AS Bahas Penggunaan Senjata Nuklir dalam Krisis Ukraina
Setelah Rusia, giliran Amerika Serikat (AS) beserta sekutu dan mitranya membahas potensi penggunaan senjata nuklir dalam konteks krisis di Ukraina. Hal itu diungkapkan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan.
"Presiden Putin di masa-masa awal konflik sebenarnya telah mengangkat momok potensi penggunaan senjata nuklir. Itu adalah sesuatu yang memang harus kita khawatirkan," ujar Sullivan, dilansir Sputnik, Rabu (23/3/2022).
Dia menjelaskan, bahwa saat ini, AS dan sekutunya belum mengubah postur nuklirnya. Namun, pihaknya terus memantau kemungkinan itu dan menganggapnya seserius mungkin. “Kami akan berkonsultasi dengan sekutu dan mitra mengenai potensi kemungkinan itu di antara berbagai kemungkinan lainnya dan mendiskusikan apa tanggapan potensial kami," ungkap Sullivan dalam briefing di Washington.
Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukan nuklir Rusia ditempatkan pada siaga tinggi akhir bulan lalu, mengutip "pernyataan agresif" Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss tentang kemungkinan keterlibatan NATO dalam krisis Ukraina.
Sementara, Presiden AS Joe Biden akan melakukan perjalanan ke Eropa pada Rabu (23/3/2022) untuk pertemuan Dewan Eropa dan NATO pada Kamis (24/3/2022). Dari sana, dia diperkirakan menuju ke Polandia pada Jumat (25/3/2022) untuk membahas krisis Ukraina.
Mengomentari perjalanan Biden ke Eropa, Sullivan mengatakan bahwa Biden tidak akan berusaha menekan sekutu Washington untuk segera melarang pasokan energi Rusia, tetapi dia berencana mengumumkan "tanggapan bersama" yang bertujuan mengurangi ketergantungan Eropa pada Moskow.
"Dia akan bekerja dengan sekutu dalam penyesuaian jangka panjang untuk postur pasukan NATO di sisi timur. Dia akan mengumumkan aksi bersama untuk meningkatkan keamanan energi Eropa dan mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia pada akhirnya," ungkap Sullivan.
Menurut dia, AS dan sekutunya juga akan memiliki kesempatan berkoordinasi pada fase berikutnya dari bantuan militer ke Ukraina. Selain itu, AS dan mitranya akan memberlakukan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia, dan memperketat sanksi yang ada untuk memastikan penegakan sanksi yang kuat.
"Apa yang telah kami capai dengan mitra Eropa kami dalam hal sanksi keuangan, kontrol ekspor, dan langkah-langkah lain untuk memukul ekonomi Rusia dengan keras memiliki dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam skala yang belum pernah kami lihat sebelumnya," kata dia.
Rusia melancarkan operasi militer di Ukraina pada 24 Februari yang menurut Putin ditujukan untuk "demiliterisasi" dan membersihkannya dari pengaruh besar elemen neo-Nazi dalam pemerintahan dan angkatan bersenjata.
Operasi itu dimulai setelah permintaan bantuan dari Republik Donbass, yang menghadapi peningkatan penembakan, sabotase, dan serangan penembak jitu selama berminggu-minggu oleh militer Ukraina sebelum secara resmi diakui sebagai negara merdeka oleh Rusia pada 21 Februari.
Pada Maret, Kementerian Pertahanan Rusia mulai menyajikan bukti dugaan rencana Ukraina meluncurkan serangan skala penuh di Donbass.