Marhaban Ya Ramadan, Momen Tingkatkan Kualitas Iman dan Takwa
Andryanto Wisnuwidodo
Senin, 03 Maret 2025, 11:32 WIB
Marhaban Ya Ramadan, momentum kaum muslim di dunia dengan berpuasa sebulan penuh sekaligus meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Allah SWT di bulan suci.
Ramadan Bulan Suci untuk Menempa Kualitas Iman dan Takwa
Bagi umat Islam di seluruh dunia, datangnya bulan
Ramadan selalu ditunggu. Bulan Ramadan adalah bulan suci bagi seorang hamba untuk menempa diri menjadi manusia yang beriman dan bertakwa lebih dalam lagi. Bahkan, bagi sebagian besar umat Muslim membangun kualitas iman dan takwa di bulan Ramadan adalah tujuan utama. Guna mencapai tujuan utama tersebut, ada beberapa langkah yang bisa diambil.
Dirangkum dari beberapa sumber, berikut langkah atau cara menjaga dan membangun kualitas iman dan takwa ini pada bulan Ramadan tersebut.
1. Meningkatkan kualitas salat dan ibadah Meningkatkan kualitas salat, baik dalam khusyu' maupun konsistensi, sangat penting dilakukan terlebih lagi ibadah salat wajib dan salat sunnah, karena di bulan Ramadan pahala akan dilipat gandakan oleh Allah SWT.
Baca Juga: Keistimewaan 10 Hari Pertama Ramadan Beserta Amalannya - Istiqamah melaksanakan tilawah Al-Qur'an Dengan istiqomah tilawah Al Qur'an setiap hari, di waktu-waktu di bulan Ramadan baik siang dan malam, kemudian membaca dan merenungkan ayat-ayatnya.
- Memperbanyak zikir Perbanyak dzikir dan istighfar, merupakan aktifitas yang sangat tepat dan bagus sebagai sara perenungan serta kesadaran kita sebagai makhluk untuk selalu ingat kepada Allah dan memohon ampun atas sekalian dosa, tepat sekali dilakukan pada bulan Ramadan.
- Merutinkan Qiyamul Lail Salat malam (qiyamul lail) adalah salah satu cara untuk menghidupkan malam-malam dibulan suci yang mulia dengan manfaatkan malam untuk shalat malam, baik tarawih, hajat, dan tahajud. Hal ini kan menambah kualitas iman dan takwa kepada Allah SWT.
2. Melaksanakan puasa dengan penuh kesadaran Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari perbuatan dosa. Dengan niat yang suci bermula dari keikhlasan dan iman akan melahirkan jiwa dan pribadi yang berakhlak mulia.
Menteri Agama Nasaruddin Umar berpesan kepada seluruh umat muslim di Indonesia untuk menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan penuh kekhusyukan. ''Ramadan telah datang, mari kita sambut dengan cinta. Penuhi dengan ibadah dan jadikan setiap detik sebagai perjalanan menuju cahaya.''
“
Ramadan telah datang, mari kita sambut dengan cinta. Penuhi dengan ibadah dan jadikan setiap detik sebagai perjalanan menuju cahaya
”
Nasaruddin Umar
Kontrol Diri: Latih kesabaran, kontrol diri, dan kekuatan moral. Dengan melatih diri untuk mengendalikan diri dengan cara ibadah puasa sebulan penuh jiwa akan terkendali karena, ibadah puasa Ramadhan mampu menahan dan mengengkang hawa nafsu.
Berbuka Bersama: Manfaatkan momen berbuka dan sahur bersama keluarga dan komunitas. Kebersamaan ketika buka puasa dan makan sahur Bersama akan menumbuhkan sikap dan jiwa kekeluargaan. Dan suasana buka Bersama merupakan suasana yang jarang dilakukan cuman satu tahun sekali ini merupakan momen kebahagian yang di dapat pada bulan ramadhan.
3. Melakukan kebaikan kepada sesama Zakat dan Sedekah : Beramal dengan memberikan zakat dan bersedekah kepada yang membutuhkan. Akan menumbuhkan jiwa sosial dan peduli dengan orang-orang fakir miskin, dan orang-orang yang membutuhkan.
Kebaikan Umum: Perbanyak amal kebajikan seperti membantu orang lain, memberi makanan kepada yang lapar, dan menyantuni anak yatim, ini adalah pelajaran yang berharga di dapat pada bulan puasa Ramadhan, yang mungkin tidak di temukan di bulan lainnya.
Baca Juga: Marhaban Syaban, Pintu Gerbang Menuju Ramadan 4. Tafakur dan muhasabah Merenungkan makna Ramadan: Pertimbangkan makna dan tujuan Ramadan secara mendalam. Perenungan akan diri sendiri ketika bulan Ramadhan sangat tepat sekali dimana jiwa dan raga kita sedang dikarantina sebulan penuh untuk menjadikan pribadi yang bertakwa.
Muhasabah Diri: Evaluasi diri secara rutin, mengidentifikasi kelemahan dan mencari cara untuk memperbaikinya.
5. Pengendalian Diri Menjauhi Dosa: Jauhi perbuatan dosa dan godaan yang mengganggu ibadah. Mengendalikan Hawa Nafsu: Latih pengendalian diri terhadap hawa nafsu dan keinginan duniawi.
6. Perbanyak doa dan bermunajat Doa: Saling mendoakan kebaikan untuk diri sendiri, keluarga, dan umat Islam secara umum.
Munajat: Ajaklah diri untuk berkomunikasi dan berhubungan yang lebih dalam dengan Allah SWT melalui munajat.
Membangun kualitas iman dan taqwa membutuhkan kesungguhan, konsistensi, dan usaha yang terus-menerus. Dengan mempraktikkan langkah-langkah di atas, seseorang dapat merasakan pertumbuhan spiritual yang signifikan selama bulan Ramadan dan seterusnya.
Mengejar Ampunan Allah SWT dengan Tobat Nasuha di Bulan Ramadan
Mengejar ampunan Allah SWT dengan
Tobat Nasuha selama menjalankan ibadah puasa di bulan suci
Ramadan . Bulan Ramadan terbagi menjadi tiga bagian, demikian dikatakan dalam sebuah riwayat hadis. Yakni 10 Hari pertama yang berisi rahmat, 10 hari kedua yang berisi pengampunan dan 10 hari terakhir adalah pembebasan dari api neraka.
Salah satu amalan yang dapat kita tingkatkan kuantitasnya di fase kedua bulan Ramadan ini ialah memperbanyak doa dan mengejar ampunan Allah, melebihi hari-hari sebelumnya. Allah akan membuka pintu ampunan seluas-luasnya bagi siapapun yang berbuat dosa selama dosa tersebut bukanlah menyekutukan-Nya.
Rasulullah berkata, sebaik-baiknya orang yang berdosa adalah orang yang bertobat. Sebab tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat dosa, manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Kecuali orang-orang yang dijaga dari perbuatan dosa.
Baca Juga: Bacaan Zikir dan Doa setelah Buka Puasa Ramadan Oleh karena itu wajib bagi kita melakukan tobat nasuha, sebagaimana kata Allah dalam QS At-Tahrim ayat 8, yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya” Tobat secara syariat adalah kembali kepada Allah dari perbuatan maksiat.
Sederhananya, kapan kita mengetahui bahwa perbuatan itu salah, maka saat itu juga kita harus kembali kepada Allah, dengan bersungguh-sungguh melaksanakan ketaatan tanpa ada niat mengulanginya. Para ulama mengibaratkan waktu manusia itu sangat singkat. Pertama, saat menghirup nafas, kedua saat nafas ada di dalam dada, dan terakhir ketika nafas dikeluarkan. Setelah itu, apakah manusia bisa menarik nafas kembali tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti.
Tobat harus dilakukan ketika seseorang sudah mencapai baligh. Bukan hanya dari perbuatan dosa seperti zina, mabuk, menipu, tetapi tobat juga dilakukan saat seseorang meninggalkan perintah Allah.
Baca Juga: Marhaban Syaban Pintu Gerbang Menuju Bulan Suci Ramadan Dijelaskan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar Allah SWT menerima tobat seseorang. Pertama, menyesali perbuatannya. Tanda keimanan seseorang dapat terlihat ketika ia berbuat dosa kemudian ada rasa penyesalan dalam hatinya. Sebaliknya, ketika ada orang yang bangga atas perbuatan dosanya, artinya telah luntur iman dari lubuk hatinya.
Nabi pernah mengatakan, seluruh umatku akan diampuni dosanya, kecuali orang-orang mujahir. Siapa itu? yaitu orang yang melakukan dosa kemudian menceritakannya kepada orang lain. Kedua, melepaskan perbuatannya, yaitu segera meninggalkan dzat maksiatnya. Ini akan menuntun kita dari sebab-sebab yang dapat menimbulkan dosa. Tidak bisa seseorang bertobat sedangkan saat itu juga masih melakukan dosa.
Makna Ramadan Kareem: Ramadan Penuh Keberkahan dan Ampunan Allah
Ramadan Kareem adalah ungkapan dalam bahasa Arab yang sering digunakan selama bulan Ramadan. Frasa ini rupanya memiliki makna yang mendalam dan penuh berkah. Meski istilah tersebut seringkali digunakan dan cukup populer, ternyata masih banyak umat muslim yang belum mengetahui apa makna dari kalimat tersebut.
Arti Ramadan Kareem
Secara bahasa, Ramadan adalah bulan kesembilan dalam kalender Hijriyah (kalender Islam). Bulan ini dianggap sebagai bulan yang paling suci dalam Islam karena pada bulan ini Al-Qur'an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Pada bulan ini juga umat Muslim diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh sebagai bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT.
Baca Juga: Marhaban Syaban, Pintu Gerbang Menuju Bulan Suci Ramadan Sedangkan kata "Kareem" (كريم) dalam bahasa Arab berarti "murah hati", "dermawan", atau "penuh berkah". Kata ini sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang mulia, baik, atau penuh kemurahan. Secara harfiah, "Ramadan Kareem" (رمضان كريم) dapat diartikan sebagai "Ramadan yang Mulia" atau "Ramadan yang Penuh Berkah".
Ungkapan ini mengandung makna bahwa bulan Ramadan adalah waktu yang istimewa, di mana Allah SWT melimpahkan rahmat, ampunan, dan berkah-Nya kepada umat Islam. Ungkapan Ramadan Kareem juga sering digunakan sebagai ucapan selamat atau doa kepada sesama muslim, dengan harapan agar mereka dapat meraih berkah dan kemuliaan selama bulan suci ini.
Kesimpulannya Ramadan Kareem adalah ungkapan yang penuh makna dan berkah, digunakan untuk menyambut bulan suci Ramadhan dengan penuh semangat dan harapan. Ungkapan ini mengingatkan kita akan kemurahan dan kemuliaan bulan Ramadhan, serta menjadi doa agar kita semua dapat meraih rahmat dan ampunan dari Allah SWT.
Lailatulqadar, Memburu Malam Kemuliaan 10 hari Terakhir Ramadan
Mengapa
Lailatulqadar turun pada 10 hari terakhir Ramadan? Untuk diketahui, semua hari di bulan
Ramadan adalah hari yang mulia dan pernuh berkah. Namun, pada bulan Ramadan terdapat satu malam yang memiliki keistimewaan dibanding malam-malam lainnya yaitu Lailatulqadar. Malam kemuliaan itu diyakini turun pada malam 10 hari terakhir Ramadan.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam Hadis yang sangat masyhur:
تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ
Artinya: "Carilah malam Lailatulqadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Baca Juga: Marhaban syaban, Pintu Gerbang Menuju Bulan Suci Ramadan Direktur Pusat Studi Al-Qur'an (PSQ) Jakarta, KH Muchlis M Hanafi MA dalam satu kajiannya mengatakan, berdasarkan hadis di atas ada ulama menduga bahwa malam yang dimaksud adalah malam ke-21 dan 23. Imam as-Syafi'i mengemukakan bahwa Lailatulqadar pada malam sepuluh hari terakhir Ramadan terjadi di malam ke-27. Bahkan di negara-negara muslim menyelenggarakan ihtifal Lailatilqadar setiap malam ke-27.
Khotmil Qur'an di Masjidil Haram Mekkah juga dilakukan di malam ke-27. Ada juga ulama meyakini Lailatulqadar turun pada malam ke-27 karena Surat Al-Qadr yang menjelaskan tentang Lailatulqadar terdiri dari 30 kata. Kata ke-27 adalah هِىَ 'hiya' yang merupakan kata ganti dari Lailatulqadar.
Berikut firman Allah dalam Al-Qur'an:
سَلَٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ
Artinya: "Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS Al-Qadr ayat 5)
Alasan lain mengatakan bahwa malam Lailatulqadar dalam Surat Al-Qadr terulang sebanyak 3 kali dan kata 'Lailatulqadar' terdiri dari 9 huruf. Maka, sembilan dikali tiga sama dengan 27. Apa yang disampaikan para ulama hanyalah isyarat tentang kapan turunnya Lailatulqadar. Kepastian waktunya hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Syaikh Nidzamuddin an-Nasibasuri dalam tafsirnya Gharaibul Qur'an wa Raghaibul Furqan mengemukakan: "Hikmah dirahasiakannya malam Lailatul Qadar di antara malam-malam bulan Ramadan adalah seperti dirahasiakannya kematian dan hari Kiamat. Sehingga manusia dengan penuh suka cita menjalankan ibadah, lebih bersungguh-sungguh, tidak lalai, tidak bermalas-malasan, dan tidak lesu." (Gharaibul Qur'an wa Raghaibul Furqan)
Meskipun kedatangannya tidak diketahui pasti, Rasulullah SAW memerintahkan agar kaum muslim mencarinya pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan. Beliau menyampaikan ciri dan tanda-tandanya dilihat dari fenomena alam berdasarkan beberapa riwayat Hadis. Pada pagi harinya sinar matahari tidak terlalu panas dan cuaca terasa sejuk. Malam harinya langit terlihat bersih, tidak terdapat awan, suasana terasa tenang dan sunyi, udara juga tidak dingin tidak pula panas.
Baca Juga: Bacaan Doa dan Zikir Sebelum Buka Puasa Kesungguhan Rasulullah SAW pada 10 Hari Terakhir Ramadan Sepuluh hari terakhir Ramadan merupakan waktu yang sangat istimewa karena. Ada banyak keutamaan pada waktu itu sehingga Rasulullah SAW bersungguh-sungguh beribadah di waktu itu. Kesungguhan beliau beribadah pada waktu itu dikarenakan beberapa faktor, di antaranya:
1. Sepuluh hari terakhir merupakan penutup bulan Ramadan yang penuh berkah. Setiap amalan manusia dinilai dari amalan penutupnya.
2. Sepuluh malam terakhir adalah malam-malam yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW.
3. Kerinduan umat muslim untuk meraih malam Lailatulqadar yang keutamaannya melebihi ibadah selama 1.000 bulan (83 tahun 4 bulan).
Dalam satu Hadis, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلَّا مَحْرُومٌ
Artinya: "Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah datang kepada kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi dari (meraih)nya, sungguh ia telah terhalangi dari semua kebaikan. Dan tidak ada yang terhalangi (darinya), kecuali orang yang memang terhalangi dari kebaikan." (HR Ibnu Majah)
Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari
Follow
Author
Andryanto Wisnuwidodo