Januari 2022 mengatakan kalangan dunia usaha berharap jadwal Pemilu 2024 diundur di tengah masa pemulihan ekonomi. Hal itu diungkapkan Bahlil mengomentari temuan survei mengenai perpanjangan pemerintahan Jokowi hingga 2027.

Apa yang disampaikan Bahlil itu langsung memunculkan kontroversi, namun akhirnya tenggelam seiring waktu. Sempat mengendap, wacana tersebut muncul lagi. Adalah Ketua Umum DPP PKB yang juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar yang menyuarakan penundaan Pemilu 2024 sekitar 1-2 tahun. Padahal, pemerintah dan DPR telah menyepakati jadwal Pemilu akan digelar tanggal 14 Februari 2024.

Muhaimin mengatakan, usulan ini muncul setelah dirinya melakukan pertemuan tertutup dengan pelaku UMKM, pebisnis, hingga para analisis ekonomi dari berbagai perbankan. Pertemuan itu dilakukan di Ruang Delegasi DPR RI, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/2/2022).

"Oleh karena itu dari seluruh masukan itu, saya mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun," kata pria yang akrab disapa Gus Muhaimin dalam jumpa persnya.

Gus Muhaimin mengungkapkan, masukan yang didapat dalam pertemuan itu menyangkut adanya momentum untuk melakukan recovery ekonomi nasional terhadap dua tahun pandemi yang sebelumnya dianggap tidak efisien. Meskipun, kata dia, upaya itu telah dilakukan sejak 2021.

"Mereka menyatakan bahwa 2022-2023 akan ada tren dan momentum perbaikan yang dahsyat dan akan ada peluang untuk bangkit lebih baik dibandingkan negara mana pun," ujarnya

Beranjak dari masukan dan hasil kunjungan kerjanya ke berbagai daerah, ia melihat tidak hanya persoalan ekonomi, sosial pendidikan juga mengalami stagnansi dua tahun kemarin. Ia berpendapat, prospek dua tahun ini tidak boleh diabaikan.

"Karena itu, saya melihat tahun 2024 pemilu yang rencananya kita laksanakan bulan Februari itu jangan sampai propek ekonomi yang baik itu terganggu karena pemilu," tuturnya.

Muhaimin berpandangan, pemilu bisa bermasalah karena ada tiga kondisi. Pertama, para pelaku ekonomi melakukan pembekuan (freeze). Mereka memilih wait and see and stop agresivitas ekonomi saat pemilu. Kedua, transisi kekuasaan dan pemerintahan itu biasanya mengakibatkan apa yang disebut uncertainly economy.

"Sehingga mengganggu suasana momentum yang sangat bagus apalagi pasca-G20 ini. Yang ketiga, pemilu itu juga dikhawatirkan, moga-moga tidak terjadi, eksploitasi ancaman konflik," pungkasnya.

Sehari kemudian, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menerima aspirasi dari masyarakat petani di Siak, Riau. Dalam sesi tanya jawab, para petani di Kampung Libo Jaya, Kandis, Kabupaten Siak menyatakan ingin adanya keberlanjutan pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo, karena kebijakannya yang telah meningkatkan harkat hidup petani sawit.

"Aspirasinya kami tangkap tentang keinginan adanya kebijakan berkelanjutan dan juga ada aspirasi kebijakan yang sama bisa terus berjalan. Tentu permintaan ini, yang menjawab bukan Menko, karena Menko tadi menjawab urusan sawit," kata Airlangga.

Namun, Airlangga mengakui bahwa ia juga Ketua Umum Partai Golkar yang harus siap menerima aspirasi itu. "Karena kita punya topi dari parpol, dan hadir di sini anggota DPR RI, oleh karena itu aspirasi masyarakat dari Kabupaten Siak, terutama para pekebun dan petani kami serap. Karena kami ketua umum parpol memang tugasnya menyerap aspirasi rakyat," kata Airlangga.

Termasuk aspirasi untuk minta berkelanjutan program dan minta perpanjangan pemerintahan, Airlangga berjanji akan dibicarakan dengan partai politik yang lain. "Kami akan bicarakan aspirasi ini dengan pemimpin partai politik yang lain, dan bagi kami, bagi Partai Golkar aspirasi rakyat adalah aspirasi partai, oleh karena kami akan terus menerima aspirasi rakyat dan tentu akan disalurkan," kata Airlangga.

Disuarakan Muhaimin Iskandar, Digemakan Zulkifli Hasan

Wakil Ketua MPR RI dan Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan. Foto/Dok MPI

Wacana memundurkan Pemilu 2024 yang dilontarkan Muhaimin Iskandar diikuti Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Zulhas setuju Pemilu 2024 diundur. Salah satu alasannya, kepemimpinan Jokowi masih terbaik sampai saat ini.

"Survei menunjukkan kepuasan terhadap kinerja pemerintah khususnya Pak Jokowi, itu tinggi sekali. Lebih dari 70 persen, tepatnya 73, persen lebih," kata Zulhas di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/2/2022).

Menurut Zuhas, ada lima alasan yang dijadikan pertimbangan. Pertama, pandemi yang belum berakhir ini tentunya memerlukan perhatian keseriusan untuk menangani sehingga pemerintah diminta fokus terhadap hal tersebut. "Kedua, yang kita ikuti, perekonomian belum baik. Pertumbuhan kita rata-rata masih 3-3,5 persen. Situasi masyarakat yang kehilangan pekerjaan, usaha-usaha yang belum kembali pulih," ujarnya.

Alasan yang ketiga, kata dia, perkembangan terakhir situasi global baik ekonomi, juga konflik antara Rusia-Ukraina dinilai sangat berpengaruh terhadap perekonomian global dan Indonesia. Keempat, anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024 juga sangat membebani. Menurutnya, anggaran naik hingga Rp180-190 triliun. "Kelima, keberlangsungan program-program untuk pembangunan karena pandemi dua tahun ini yang tertunda. Itu alasan-alasan yang kita ikuti di berbagai kesempatan," tutur Zulhas yang Wakil Ketua MPR itu. (Azfar Muhammad, Felldy Utama)

PDIP-Gerindra Kompak Menolak

PDIP-Gerindra Kompak Menolak

Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Foto/Dok SINDO

Wacana tunda Pemilu 2024 yang disuarakan sejumlah Muhaimin Iskandar dan Zulkifli Hasan tak direspons positif oleh parpol koalisi. Dua parpol yang berpeluang berkoalisi di Pilpres 2024, PDIP dan Partai Gerindra, kompak menolak.

PDIP dan Gerindra merupakan parpol pendukung pemerintah. Kedua parpol ini pun berkepentingan dengan terlaksananya Pemilu 2024 tepat waktu, yakni 14 Februari 2024. Dua parpol ini pun disebut-sebut akan berkoalisi dalam Pilpres 2024 yang digelar di tanggal yang sama.

Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, ada atau tidak (ada) survei tentang perpanjangan masa jabatan presiden, sikap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan tetap sama berkaitan dengan penyelenggaraan negara. "PDI Perjuangan kokoh dalam jalan konstitusi karena ketaatan pada konstitusi sangat penting," kata Hasto menanggapi hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), Kamis (3/3/2022) secara daring.

LSI memang mencoba memotret respons publik terhadap alasan-alasan dari wacana tersebut. Survei ini dimulai dengan mengukur tingkat pengetahuan publik terhadap wacana tersebut.

"Sekitar 48% warga tahu atau pernah dengar tentang usulan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi hingga 2027, sedangkan 52% tidak tahu," kata Direktur Eksekutif LSI Dyajadi Hanan dalam paparannya secara daring, Kamis (3/3/2022).

Dyajadi pun mencoba merincikan satu per satu alasan yang digunakan para pengusul dari wacana tersebut. Dimulai dari alasan pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Secara keseluruhan 70,7% publik lebih menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Di kalangan yang mengetahui isu ini, penolakan terhadap wacana ini lebih tinggi lagi yaitu 74%. Sementara, di kalangan yang tidak tahu isu ini, penolakannya sedikit lebih rendah tapi tetap mayoritas yaitu 67,5%.

"Apa yang bisa kita lihat di sini, ada dua minimal. Satu, isu perpanjangan masa jabatan presiden itu ditolak oleh mayoritas masyarakat Indonesia menurut survei ini. Yang kedua, kalau isu ini makin disebarkan, makin diketahui oleh publik maka tingkat penolakannya cenderung makin tinggi. Makin diketahui publik isu ini, masyarakat makin menolak," ujarnya.

Kembali ke Hasto. Mantan anggota DPR RI menyoroti aspek legalitas kekuasaan melalui pemilu, di mana rakyat berdaulat. Sehingga periodisasi lima tahunan jadi kultur demokrasi. Dia menambahkan, dalam praktik penyelenggaraan negara, seluruh pimpinan negara pada hakikatnya dalam menyelenggarakan kekuasaannya harus memperhatikan kehendak rakyat. Dia pun mengingatkan keberlangsungan pemerintahan tidak ditentukan orang per orang, tapi ditentukan dari aspek keberlanjutan yang diangkat dari aspek kebijakan. Dalam melihat pentingnya keberlangsungan pemerintahan, mewujudkan harapan rakyat bisa ditinjau dari garis besar haluan negara (GBHN), misalnya bagaimana proyeksi menuju Indonesia 2045.

"Sehingga negara tidak digerakkan oleh ambisi orang per orang tapi oleh suatu haluan yang menyerap apa kehendak rakyat," jelas Hasto. "Dari survei LSI tadi sangat jelas dan tidak perlu diragukan. PDI Perjuangan kokoh dan tidak ada ruang untuk penundaan pemilu dengan alasan ekonomi, pandemi atau pembangunan IKN," tegas Hasto.

Jadi, kata Hasto, dari temuan LSI, ini, polemik penundaan Pemilu 2024 tidak perlu diperpanjang. "Ada orang di sekitar Presiden tidak memahami kehendak Presiden. Ketika kami menyampaikan sikap, kami tegaskan apa yang disampaikan PDI Perjuangan senapas dengan yang disampaikan Presiden," tegas Hasto.

Hasto menjelaskan, karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri sudah menyampaikan wacana itu dengan sikap sangat tegas. Presiden Jokowi sendiri mengatakan, usulan itu menampar mukanya, menjerumuskan dirinya, dan mungkin cari muka. "Karena itulah, sejak awal sikap PDI Perjuangan senapas dengan sikap Presiden Jokowi. Dalam kultur kepimimpinan diukur dalam konsistensi sikap. Dan ini ditunjukkan PDI Perjuangan," ungkap Hasto Kristiyanto.

Senada, Partai Gerindra juga menolak tegas wacana penundaan Pemilu 2024 yang muncul dalam beberapa waktu terakhir. Gerinda berkomitmen akan selalu taat kepada ketentuan dan asas konstitusional.

"UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan secara Luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil) setiap lima tahun sekali dan itu merupakan sebuah perintah yang jelas dari konstitusi kita," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sugiono, Rabu (2/3/2022).

Lebih dari itu, sebagai bangsa, Indonesia sudah memilih demokrasi sebagai sistem perpolitikan. Salah satu perwujudan dari demokrasi tersebut adalah dilangsungkannya pemilihan umum secara tetap dan periodik.

"Secara umum tanggapan rakyat juga menunjukkan keinginan agar pelaksanaan Pemilu tersebut diselenggarakan sesuai waktu yang telah ditetapkan di tahun 2024," katanya.

Selain itu, pemerintah dan DPR juga sudah menyepakati bahwa tanggal pelaksanaan Pemilu telah ditetapkan pada 14 Februari 2024. Hal tersebut, menurutnya, merupakan alasan-alasan mengapa Gerindra tidak setuju dengan wacana penundaan Pemilu 2024.

"Namun pada waktunya Ketua Dewan Pembina yang sekaligus merupakan Ketua Umum kami akan menyampaikan pendapat resmi Partai Gerindra, mengingat isu ini juga masih merupakan isu yang beredar di luar jalur formal, baik di eksekutif maupun legislatif," katanya.

Lantas, bagaimana jika isu penundaan pemilu yang berujung pada perpanjangan masa jabatan presiden ini bergulir ke Senayan? PDIP menyatakan akan terus bertarung untuk menolak wacana penundaan Pemilu 2024. "Bertahan untuk menolak, tinggal kita bertarung saja di parlemen," ungkap politikus PDIP Budiman Sudjatmiko di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (1/3/2022) malam.

PDI Perjuangan, lanjut dia, tak khawatir jika parpol yang dihadapi itu merupakan rekan koalisi di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Sebab, Budiman mengaku ada juga parpol koalisi yang menolak wacana tersebut. "Ya itu dinamika, itu dinamika. Lihat saja PDIP, Nasdem, Gerindra kalau enggak salah ya (yang menolak). Jadi partai-partai yang enggak ecek-ecek ya kan," ujarnya. (Carlos Roy Fajarta, Felldy Utama, Dimas Choirul)

Taat Konstitusi, Pemilu 5 Tahun Sekali

Taat Konstitusi, Pemilu 5 Tahun Sekali

Joko Widodo dan Jusuf Kalla saat kampanye Pilpres 2014. Foto/Dok SINDO

Penolakan atas munculnya wacana tunda Pemilu 2024 bukan hanya disuarakan petinggi parpol besar seperti PDIP dan Partai Gerindra. Mantan wapres Jusuf Kalla hingga pegiat pemilu pun bersuara.

Jusuf Kalla (JK) mengingatkan agar berhati-hati terhadap wacana penundaan Pemilu 2024. JK menegaskan bahwa menunda pemilu dari jadwal yang telah ditetapkan yakni pada 14 Februari 2024 adalah pelanggaran terhadap konstitusi.

"Memperpanjang itu tidak sesuai dengan konstitusi," tegas JK seusai menghadiri Mubes IKA Universitas Hasanuddin (Unhas) di Hotel Four Point Makassar, Jumat (4/3/2022).

"Kecuali kalau konstitusinya diubah," tambah pria yang mendampingi Jokowi pada 2014-2019 ini.

Lebih jauh JK mengingatkan bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang tentang konflik. Karena itu, mantan ketua umum Partai Golkar ini memilih taat pada konstitusi. "Kita terlalu punya konflik. Kita taat pada konstitusi. Itu saja," katanya.

Sebelumnya, JK menyatakan bahwa konstitusi sudah mengamanatkan pemilu digelar lima tahun sekali. JK khawatir wacana penundaan Pemilu 2024 berujung masalah karena ada pihak yang mengedepankan kepentingan sendiri.

"Konstitusinya lima tahun sekali. Kalau tidak taat konstitusi maka negeri ini akan ribut," katanya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati dengan tegas menolak wacana penundaan Pemilu 2024. "Ini cukup meresahkan, yang namanya pemilu demokratis itu harus patuh pada peraturan dan kepastian hukum," ujarnya dalam sebuah acara virtual, Sabtu (26/2/2022).

"Jadi kita perlu menyuarakan ini, perlu menolak sebetulnya wacana penundaan Pemilu Tahun 2024," sambungnya.

Perempuan yang akrab disapa dengan sebutan Ninis ini menyebut bahwa wacana ini juga membuat banyak orang bertanya-tanya. Terlebih, karena menilai bahwa Pemilu 2024 tentunya sudah disepakati bersama khususnya dari pihak KPU, pemerintah, hingga DPR. "Ini kan kita sudah punya kepastiannya, tapi karena ada wacana jadi banyak orang bertanya, ini pasti enggak nih pemilu diselenggarakan," paparnya.

Tidak hanya itu, dia pun mengumpamakan terkait penundaan Pemilu 2024 yang terjadi akibat tidak adanya dana. Kata dia, hal ini bukan menjadi alasan bahwa Pemilu 2024 mendatang bisa diundur. "Konstitusi kita sudah mengatur pemilu setiap 5 tahun sekali. Ya anggarannya juga sudah terjadwal, jadi dikatakan anggaran tidak ada kan jadi pertanyaan juga," ujarnya.

Diketahui, berdasarkan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Sementara, ruang bagi seseorang untuk menjabat presiden dan wakil presiden lebih dari dua periode sudah dibatasi oleh Pasal 7 UUD 1945 yang menyebutkan,"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan." (Abdul Malik, Nandha Aprilianti).

Mahfud Ungkap Permintaan Jokowi tentang Pemilu 2024


Mahfud Ungkap Permintaan Jokowi tentang Pemilu 2024

Presiden yang juga capres petahana Joko Widodo bersama istri Iriana Joko Widodo menunjukkan surat suara saat menggunakan hak pilihnya di TPS 008, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (17/4/2019). Foto/Dok SINDO

Pemerintah membantah pernah membahas penundaan Pemilu 2024. Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin Pemilu 2024 berlangsung aman dan lancar.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan pemerintah sama sekali tidak pernah membahas isu tunda Pemilu 2024 dan penambahaan masa jabatan presiden. "Di tubuh pemerintah sendiri tidak pernah ada pembahasan tentang penundaan pemilu maupun penambahan masa jabatan," ujar Mahfud dalam keterangan video, Senin (7/3/2022).

Mahfud menambahkan, pembuktian Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak menginginkan pemilu ditunda dan masa jabatannya ditambah berlandaskan pada dua hal. Pertama, pada tanggal 14 dan 27 September 2021 saat memimpin rapat.

Dalam rapat tersebut, Jokowi meminta dirinya dan beberapa pejabat terkait untuk memastikan Pemilu 2024 dapat berlangsung. Presiden, sambung Mahfud, juga meminta agar pelaksanaannya berlangsung aman dan lancar. Bahkan, Jokowi meminta agar pemilu tidak memboroskan anggaran, tidak terlalu lama masa kampanyenya, dan juga tidak terlalu lama jarak antara pemungutan suara dan hari pelantikan pejabat hasil pemilu dan pilkada tahun 2024.

"Maksudnya agar naiknya suhu politik menjelang pembentukan kabinet baru tahun 2024 tidak terlalu lama. Ini disampaikan oleh Presiden pada rapat tanggal 14 September 2021," jelasnya.

Mahfud mengatakan, Presiden berkomunikasi langsung dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Istana Merdeka pada 11 November 2021. Saat itu, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menyatakan setuju pemungutan suara dilaksanakan pada 14 Februari 2024.

"Tanggal 14 Februari 2024 itulah yang kemudian disetujui oleh DPR, KPU, dan pemerintah pada raker tanggal 24 Januari 2022," ucapnya.

Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin geram dengan sejumlah elite politik yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden. Menurutnya, dalam berpolitik harus santun dan piawai.

Ngabalin menyebut bahwa dalam berdemokrasi semua pihak bebas berpendapat dan beropini, namun keputusan telah disepakati bahwa pemilu dilaksanakan pada Februari 2024. "Kita boleh berdiskusi, kalau keputusan itu sudah diambil, semua orang harus tunduk dan patuh pada ketentuan UUD. Jangan radikal dalam berpolitik," kata Ngabalin kepada MNC Portal, Sabtu (5/3/2022).

Ngabalin menjelaskan bahwa Presiden Jokowi patuh dan taat pada UUD 1945. "Sumpah jabatan presiden sebelum dilantik seperti itu," kata mantan politikus Partai Bulan Bintang (PBB) ini.

Kata Ngabalin, tunduknya Presiden Jokowi terhadap konstitusi dibuktikannya saat meminta Mendagri Tito Karnavian untuk mendiskusikan masalah pemilu dengan KPU dan DPR. Maka itu, disepakatilah pelaksanaan pemilu pada 14 Februari 2024. "Masih ada yang kurang? Pakai nalarmu yang sehat dalam berpolitik agar Anda lebih santun, jangan pernah memaksakan presiden atau siapa saja," tegasnya. (Riezky Maulana, Raka Dwi Novianto)

Mengingat Lagi Pendapat SBY soal Pemimpin Terlalu Lama Berkuasa

Mengingat Lagi Pendapat SBY soal Pemimpin Terlalu Lama Berkuasa

Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Foto/Dok SINDO

Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di ujung masa jabatannya pada 2014 didorong maju lagi dengan menjadi wakil presiden. Bahkan, ada pula yang menyorongkan istrinya, Ani Yudhoyono, untuk meneruskan tampuk kekuasaan.

Dalam sebuah video wawancara yang diunggah di kanal YouTube Susilo Bambang Yudhoyono, 25 April 2014, SBY secara tegas menolak usulan tersebut. MenurutSBY, ada dua motif mengapa usulan itu muncul. Pertama, karena ingin mengolok-olok dan melecehkan dirinya. Namun, motif yang kedua karena ingin SBY bisa membantu presiden selanjutnya agar pemerintahan berjalan lebih baik.

"Tidaklah, tentu tidak. Andaikata saya bisa maju lagi untuk yang ketiga kalinya, dan tidak dilarang oleh konstitusi dan undang-undang yang berlaku, saya pun mengatakan tidak akan maju lagi," kata SBY dikutip SINDOnews, Senin (7/3/2022).

Pria kelahiran Pacitan tersebut mengatakan bahwa dirinya, istri, dan anak-anaknya sangat bersyukur bisa memimpin Republik Indonesia selama 10 tahun. Itu adalah peluang luar biasa yang ia dapatkan. "Dan saya punya pendapat, pemimpin yang terlalu lama berkuasa, itu biasanya tidak baik," kata pendiri Partai Demokrat ini.

Ayah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ini sadar bahwa pemimpin yang berkuasa terlalu lama cenderung menyalahgunakan kekuasaannya. Bahkan, sebagian mereka menjadi tiran dan diktator.

Menurut SBY, kekuasaan yang digunakan sewenang-wenang akan membuat demokrasi mati dan hak rakyat dikebiri. "Yang lain, kalau memimpin terlalu lama itu biasanya juga kehilangan inisiatif, tidak memiliki pemikiran yang segar karena jenuh dan dianggapnya tugas rutin semata. Dan jangan lupa rakyat juga bisa bosan kalau pemimpinnya tidak ganti-ganti dan berkuasa dalam waktu yang lama," katanya. (Abdul Malik Mubarok).
(zik)