Link Copied
Retorika Nuklir, Ancaman Baru di Tengah Konflik Rusia-Ukraina

Retorika Nuklir, Ancaman Baru di Tengah Konflik Rusia-Ukraina

By Mohammad Faizal
Sebulan lebih perang Rusia-Ukraina berkecamuk. Di tengah berlarut-larutnya konflik, retorika penggunaan nuklir mulai diperdengarkan menambah kecemasan global.

Rusia Tak Ragu Gunakan Senjata Nuklir Jika Terancam

Rusia Tak Ragu Gunakan Senjata Nuklir Jika Terancam


Rusia akan menggunakan senjata nuklir jika merasa terancam. Penegasana tersebut diungkapkan Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov saat ditanya CNN apakah gagasan perang nuklir masih dibahas selama perang dengan Ukraina.

Peskov menegaskan bahwa jika dihadapkan pada ancaman eksistensial, maka hal itu cukup untuk membenarkan Rusia untuk menggunakan nuklir dalam perang.

"Yah, kami memiliki konsep keamanan domestik, dan itu publik," kata Peskov. "Anda dapat membaca semua alasan penggunaan senjata nuklir. Jadi jika itu adalah ancaman eksistensial, ancaman bagi negara kita, maka itu dapat digunakan sesuai dengan konsep kita," imbuhnya seperti dilansir dari Newsweek, Rabu (23/3/2022).

Pernyataan Peskov muncul tak lama setelah Rusia mengklaim telah menggunakan rudal hipersonik untuk pertama kalinya dalam pertempuran melawan pasukan Ukraina. Meskipun tidak dapat dikonfirmasi secara independen, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov mengatakan rudal hipersonik Kinzhal telah digunakan, sebuah langkah yang dapat menandakan eskalasi dalam konflik.

Sementara potensi penggunaan rudal hipersonik dan nuklir dapat memicu ketakutan akan eskalasi di seluruh dunia, ada kemungkinan bahwa gencatan senjata masih dapat segera terjadi.

Menurut Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, ada cukup banyak solusi di meja negosiasi yang dapat disetujui oleh Rusia dan Ukraina.

"Ada cukup banyak alasan di atas meja untuk menghentikan permusuhan sekarang, dan serius bernegosiasi sekarang," katanya saat konferensi pers.

Akan tetapi, Gutteres juga mengatakan bahwa kemungkinan besar konflik hanya akan memburuk sebelum menjadi lebih baik. Karena itu, kata dia, mungkin ada lebih banyak eskalasi, seperti digunakannya rudal hipersonik atau bahkan nuklir, sebelum kompromi tercapai.

"Bahkan jika Mariupol jatuh, Ukraina tidak dapat ditaklukkan kota demi kota, jalan demi jalan, rumah demi rumah," kata Guterres. "Perang ini tidak dapat dimenangkan. Cepat atau lambat, perang ini harus berpindah dari medan perang ke meja perdamaian," tandasnya.

Rusia Siap Gunakan Senjata Nuklir, Begini Reaksi NATO

Rusia Siap Gunakan Senjata Nuklir, Begini Reaksi NATO


Penegasan Rusia di tengah invasinya ke Ukraina untuk menggunakan senjata nuklirnya jika terancam langsung menuai reaksi. Retorika nuklir Moskow tersebut dinilai sangat berbahaya.

"Rusia harus memahami bahwa mereka tidak akan pernah memenangkan perang nuklir," kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg kepada koresponden Sky News Mark Stone, Kamis (24/3/2022).

Beberapa hari setelah invasi Rusia ke Ukraina dimulai, Presiden Vladimir Putin memerintahkan para komandan militernya untuk menempatkan pasukan pencegah nuklirnya dalam siaga tinggi. Stoltenberg mengatakan bahwa retorika nuklir Moskow berbahaya dan tidak bertanggung jawab.

Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov pun sebelumnya mengatakan bahwa senjata nuklir siap digunakan jika keberadaan Rusia terancam. Hal itu, tegas dia, merupakan kebijakan keamanan Moskow.

"Jika itu adalah ancaman eksistensial bagi negara kami, maka itu (senjata nuklir) dapat digunakan sesuai dengan konsep kami," tegasnya.

AS Bahas Penggunaan Senjata Nuklir dalam Krisis Ukraina

AS Bahas Penggunaan Senjata Nuklir dalam Krisis Ukraina


Setelah Rusia, giliran Amerika Serikat (AS) beserta sekutu dan mitranya membahas potensi penggunaan senjata nuklir dalam konteks krisis di Ukraina. Hal itu diungkapkan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan.

"Presiden Putin di masa-masa awal konflik sebenarnya telah mengangkat momok potensi penggunaan senjata nuklir. Itu adalah sesuatu yang memang harus kita khawatirkan," ujar Sullivan, dilansir Sputnik, Rabu (23/3/2022).

Dia menjelaskan, bahwa saat ini, AS dan sekutunya belum mengubah postur nuklirnya. Namun, pihaknya terus memantau kemungkinan itu dan menganggapnya seserius mungkin. “Kami akan berkonsultasi dengan sekutu dan mitra mengenai potensi kemungkinan itu di antara berbagai kemungkinan lainnya dan mendiskusikan apa tanggapan potensial kami," ungkap Sullivan dalam briefing di Washington.

Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukan nuklir Rusia ditempatkan pada siaga tinggi akhir bulan lalu, mengutip "pernyataan agresif" Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss tentang kemungkinan keterlibatan NATO dalam krisis Ukraina.

Sementara, Presiden AS Joe Biden akan melakukan perjalanan ke Eropa pada Rabu (23/3/2022) untuk pertemuan Dewan Eropa dan NATO pada Kamis (24/3/2022). Dari sana, dia diperkirakan menuju ke Polandia pada Jumat (25/3/2022) untuk membahas krisis Ukraina.

Mengomentari perjalanan Biden ke Eropa, Sullivan mengatakan bahwa Biden tidak akan berusaha menekan sekutu Washington untuk segera melarang pasokan energi Rusia, tetapi dia berencana mengumumkan "tanggapan bersama" yang bertujuan mengurangi ketergantungan Eropa pada Moskow.

"Dia akan bekerja dengan sekutu dalam penyesuaian jangka panjang untuk postur pasukan NATO di sisi timur. Dia akan mengumumkan aksi bersama untuk meningkatkan keamanan energi Eropa dan mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia pada akhirnya," ungkap Sullivan.

Menurut dia, AS dan sekutunya juga akan memiliki kesempatan berkoordinasi pada fase berikutnya dari bantuan militer ke Ukraina. Selain itu, AS dan mitranya akan memberlakukan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia, dan memperketat sanksi yang ada untuk memastikan penegakan sanksi yang kuat.

"Apa yang telah kami capai dengan mitra Eropa kami dalam hal sanksi keuangan, kontrol ekspor, dan langkah-langkah lain untuk memukul ekonomi Rusia dengan keras memiliki dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam skala yang belum pernah kami lihat sebelumnya," kata dia.

Rusia melancarkan operasi militer di Ukraina pada 24 Februari yang menurut Putin ditujukan untuk "demiliterisasi" dan membersihkannya dari pengaruh besar elemen neo-Nazi dalam pemerintahan dan angkatan bersenjata.

Operasi itu dimulai setelah permintaan bantuan dari Republik Donbass, yang menghadapi peningkatan penembakan, sabotase, dan serangan penembak jitu selama berminggu-minggu oleh militer Ukraina sebelum secara resmi diakui sebagai negara merdeka oleh Rusia pada 21 Februari.

Pada Maret, Kementerian Pertahanan Rusia mulai menyajikan bukti dugaan rencana Ukraina meluncurkan serangan skala penuh di Donbass.

Dari Hiroshima, Jepang-AS Peringatkan Ngerinya Perang Nuklir

Dari Hiroshima, Jepang-AS Peringatkan Ngerinya Perang Nuklir


Mengambil lokasi paling terkenal terkait tragedi bom atom, Hiroshima, Perdana Menteri (PM) Jepang dan Duta Besar Amerika Serikat (AS) memperingatkan Rusia soal penggunaan senjata nuklir.

Pemimpin Jepang Fumio Kishida dan Duta Besar AS untuk Jepang Rahm Emanuel melontarkan peringatan ini secara khusus setelah Moskow menolak mengesampingkan penggelaran persenjataan nuklirnya.

Berlarutnya konflik Rusia-Ukraina yang diwarnai sanksi dari AS dan sekutunya terhadap Rusia telah memancing sikap keras Kremlin. Narasi mengenai penggunaan kekuatan nuklir belakangan makin sering muncul dari kedua kubu yang berseteru.

Dunia mencatat, AS adalah satu-satunya negara yang pernah menggunakan senjata nuklir dalam konflik. Demi mengakhiri Perang Dunia II, bom atom pertama diledakkan di Hiroshima.

Sekitar 140.000 orang tewas ketika Hiroshima dibom pada tahun 1945. Sebagian di antaranya meninggal karena paparan radiasi dari bom atom pertama yang dijatuhkan Amerika tersebut. Tiga hari kemudian Amerika menjatuhkan bom plutonium di Nagasaki dan menewaskan sekitar 74.000 orang lainnya.

"Sejarah Hiroshima mengajarkan kita bahwa tidak masuk akal bagi negara mana pun untuk membuat ancaman seperti itu," kata Emmanuel dalam kesempatan tersebut, seperti dikutip dari AFP. Sementara, Kishida mengatakan bahwa kengerian senjata nuklir tidak boleh terulang kembali.

Beberapa hari setelah pasukan Rusia menginvasi Ukraina bulan lalu, Presiden Vladimir Putin mengumumkan bahwa dia telah menempatkan pasukan nuklir strategis Moskow dalam siaga tinggi, sebuah langkah yang memicu kekhawatiran global.

"Kami memiliki konsep keamanan dalam negeri, dan ini bersifat publik. Anda dapat membaca semua alasan penggunaan senjata nuklir," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov belum lama ini.

Menurut dia, jika Rusia menghadapi ancaman eksistensial, maka kekuatan nuklir bukan hal yang tabu untuk digunakan sesuai dengan konsep yang dimiliki negara tersebut.
(fjo)