Waspada Hepatitis Akut Misterius
Waspada Hepatitis Akut Misterius
Wuri Hardiastuti
Senin, 09 Mei 2022, 17:55 WIB

Hepatitis akut misterius kini menjadi wabah baru yang harus diwaspadai. Di Indonesia, penyakit yang rawan menyerang anak-anak ini sudah memakan korban.

Hepatitis Akut  Misterius Sudah Memakan Korban di Indonesia

Hepatitis Akut  Misterius Sudah Memakan Korban di Indonesia

Belum reda wabah Covid-19, kini masyarakat harus mulai waspada dengan wabah penyakit baru hepatitis akut misterius.World Health Organization (WHO) belum lama ini menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus Hepatitis Akut yang menyerang anak-anak di wilayah Eropa, Amerika dan Asia. Kasus Hepatitis Akut yang menyerang anak-anak tersebut sampai saat ini belum diketahui penyebabnya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sendiri tengah meningkatkan kewaspadaan sejak dua pekan terakhir. Di Indonesia sendiri, ada empat pasien anak dengan dugaan Hepatitis Akut yang meninggal dunia dalam kurun waktu berbeda, dengan rentang dua minggu terakhir hingga 31 April 2022.

Ketiga pasien ini dirawat di RSUPN Dr Ciptomangunkusumo Jakarta dan merupakan rujukan dari rumah sakit di Jakarta Timur serta Jakarta Barat. Terkait hal ini, Kemenkes tengah melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut melalui pemeriksaan panel virus. Sementara itu, Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta juga melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.

“Selama masa investigasi, kami menghimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tetap tenang,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid dalam keterangan persnya.

“Lakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan protokol kesehatan,” ujarnya.

Diketahui, tiga pasien anak yang meninggal dunia tersebut mengalami gejala seperti mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang dan penurunan kesadaran.

“Jika anak-anak memiliki gejala kuning, sakit perut, muntah-muntah dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang, penurunan kesadaran agar segera memeriksakan anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat,” tutur dia.

Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) tertanggal 27 April 2022.

“Kami lakukan penguatan surveilans melalui lintas program dan lintas sektor, agar dapat segera dilakukan tindakan apabila ditemukan kasus sindrom jaundice akut maupun yang memiliki ciri-ciri seperti gejala hepatitis,” kata dr Siti Nadia.

Juru bicara WHO, Tarik Jasarevic menyebutkan bahwa WHO saat ini setidaknya sudah menerima laporan 228 kemungkinan kasus hepatitis akut anak dengan tambahan kasus lainnya yang sedang dalam proses investigasi.

"Pada 1 Mei, setidaknya 228 kasus probable yang dilaporkan ke WHO dari 20 negara, dengan lebih dari 50 kasus tambahan sedang diselidiki," ungkap Tarik Jasarevic dalam konferensi pers di Jenewa, seperti dikutip dari Reuters.

Dengan penyataan tersebut, saat ini memang angka laporan kasus dan angka daftar negara yang melaporkan kasus hepatitis misterius pada anak ini telah meningkat jika dibandingkan sebelumnya.

Pada 23 April lalu, badan kesehatan PBB itu menyebutkan, pihaknya sejauh ini sudah menerima laporan setidaknya sampai 169 kasus hepatitis akut yang tidak diketahui asalnya, dari sekurangnya 12 negara.

Saat ini para otoritas kesehatan di seluruh dunia sedang menyelidiki adanya peningkatan misterius dalam kasus hepatitis parah (radang hati) menyerang anak-anak, yang sekarang telah mengakibatkan setidaknya tiga kasus kematian. Bertambah dua orang, setelah laporan WHO pada 25 April lalu.

WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown aetiology ) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.

Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya atau 10 persen memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (Penyakit Kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.

Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium diluar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.

Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus dil luar negeri yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.

Genali Gejala dan Cara Pencegahannya

Genali Gejala dan Cara Pencegahannya

Kasus hepatitis akut misterius yang menyerang anak-anak terus merebak di Amerika, Eropa dan Indonesia. Hal ini pun membuat masyarakat menjadi khawatir.

Sebagaimana penyakit lain, hepatitis akut ini tidak boleh terlambat penanganannya. Apabila gejala yang timbul dibiarkan terlalu lama, akan menjadi semakin berkembang, dan berlanjut ke hilangnya kesadaran. Penyakit satu ini bisa berakibat fatal yakni kematian.

Guna mewaspadainya, kita wajib mengetahui apa saja gejala-gejala dari hepatitis akut yang saat ini dialami anak-anak di bawah 16 tahun. Lebih spesifiknya lagi, penyakit ini lebih banyak menyerang anak-anak berumur di bawah 10 tahun.

Dari laporan kasus yang sudah ada, Dokter Anak konsultan Gastrohepatologi, Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp.A (K), memaparkan, terdapat sejumlah tanda gejala hepatitis akut misterius yang patut diwaspadai. Dia menyebutkan, biasanya gejala dimulai dengan gejala gastrointestinal.

"Kita melihat dari laporan-laporan kasus yang sudah ada, bahwa laporannya itu mulainya dengan gejala gastrointestinal terlebih dahulu. Seperti misalnya diare, mual, muntah, sakit perut yang kadang-kadang disertai dengan demam ringan," beber dr. Hanifah dalam siaran langsung Update Perkembangan Kasus Hepatitis Akut di Indonesia Kementerian Kesehatan, Kamis (5/5/2022).

Setelah timbul gejala di perut, baru berlanjut pada gejala yang mengarah khas pada hepatitis, contohnya bisa terlihat pada warna tinja dan warna kulit serta mata.

"Kemudian berlanjut dengan gejala yang ke arah hepatitis, yaitu anaknya mengeluarkan buang air kecil seperti teh, BAB-nya pucat, dan mata atau kulitnya itu berwarna kuning," terang dr. Hanifah.

Ketika anak sudah berwarna kuning, begitu diperiksa biasanya dokter akan langsung melihat kadar SGOT atau SGPT yakni kadar enzim hati. Jika sudah sampai di tahap ini, salah satu atau bisa juga kedua enzim di tubuh kadarnya meningkat hingga lebih dari 500 internasional unit per mililiter.

Dokter Hanifah memperingatkan, gejala masih bisa bertambah parah. Pasien di sini bisa saja mengalami pembekuan darah dan jika tidak segera dilakukan tranplantasi hati, bisa mengakibatkan kematian.

"Bila berlanjut lagi gejalanya akan mengalami gangguan pembekuan darah dan selanjutnya akan terjadi penurunan kesadaran yang dapat berlanjut menjadi kematian. Bila pasien tidak dilakukan transplantasi hati," katanya.

Saat ini telah ada sembilan gejala tambahan telah ditambahkan ke daftar resmi NHS. Daftar gejala barunya yaitu;

* Sesak napas
* Merasa lelah atau lelah
* Tubuh yang sakit
* Sakit kepala
* Sakit tenggorokan
* Hidung tersumbat atau berair
* Kehilangan selera makan
* Diare
* Merasa sakit atau badan sakit

Juru Bicara Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid kepada MNC Portal mengatakan bahwa sehubungan muncul wabah Hepatitis misterius di tengah Covid-19, Nadia menerangkan agar masyarakat tetap waspada dengan Hepatitis akut menyerang anak-anak ini. Dia menghimbau untuk tetap, melakukan pencegahan, dengan mematuhi protokol kesehatan.

"Ini belum dapat diketahui karena Hepatitisnya belum diketahui penyebab dan bersamaan Covid-19 harus diwaspadai. Terutama karena menyerang anak-anak jangan sampai angka kematian menjadi meningkat, apalagi pada kelompok lansia," jelasnya.

Sekadar informasi, 3 pasien anak yang meninggal dunia di Indonesia berusia belia dari 2 hingga 11 tahun.

Sementara, WHO pertama kali menerima laporan, pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown aetiology), pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah

"Iya usia 2, 8 dan 11 tahun," ucap Nadia.

Guna mencegah hepatitis akut, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan para orang tua untuk segera melengkapi vaksinasi anak dan menjaga kebersihan. Imunisasi merupakan cara efektif untuk melindungi anak dari berbagai infeksi.

Infeksi sangat umum terjadi pada anak lantaran sering melakukan kontak dekat dengan anak lain, dan penyakit menular dapat menyebar dari orang ke orang. Penularan hepatitis akut sendiri menginfeksi melalui saluran pencernaan dan pernafasan.

"Juga melindungi anak-anak terlalu muda untuk divaksinasi dan memiliki kondisi medis yang menghalangi untuk divaksinasi. Lalu, imunisasi juga menghentikan penyebaran infeksi di masyarakat dengan memberikan kekebalan kelompok," kata Unit Kerja Koordinasi Infeksi Tropik IDAI dr Nina Dwi Putri, SpA(K) melalui keterangan resminya.

Selain vaksinasi, Nina mengingatkan saat anak sakit, seperti batuk pilek, diare, demam, ruam-ruam, dan lainnya tetap tinggal di rumah. Hal ini agar anak-anak dapat beristirahat dengan baik sehingga pemulihannya bisa lebih cepat.

Di sisi lain, sehubungan pandemi Covid-19 dan adanya kasus hepatitis akut, Nina juga mengimbau para orang tua lebih memperhatikan lingkungan anak. Sebab tempat yang terlalu ramai dan sirkulasi yang buruk dapat memudahkan terjadinya penularan penyakit.

Tidak panik dengan melakukan upaya pencegahan, para orang tua juga harus menjaga kebersihan diri dan anak. Dalam menjaga kondisi anak tetap sehat atau terhindar dari infeksi virus tertentu. Salah satu, cara sederhana untuk membantu mencegah penyebaran infeksi adalah mencuci atau membersihkan tangan.

"Jangan panik. Apapun infeksinya yang penting selalu melakukan pencegahannya,” tandasnya.

Adakah Hubungannya dengan Covid-19?

Adakah Hubungannya dengan Covid-19?

Penyebab utama hepatitis misterius memang belum dapat dipastikan. Penyelidikan lebih lanjut yang dilakukan sejumlah ahli di berbagai negara diharapkan bisa menemukan jawaban atas penyakit mematikan tersebut.

Ahli Epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman mengomentari fenomena hepatitis misterius ini. Ia menduga, ada peran varian baru Covid-19 di balik penyebab hepatitis misterius.

"Kami sampai saat ini belum bisa memastikan penyebab hepatitis misterius ini. Tapi, ada dugaan hepatitis misterius disebabkan oleh varian baru Covid-19 yang belum teridentifikasi," kata Dicky Budiman kepada MNc Portal.

Dugaan tersebut bukan tanpa alasan. Covid-19, kata Dicky, secara umum adalah penyakit yang menyerang semua organ tubuh. Meski penyakit ini ditularkan lewat udara dan menginfeksi saluran napas, tapi pada gilirannya Covid-19 adalah penyakit sistemik yang menyerang semua organ, termasuk liver.

"Nah, di kejadian hepatitis misterius, organ yang diserang adalah liver dan anak-anak menjadi sasaran utama varian tersebut," terang Dicky.

Dicky menjelaskan alasan anak-anak yang terserang karena telat mendapatkan vaksin Covid-19. Bahkan, tidak semua anak-anak eligible mendapatkan vaksin karena sejauh ini baru anak 6 tahun ke atas yang bisa divaksin Covid-19.

"Fenomena di masyarakat global, anak-anak pun belum banyak yang mendapatkan vaksin Covid-19 dua dosis, boro-boro booster," katanya.

Varian ini mengincar anak-anak karena secara antibodi, mereka tidak memilikinya atau lemah. Itu kenapa anak-anak terkesan menjadi korban dari penyakit hepatitis misterius.

"Padahal, hepatitis bisa juga dialami mereka yang berusia dewasa muda atau lansia, pun khususnya pada semua usia kalau mereka punya komorbid yang dapat memperburuk," terang Dicky.

Anak-anak menjadi rentan terinfeksi hepatitis misterius juga karena imunitas mereka mungkin buruk, status gizinya pun buruk, atau memiliki komorbid serius.

"Ingat, Long Covid-19 itu yang banyak dilaporkan juga soal hepatitis," sambung Dicky.

"Apalagi hepatitis ini prevalensi yang paling banyak adalah anak di bawah 5 tahun. Itu karena mereka belum eligible dapat vaksin. Ini yang menjadi masalah," tambahnya.

Pasien hepatitis misterius ada yang teridentifikasi terpapar Covid-19. Beberapa argumen kemudian bermunculan, salah satunya vaksin Covid-19 sebagai penyebab hepatitis misterius tersebut.

Tapi, apakah vaksin Covid-19 menjadi biang keladi penyakit hepatitis misterius? Jika benar, bagaimana kaitan antara vaksin Covid-19 dengan munculnya penyakit serius tersebut?

Profesor Zubairi Djoerban menjelaskan soal anggapan bahwa vaksin Covid-19 menjadi penyebab hepatitis misterius tidak dapat dibuktikan dengan data. Artinya, pernyataan tersebut tidak bisa dianggap sebagai suatu kebenaran.

"(Hepatitis misterius) terkait dengan vaksin Covid-19? Hipotesis tersebut tidak didukung data," tegas Prof Zubairi yang merupakan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, di Twitter, dikutip MNC Portal.

Di kesempatan itu pun Prof Beri, sapaan akrabnya, memberikan klarifikasi bahwa sebagian besar anak-anak yang terkena hepatitis misterius itu justru belum menerima vaksinasi Covid-19.

Artinya, sangat kecil kemungkinan vaksin Covid-19 menyebabkan hepatitis misterius. Sebab, anak-anak yang teridentifikasi penyakit tersebut bahkan belum menerima vaksin Covid-19.

Hepatitis misterius punya gejala khas yang perlu masyarakat ketahui. Menurut Prof Beri, gejala dari hepatitis misterius ini antara lain pasien anak sebagian besar mengalami masalah gastrointestinal terlebih dahulu, diikuti penyakit kuning.

"Tes laboratorium juga menunjukkan tanda-tanda peradangan hati parah. Sebagian besar anak tidak mengalami demam," papar Prof Beri.

Untuk mendiagnosis penyakit ini, kata Prof Beri, belum ada tes yang bisa memastikannya. "Tapi, syaratnya adalah pasien harus negatif terhadap virus hepatitis A, B, C, D, E, dan dengan kadar enzim transaminase lebih dari 500 unit per liter," tambahnya.

Rumor bahwa hepatitis akut tersebut disebabkan oleh vaksinasi Covid-19 langsung ditepis Kemenkes.

“Benarkah Hepatitis Akut disebabkan oleh Vaksinasi COVID-19? Tidak benar!” demikian pernyataan Kemenkes, dikutip dari Twitter resminya

Lewat pernyataan tersebut, Kemenkes menegaskan bahwa tidak ada kaitannya antara vaksinasi Covid-19 dan hepatitis akut. “Sampai saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan adanya kaitan antara keduanya, melainkan adanya kejadian yang bersamaan,” cuitnya.

Beberapa waktu lalu, lead scientist untuk kasus ini, Prof dr Hanifah Oswari, SpA(K) juga mengungkapkan hal serupa. “Kejadian ini dihubungkan dengan vaksin Covid-19 itu tidak benar,” ujarnya.

Prof Hanifah menjelaskan, sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan adanya kaitan penyakit hepatitis akut dengan virus Covid-19. Dia menduga penyakit tersebut disebabkan oleh Adenovirus, SARS CoV-2, virus ABV, dan sebagainya.

Untuk mencegah risiko infeksi, Prof Hanifah menyarankan agar orangtua meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan tindakan pencegahan.

“Untuk mencegah dari saluran pencernaan, jagalah kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun, memastikan makanan atau minuman yang dikonsumsi itu matang, tidak menggunakan alat-alat makan bersama dengan orang lain, serta menghindari kontak anak-anak kita dari orang yang sakit,” jelasnya.

Selain itu, untuk mencegah penularan hepatitis akut melalui saluran pernapasan, dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Di antaranya memakai masker, menjaga jarak, dan mengurangi mobilitas.
(wur)